Jumat, 31 Juli 2020 12:02
Editor : Nur Hidayat Said

RAKYATKU.COM - Seorang warga Washington DC, Amerika Serikat, memanfaatkan pandemi Covid-19 sebagai kesempatan menguji dirinya sendiri dengan berlari 350 kilometer. Ada alasan lain mengapa dia berlari sejauh itu.

 

Pelari maraton Corey Cappelloni memiliki catatan lari yang mengagumkan. Dia telah melakukan berbagai jenis maraton, termasuk lomba enam hari di Gurun Sahara, yang diyakini sebagai salah satu ultramaraton terberat di dunia.

Namun, yang terakhir, lari 350 kilometer dari Washington DC ke Scranton, Pennsylvania, mungkin yang paling sulit di antara semuanya.

Baca Juga : Heboh, Pria Memakai Kaos Oblong Bersarung Biru Munculkan Uang dari Balik Bantal

Dia rela berlari untuk menemui neneknya yang didiagnosis terjangkit Covid-19. Corey menjelaskan, "Dia semakin tertekan dan takut, khawatir dia tidak akan lagi dapat melihat kami. Dan tidak ada kontak dengan keluarga! Maksud saya, dia berhubungan melalui telepon, tetapi tidak ada kontak fisik dengan keluarga dan teman-temannya. Semua saya memutuskan untuk mulai mengiriminya hadiah-hadiah kecil setiap pekan. Saya akan mengiriminya buku-buku fotografinya, cokelat dan camilan."

 

Gagasan mengenai berlari dari Washington DC ke Scranton untuk menengok Ruth sang nenek muncul dari kekasih Cappelloni, Susan Kamenar. Kamenar mengatakan, "Anda tahu, luar biasa sekali melihat dia menelepon neneknya setiap dua hari, betapa dia berupaya membuat neneknya bersemangat. Saya lihat ini sangat mengharukan!"

Pasangan ini membahas gagasan tersebut dengan panti jompo di mana Ruth tinggal dan membuatnya sebagai kesempatan untuk menggalang dana bagi fasilitas tersebut.

Baca Juga : Wanita Ini Cek Rekening Bank Setelah 60 Tahun, Perubahan Saldonya Bikin Kaget

Berbekal tekad dan peta dari Google Maps, mereka memutuskan Susan akan mendampingi kekasihnya di dalam mobil caravan dan bertanggung jawab untuk logistik dan dokumentasi perjalanan tersebut.

Namun, beberapa hari sebelum rencana mereka berjalan, Cappelloni diberitahu oleh panti jompo itu bahwa neneknya didiagnosis terjangkit Covid-19.

Kamenar mengemukakan, "Kami menyewa sebuah mobil karavan untuk menuntaskan misi ini; kami ingin sebisa mungkin mandiri dan menjaga jarak, jadi penting sekali bagi kami untuk benar-benar mandiri dan sebanyak mungkin tidak berhubungan dengan orang-orang. Jadi, mobil karavan menjadi rumah kami, saya yang akan mengemudikannya!"

Baca Juga : Viral Petani Ukraina "Curi" dan Tarik Tank Rusia Pakai Traktor

Jarak 350 kilometer dibagi menjadi tujuh bagian, masing-masing sekitar 50 kilometer. Cappelloni menjelaskan, "Biasanya, pada waktu kita melakukan ultramaraton, kita berlatih untuk itu, ada beberapa hari istirahat sebelum ultramaraton, kita melakukannya, lalu bersantai beberapa hari! Sedangkan bagian yang sulit kali ini adalah saya melakukan lari ultramaraton demi ultramaraton. Tujuh ultramarathon, tubuh dan pikiran akan benar-benar lelah dan sakit."

Pada hari ketujuh, Cappelloni berhasil tiba di panti jompo. Namun, dia tidak dapat benar-benar menemui neneknya. Meskipun sang nenek merasa lebih baik, dia sedang dalam karantina yang ketat dan tidak dapat menerima tamu.

Mereka masih dapat berbicara melalui jendela. Cappelloni mengatakan, "Sejujurnya, itu hal terkecil yang dapat saya lakukan karena dia selalu ada untuk saya. Semua yang saya capai dalam hidup, dapat saya lihat berasal darinya. Saya juga ingin menghargai para staf yang merawatnya, mereka benar-benar heroik!"

Baca Juga : Pria Ini Kesulitan Bernapas Bertahun-tahun, Ternyata Ada Gigi Tumbuh di Rongga Hidung

Sejauh ini Cappelloni telah mengumpulkan lebih dari 25 ribu dolar, dan donasi terus berdatangan. Dana itu akan digunakan untuk membeli ponsel pintar dan tablet agar para lansia dapat dengan mudah.

Sumber: VOA Indonesia