RAKYATKU.COM - Warga New Caledonia menolak menjadi negara merdeka dari Prancis. Sebagian besar warga, atau tepatnya 53,26 persen suara dalam referendum yang diadakan pada Ahad (4/10/2020), memilih New Caledonia tetap dijajah Prancis.
Ini pemilu kedua usai 2018 lalu yang juga mayoritas suara menolak New Caledonia merdeka dari Prancis.
Sekalipun negara di wilayah Pasifik Selatan ini terpisah jarak sekitar 20 ribu kilometer dari Paris, keterikatan pada negara penjajahnya masih kuat.
Baca Juga : Timnas Jerman Juara Piala Dunia U-17 2023
Prancis menjajah New Caledonia pada 1853 dan hingga sekarang menjadi bagian dari wilayah Prancis.
New Caledonia mendapat status otonomi yang diperluas kecuali urusan pendidikan dan pertahanan tergantung pada Prancis.
"Pemilih telah menyuarakan suara mereka. Mereka mengonfirmasi harapan mereka agar New Caledonia tetap bagian dari Prancis. Sebagai kepala negara, saya menghormati kepercayaan yang ditunjukkan republik ini dengan rasa syukuru yang dalam," kata Emmanuel Macron, Presiden Prancis dalam pernyataannya yang disiarkan melalui televisi seperti dikutip dari Reuters.
Baca Juga : Bekas Koloni Prancis Tertarik Jadi Tuan Rumah Pangkalan Militer Rusia
Referendum ini didorong ketegangan antara masyarakat adat Kanaks yang ingin New Caledonia menjadi negara merdeka penuh dan warga yang tetap setia pada Prancis.
Masyarakat adat Kanaks disingkirkan dalam sebagian besar perekonomian di New Caledonia. Pemberontakan pertama kali terjadi pada 1878, tidak lama setelah penemuan deposit nikel dalam jumlah besar yang kini dieksploitasi SLN, anak perusahaan penambang Prancis, Eramet.
New Caledonia yang saat ini tampak di bawah pengaruh Tiongkok yang makin meluas, ditopang oleh subsidi tahunan dari Prancis senilai US$ 1,5 miliar, deposit cadangan nikel yang diperkirakan 25 persen dari deposit dunia, dan pariwisata.