Sabtu, 04 Juli 2020 11:01

Singgung Rumah Susun untuk WNA, MUI Pusat Keluarkan Sikap terhadap RUU Cipta Kerja

Alief Sappewali
Konten Redaksi Rakyatku.Com
Singgung Rumah Susun untuk WNA, MUI Pusat Keluarkan Sikap terhadap RUU Cipta Kerja

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat mengeluarkan sikap resmi terhadap RUU Cipta Kerja. Ada yang diberi apresiasi, sebagian diberi catatan.

RAKYATKU.COM - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat mengeluarkan sikap resmi terhadap RUU Cipta Kerja. Ada yang diberi apresiasi, sebagian diberi catatan.

Salah satu yang mendapat apresiasi, terkait jenis investasi asing yang tidak dibolehkan di Indonesia. Setidaknya ada tujuh jenis.

Pertama, perjudian dan kasino. Kedua, budi daya dan produksi narkotika golongan I. Ketiga, industri pembuatan senjata kimia. Keempat, industri pembuatan bahan perusak lapisan ozon (BPO). Kelima, penangkapan spesies ikan yang tercantum dalam Appendix I. Keenam, pemanfaatan dan pengambilan koral/karang dari alam. Ketujuh, industri berbasis pornografi dan prostitusi.

Namun, ada beberapa hal yang dikoreksi. Antara lain pengaturan yang terkait erat dengan ajaran Islam dan kepentingan umat Islam. Di antaranya materi pengaturan halal, perizinan halal terhadap UMKM, dan perbankan syariah. 

MUI meminta agar halal dikeluarkan dari rezim perizinan  berusaha dan dikembalikan kepada ruhnya, yaitu hukum agama Islam.

Menurut MUI, halal merupakan bagian integral ajaran Islam dan keyakinan yang harus dipatuhi dan ditunaikan oleh setiap umat Islam. 

Untuk itu, pengaturan tentang halal dalam RUU Cipta Kerja hendaknya bukan semata-mata diletakkan pada kepentingan dan motif ekonomi atau investasi serta mengabaikan prinsip-prinsip keagamaan misalnya dengan adanya pasal di dalam RUU yang membuka peluang ditetapkannya kehalalan oleh pihak-pihak tertentu yang tidak memiliki otoritas keagamaan Islam. 

Dalam pandangan MUI, apabila halal menjadi bagian dari perizinan dan penyederhanaan berusaha maka disamping RUU ini berpotensi melanggar prinsip-prinsip agama, juga hal ini menjadikan halal sebagai ketentuan yang bersifat imperatif yang mengikat pelaku usaha dan dapat membebani.

"Hal ini menjadikan kontraproduktif dengan semangat RUU Cipta Kerja, yaitu penyederhanaan perizinan berusaha. Halal seharusnya dikeluarkan dari rezim perizinan dan penyederhanaan berusaha serta dikembalikan kepada ruhnya, yaitu sebagai hukum agama Islam yang merupakan domain ulama yang terwadahi di MUI," tegas MUI dalam pernyataan sikapnya.

Berikut pernyataan sikap resmi MUI selengkapnya:

Singgung Rumah Susun untuk WNA, MUI Pusat Keluarkan Sikap terhadap RUU Cipta Kerja

RAKYATKU.COM - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat mengeluarkan sikap resmi terhadap RUU Cipta Kerja. Ada yang diberi apresiasi, sebagian diberi catatan.

Salah satu yang mendapat apresiasi, terkait jenis investasi asing yang tidak dibolehkan di Indonesia. Setidaknya ada tujuh jenis.

Pertama, perjudian dan kasino. Kedua, budi daya dan produksi narkotika golongan I. Ketiga, industri pembuatan senjata kimia. Keempat, industri pembuatan bahan perusak lapisan ozon (BPO). Kelima, penangkapan spesies ikan yang tercantum dalam Appendix I. Keenam, pemanfaatan dan pengambilan koral/karang dari alam. Ketujuh, industri berbasis pornografi dan prostitusi.

Namun, ada beberapa hal yang dikoreksi. Antara lain pengaturan yang terkait erat dengan ajaran Islam dan kepentingan umat Islam. Di antaranya materi pengaturan halal, perizinan halal terhadap UMKM, dan perbankan syariah. 

MUI meminta agar halal dikeluarkan dari rezim perizinan  berusaha dan dikembalikan kepada ruhnya, yaitu hukum agama Islam.

Menurut MUI, halal merupakan bagian integral ajaran Islam dan keyakinan yang harus dipatuhi dan ditunaikan oleh setiap umat Islam. 

Untuk itu, pengaturan tentang halal dalam RUU Cipta Kerja hendaknya bukan semata-mata diletakkan pada kepentingan dan motif ekonomi atau investasi serta mengabaikan prinsip-prinsip keagamaan misalnya dengan adanya pasal di dalam RUU yang membuka peluang ditetapkannya kehalalan oleh pihak-pihak tertentu yang tidak memiliki otoritas keagamaan Islam. 

Dalam pandangan MUI, apabila halal menjadi bagian dari perizinan dan penyederhanaan berusaha maka disamping RUU ini berpotensi melanggar prinsip-prinsip agama, juga hal ini menjadikan halal sebagai ketentuan yang bersifat imperatif yang mengikat pelaku usaha dan dapat membebani.

"Hal ini menjadikan kontraproduktif dengan semangat RUU Cipta Kerja, yaitu penyederhanaan perizinan berusaha. Halal seharusnya dikeluarkan dari rezim perizinan dan penyederhanaan berusaha serta dikembalikan kepada ruhnya, yaitu sebagai hukum agama Islam yang merupakan domain ulama yang terwadahi di MUI," tegas MUI dalam pernyataan sikapnya.

Berikut pernyataan sikap resmi MUI selengkapnya: