Kamis, 18 Maret 2021 12:03

AMAN Desak Pengesahan RUU Masyarakat Adat

Fathul Khair Akmal
Konten Redaksi Rakyatku.Com
AMAN Desak Pengesahan RUU Masyarakat Adat

AMAN masih terus mengupayakan pengesahan Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat.

RAKYATKU.COM, MAKASSAR - Aliansi masyarakat adat nusantara (AMAN) telah memasuki tahun ke-22 sejak pertama kali dibentuk. Dengan umur yang tidak mudah lagi, sampai saat ini AMAN masih terus mengupayakan pengesahan Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat.

"Kalau kita bicara terkait ke-indonesiaan dan ke-bhinekaan maka cermin utama ada di masyarakat adat, semua ada di sana. Pertama, bicara terkait filosofi demokrasi. Bagi Indonesia yang menganut dua hal, yaitu penghormatan terhadap hak individu dan juga tradisi demokrasi komunitarian. Itu ada di masyarakat adat," kata Muhammad Arman, Direktur Advokasi Kebijakan, Hukum dan HAM PB Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) di Makassar, Rabu (17/3/2021).

Yang kedua lanjut Arman, yakni tentang kedaulatan. Bicara tentang kedaulatan maka sebenarnya kedaulatan itu, baik dalam hal agraria dan pangan, ada di masyarakat adat. Pandemi Covid-19 membuktikan hal itu. Dimana dimasa pandemi masyarakat adat tetap memiliki kecukupan pangan.

"Ketiga, kalau kita hendak melihat bagaimana 200 tahun ke depan dengan kekhasannya, maka alat utama untuk sampai ke sana adalah dengan mengakui, menghormati, melindungi hak masyarakat adat melalui pengesahan RUU Masyarakat Adat," tambahnya.

Dikatakan pula bahwa, RUU Masyarakat adat ini sudah masuk dalam periode keempat dalam Prolegnas. Pertama kali masuk ke dalam Prolegnas 2013-2014. Waktu itu nomenklatur dari RUU itu adalah RUU pengakuan dan perlindungan masyarakat adat. Pada waktu itu sudah ada pansus yang ketuanya berasal dari Fraksi Demokrat.

"Sayangnya kemudian dalam proses pembahasannya pemerintah tidak secara sungguh-sungguh sehingga gagal ditetapkan," sebutnya.

Kemudian di Prolegnas 2014-2019, RUU Masyarakat Adat masuk sebagai inisiatif DPR. Sebelum masuk Prolegnas ketika itu, ada komitmen kuta dari pemerintahan Jokowi – JK waktu yang tercermin dalam Nawacita Jokowi-JK. Salah satu yang dibahas di sana adalah bagaimana membahas RUU Masyarakat Adat menjadi undang-undang.

"Tetapi sayang kemudian sampai masa akhir sidang 2019, RUU ini gagal ditetapkan karena pemerintah tidak menyerahkan DIM kepada DPR sebagai salah satu syarat pembahasan RUU Masyarakat Adat. Bahkan pada waktu itu ada kemunduran dari sisi legislasi karena ada surat dari Mendagri Tjahyo Kumolo, di bulan April 2019 yang menyurati Mensesneg Pratikno, yang menyatakan RUU Masyarakat Adat belum penting disahkan, karena dua alasan. Pertama karena sudah banyak peraturan yang mengatur masyarakat adat. Kedua argumentasi ekonomi," bebernya.

RUU Masyarakat Adat lanjut Arman, juga masuk dalam Prolegnas 2021, namun kali ini ada yang berbeda dengan sebelumnya. Kalau sebelumnya tidak ada penolakan secara eksplisit dari DPR, namun untuk saat ini Fraksi Golkar dalam rapat antara Baleg dengan pemerintah secara tegas menolak pembahasan RUU Masyarakat Adat dalam prolegnas prioritas 2021.

"Alasannya bahwa sudah ada banyak uu yang mengatur dan sudah ada UU Cipta Kerja yang dianggap sudah cukup bagi masyarakat adat. Kita belum tahu kondisi mendatang karena cengkeraman kekuasaan begitu besar, ada banyak perdebatan RUU ini. Tantangannya adalah bagaimana mengakomodasi semua kepentingan itu tanpa melupakan substansi terhadap keadilan bagi masyarakat di dalam proses-proses pembangunan, karena keadilan dalam konteks demokrasi itu berangkat dari filosofi ‘dari, oleh dan untuk rakyat’," jelasnya.

Sementara itu, Sardi Razak Ketua Badan Pengurus Harian (BPH) Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sulawesi Selatan mengatakan UUD 1945 melalui Pasal 18B ayat (2) dan 28I ayat (3) telah mengakui keberadaan Masyarakat Adat, dan memandatkan untuk menghadirkan Undang-Undang turunan khusus yang melindungi dan menghormati hak Masyarakat Adat. kehadiran Undang-Undang Masyarakat Adat merupakan wujud negara melunasi utang konstitusi dengan mengakui, dan menghormati keberadaan hak Masyarakat Adat sebagai manifestasi kehadiran negara di tengah setiap elemen masyarakat sesuai dengan amanat konstitusi, dan manifestasi kehadiran negara di tengah Masyarakat Adat yang merupakan subjek hukum alamiah yang telah ada sebelum negara ini dideklarasikan.

"Hingga saat ini upaya pemenuhan kebutuhan dan penyelesaian persoalan Masyarakat Adat di Indonesia masih merupakan sebuah tantangan yang besar," kata nya.

Masyarakat Adat hingga saat ini disebut masih terus mengalami pengabaian hak-hak atas wilayah serta ruang hidupnya yang tidak terpisahkan. Berbagai kasus terus menerus menimpa masyarakat adat akibat ketidakhadiran Negara menjalankan mandat konstitusi, maupun peraturan perundangg-undangan terkait pengakuan dan pemenuhan hak masyarakat adat.

"Berbagai kasus yang dialami masyarakat adat di Sulawesi Selatan di antaranya konflik izin tambang dan hutan lindung di wilayah Adat Barambang Katute, penangkapan masyarakat adat Soppeng Turungan yang mengelola kebun sendiri serta kriminalisasi terhadap 6 masyarakat adat Matteko yang melakukan kerja bakti. Hal tersebut masih menunjukkan adanya ancaman yang besar bagi masyarakat adat di wilayahnya sendiri," tambahnya.

Penulis : Syukur
#RUU masyarakat adat