RAKYATKU.COM, MAKASSAR - Kepala Dinas UMKM Kota Makassar, Evi Aprialty, akhirnya angkat bicara terkait sewa menyewa kios di Kanre Rong. Ia menegaskan tidak mengetahui perihal sewa kios yang mencapai Rp8 juta per tahun.
"Sewa menyewa kios yang Rp8 juta saya tidak tahu. Ini saya sementara konfirmasi tentang uang Rp8 juta itu di Kanre Rong," tegas Evi, Selasa (15/9/2020).
Evi menambahkan, kios-kios yang disewakan oleh pemiliknya merupakan kios yang jarang digunakan. Hal ini lantaran mereka kekurangan modal untuk menjual.
Baca Juga : Sudah Dua Bulan Dugaan Pungli Kanre Rong di Tangan Pidsus Kejari Makassar
"Yang melakukan penyewaan adalah pemilik asli kios Kanre Rong. Artinya pedagang yang direlokasi dari tiga kecamatan pada tahun 2018 Desember akhir. Kenapa mereka menyewakan karena yang bisa mereka jual di Kanre Rong hanyalah rokok, makanan snack sedangkan kita tahu Kanre Rong diperuntukkan bagi penjual makanan, bukan snack-snack semua. Ini karena keterbatasan keuangan mereka," tambahnya.
Ditambahkan, penyebab lain sehingga banyak kios yang tutup karena jualan tidak laku. Terlebih karena tidak boleh menjual selain makanan. Ia juga menegaskan, jika ada UPTD yang diketahui menyewakan maka akan ditindak.
"Sejak saya kembali ke Dinas Koperasi pada Juli 2019, saya tertibkan mereka yang jualan gade-gade istilah Makassar. Makanya banyak yang tutup karena tidak boleh jualan kalau bukan makanan. Yang tutup saya pertanyakan, alasan mereka tidak punya modal, tidak laku jualannya selama di Kanre Rong, sepi. Itulah penyebab mekera menyewakan, kalaupun ada UPTD yang menyewakan dan punya bukti, bisa ditindaki," tambahnya.
Baca Juga : Dugaan Pungli Kanre Rong Segera Dilimpahkan ke Bidang Pidana Khusus
Evi menerangkan, jika kios Kanre Rong tidak dipakai oleh pemiliknya maka peruntukan Kanre Rong sebagai tempat penjualan kuliner tidak akan berhasil. Demikian halnya dengan upaya membantu melalui perbankan, mereka tidak mampu.
"Saya mau tertibkan penyewa, tidak boleh jualan kalau bukan yang punya. Maka terjadi lagi Kanre Rong yang sepi. Peruntukannya untuk kuliner tidak bisa lagi. Kenapa? Karena itu tadi, dibutuhkan modal yang banyak untuk jualan kuliner. Kami sudah memfasilitasi juga penjual atau pemilik yang lama untuk bantuan perbankan dengan syarat perbankan, mereka kasihan tidak bisa. Maunya dana hibah," jelasnya.
Sementara itu, Kepala UPT Pusat Layanan Usaha Lorong Kanrerong, Muhammad Said, mengatakan informasi sewa menyewa kios di Kanre Rong yang beredar tidak benar. Sebagai pengelola pihaknya mengaku tidak berani melakukannya.
Baca Juga : Dugaan Pungli Kanre Rong, Akademisi: Pedagang Bisa Lapor Jika Merasa Ditipu
"Tidak benar, sebagai pengelola saya tidak berani kontrak mengontrak lapak yang ada di Kanre Rong. Karena kios tersebut pemilik relokasi yang sah dari tiga kecamatan yang direlokasi ke Karebosi," kata Said saat ditemui di Kantor Kanre Rong.
Said menuturkan, setelah direlokasi kurang lebih dua tahun lalu, saat ini pedagang yang menjual di Kanre Rong tidak 100 persen pedagang kaki lima. Pedagang yang direlokasi sejak pertama kali hanya tersisa sekitar 40 persen yang berjualan. Awalnya jumlah kios yang dibuat sebanyak 265, 40 kios lainnya diserahkan ke kecamatan-kecamatan. Selebihnya berada di Kanre Rong.
"Ada beberapa pedagang yang sudah tidak lagi murni pedagang asli yang di realokasi, tetapi sudah banyak pedagang yang mengontrak lapak. Hal ini terjadi waktu saya di-nonjob-kan kurang lebih tiga bulan. Di situlah awal mulanya terjadi kontrak mengontrak. Setelah saya masuk sudah banyak wajah-wajah yang baru, bukan lagi warga yang direalokasiakan," jelasnya.
Baca Juga : DP Prihatin Inovasi Lods Kuliner Kanre Rong Ditengarai Pungli
Berkaca dari persoalan tersebut, Said beralasan sewa menyewa kios harus sepengetahuan pengelola.
"Mulai dari situlah saya menerapkan aturan, pedagang yang mengontrakkan paling tidak harus melapor ke pengelola agar kami sebagai pengelola tahu bahwa ada penjual yang mengontrakkan," tambahnya.
Said menerangkan, persoalan kontak mengontrak kios tidak rumit. Di mana harga sewa kios tergantung dari kesepakatan pemilik kios dengan si penyewa yang biasa dilakukan per 3 bulan, 6 bulan, atau 1 tahun.
Baca Juga : ACC Sulsel Dorong Pengusutan Sewa Menyewa Kios Kanre Rong
"Yang ingin menyewakan, pemilik pertama harus melaporkan kepada pengelola. Ada juga beberapa pemilik yang meminta tolong untuk dicarikan penyewa lapak. Setelah sepakat jumlah kontraknya, saya panggil pemilik untuk menandatangani kuitansi," bebernya.
"Harga sewa lapak bervariatif ada Rp600 ribu dan juga Rp700 ribu per bulan. Dulu itu masih ada yang bayar Rp300 ribu dan juga Rp200 ribu dan yang terakhir ini ada Rp800 ribu per bulan," sebutnya.
Ia juga mengatakan, sebelum terjadi transaksi pemilik datang untuk memberikan segala prosedur ketika ingin di kontrak kepada pengelola. Di mana kuitansi ditandatangani langsung oleh pemilik pertama. Dari harga sewa kios yang deal tersebut, pengelola menerima uang dengan jumlah yang bervariasi tergantung keikhlasan pemilik kios.
"Uang yang diberikan kepada saya itu bervariasi. Bukan persen yang dia kasih, tapi keikhlasan dari pemilik sehingga ada sedikit yang dia berikan untuk saya. Uang yang diberikan kepada saya itu ada juga sebagian saya kasih masuk ke kantor dan juga saya pakai untuk biaya operasional. Saya juga bagi kepada staf saya dan divisi kami," bebernya.
Said menegaskan, hingga saat ini belum ada ketentuan yang mengatur tentang retribusi. Di sisi lain pihaknya harus berupaya untuk membuat Kanre Rong ramai dan tidak kembali sunyi.
"Kami tidak berani menarik retribusi karena belum ada dasar hukumnya. Namun, di sisi kami harus berupaya agar Kanre Rong ini ramai dan tidak sunyi lagi. Lapak di sini gratis air dan listrik. Perawatan di sini juga kami lakukan," katanya.