RAKYATKU.COM - Kantor berita Associated Press melaporkan seorang tentara Amerika Serikat (AS) yang membantu menyelamatkan sekitar 70 sandera yang akan dieksekusi oleh militan ISIS di Irak telah disetujui untuk menerima medali kehormatan, Medal of Honor, atas tindakannya selama serangan berani pada 2015.
Sersan Mayor Thomas "Patrick" Payne, seorang Ranger atau polisi penegak hukum negara bagian, yang ditugaskan di Komando Operasi Khusus Angkatan Darat AS, akan menerima penghargaan tertinggi militer AS atas keberaniannya dalam pertempuran.
Penghargaan itu akan diberikan pada upacara di Gedung Putih yang akan diadakan pada peringatan 19 tahun serangan 11 September 2001.
Baca Juga : Blak-blakan Dideportasi Singapura, Ustaz Abdul Somad: Apakah karena Teroris? Apakah karena ISIS?
Persetujuan untuk mendapat medali itu dikonfirmasi oleh dua pejabat Departemen Pertahanan yang berbicara tanpa menyebut nama. Payne awalnya diberi penghargaan tertinggi kedua di Angkatan Darat, Distinguished Service Cross karena terlibat dalam operasi khusus.
Penghargaannya ini sekarang ditingkatkan menjadi Medal of Honor.
Pentagon belum bersedia berkomentar. Gedung Putih juga tidak menanggapi pertanyaan melalui email.
Baca Juga : AS Sanksi Lima Fasilitator ISIS Asal Indonesia, Ini Nama-namanya
Medali tersebut akan menghormati tindakan Payne dalam serangan dini hari yang berani pada 22 Oktober 2015. Ia terlibat dalam upaya menyelamatkan 70 sandera ISIS di mana pasukan komando Amerika dan pasukan Kurdi menerbangkan helikopter CH-47 Chinook ke Kota Huwija, yang terletak sekitar 15 kilometer sebelah barat kota Kirkuk di Irak.
Pemerintah Daerah Kurdi, badan otonom di wilayah Kurdi, Irak utara menerima informasi bahwa 70 tahanan itu, termasuk kombatan Kurdi Peshmerga, akan dibantai oleh militan ISIS. Foto udara dari kompleks itu juga menunjukkan apa yang diyakini para pejabat intelijen sebagai kuburan massal yang baru saja digali, tempat mayat mereka akan dibuang.
Rencana penyelamatan itu membuat pasukan Kurdi meminta dukungan unit Amerika, tetapi tidak meminta AS ikut dalam upaya utama untuk menyelamatkan para tahanan.
Baca Juga : 33 Warga Afghanistan Tewas, 43 Terluka Setelah Ledakan Masjid di Provinsi Kunduz
"Waktu adalah yang terpenting," kata Payne, menurut rilis berita yang diperoleh AP dan belum dipublikasikan. "Ada kuburan yang baru digali. Kalau kami tidak melakukan penggerebekan kemungkinan besar sandera akan dieksekusi."
Penggerebekan itu diawali dengan kegagalan. Pasukan Kurdi berusaha masuk dengan meledakkan lubang di dinding luar kompleks ISIS, tetapi ledakan itu gagal dan justru membuat militan ISIS waspada dan menembaki pasukan Kurdi.
Payne dan unitnya memanjat dinding dan memasuki kompleks penjara itu. Tentara dengan cepat mengamankan salah satu dari dua bangunan yang diketahui menampung sandera. Begitu masuk ke dalam gedung itu, tentara mengdapat perlawanan musuh. Tim penyelamat kemudian menggunakan pemotong baut untuk membuka pintu-pintu penjara, membebaskan hampir 40 sandera.
Baca Juga : Manfaatkan Perang di Ukraina, ISIS Akan Balas Dendam Kematian Bekas Pemimpinnya
Panggilan darurat melalui radio kemudian datang dari anggota gugus tugas lain yang terlibat dalam baku tembak di gedung kedua.
Sekitar 10 hingga 20 tentara Angkatan Darat AS, termasuk Payne dan Sersan Kepala Joshua L. Wheeler beralih menuju gedung kedua yang menurut Payne adalah "bangunan yang dijaga ketat dan sebagian terbakar." Pasukan Kurdi dihujani tembakan.
Dalam upayanya untuk menyelamatkan pasukan Kurdi, Wheeler ditembak dan terbunuh. Wheeler adalah orang Amerika pertama yang tewas dalam tugas sejak AS melancarkan intervensi militer di Irak melawan ISIS pada 2014. Dua puluh militan ISIS juga tewas dalam operasi itu.
Baca Juga : Arab Saudi Eksekusi Mati 81 Orang dalam Sehari, Ada Terpidana Teroris
Tim kemudian memanjat tangga menuju atap gedung satu lantai di bawah rentetan tembakan senapan mesin musuh dari bawah. Menurut siaran pers, dari sana, pasukan komando menyerang musuh dengan granat tangan dan tembakan senjata kecil.
Payne mengatakan, Ketika itulah militan ISIS mulai meledakkan rompi bunuh diri yang menyebabkan atap berguncang. Tim dengan cepat pindah dari atap ke pintu masuk gedung dua.
Militan ISIS melanjutkan baku tembaknya dengan pasukan komando ketika mereka memasuki gedung itu. Payne bergerak membuka pintu lainnya yang dijaga ketat. Menurut siaran pers, ia berhasil mematahkan kunci pertama, tetapi karena asap tebal dari api, harus menyerahkan pemotong baut kepada rekannya dari Irak dan mundur keluar gedung untuk bisa bernafas.
Selang beberapa saat mitra Irak itu juga keluar agar bisa bernafas. Payne meraih pemotong baut dan masuk kembali ke gedung untuk memotong kunci terakhir. Setelah pintu ditendang terbuka, pasukan komando Amerika dan Kurdi mengawal sekitar 30 sandera keluar dari gedung yang terbakar yang akan runtuh di bawah hujan tembakan musuh.
Payne masuk kembali ke gedung itu dua kali lagi untuk memastikan setiap sandera sudah dibebaskan. Dalam siaran pers, Payne mengatakan, salah satunya ketika ia harus dengan paksa menyeret salah satu sandera yang terlampau takut bergerak pada suasana yang tegang itu.
Payne bergabung dengan Angkatan Darat pada 2002 sebagai seorang infanteri dan dengan cepat menjadi polisi negara bagian. Ia beberapa kali dikerahkan ke zona pertempuran sebagai anggota Resimen Rangers Ke-75 dan di berbagai posisi dalam Komando Operasi Khusus Angkatan Darat A.S.
Ia adalah penerima penghargaan Purple Heart akibat luka yang dideritanya dalam misi terpisah pada 2010 di Afghanistan. Sebagai sersan kelas satu pada 2012, Payne memenangkan Kompetisi Penjaga Rangers Terbaik Angkatan Darat, mewakili USASOC.
Payne menikah, memiliki tiga anak dan saat ini ditempatkan di Fort Bragg, North Carolina. Ia berasal dari kota Batesburg-Leesville dan Lugoff di South Carolina.
Minggu lalu, Menteri Pertahanan Mark Esper mendukung pemberian Medal of Honor kepada seorang tentara yang menderita luka bakar fatal ketika bertugas menyelamatkan sesama tentara di Irak pada 2005. Sersan Angkatan Darat. Kelas 1 Alwyn C. Cashe dari Florida sebelumnya menerima Bintang Perak atas tindakannya.
Sumber: VOA Indonesia