Selasa, 09 Juni 2020 14:59

Hakim Sakit, Kesaksian Lurah pada Kasus Korupsi Fee 30% Ditunda

Nur Hidayat Said
Konten Redaksi Rakyatku.Com
Terdakwa Hamri Hayya (berdiri) saat menunggu persidangan, Selasa (9/6/2020). 
Terdakwa Hamri Hayya (berdiri) saat menunggu persidangan, Selasa (9/6/2020). 

Hakim Sakit, Kesaksian Lurah pada Kasus Korupsi Fee 30% Ditunda

RAKYATKU.COM, MAKASSAR - Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi kegiatan sosialisasi, workshop, penyuluhan, pembinaan, pelatihan, bimbingan teknis pada Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) dan 15 Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Kecamatan di Wilayah Kota Makassar tahun anggaran 2017 yang dijadwalkan hari ini, Selasa (9/6/2020), ditunda.

Sidang lanjutan kasus dengan sebutan fee 30 persen dengan terdakwa Hamri Hayya ini, dijadwalkan menghadirkan tiga orang saksi, yakni Firman Pagarra yang menjabat Kasubag Humas Pemkot Makassar, Lurah Rappocini, dan Lurah Gunung Sari.

Akan tetapi, akhirnya sidang ditunda karena seorang hakim add hock yang menangani perkara ini yaitu Andi Sukri sedang sakit. Di sisi lain, saksi Firman Pagarra tidak bisa mengikuti persidangan karena sementara melayat.

"Sidang ditunda karena ada hakim yang sakit dan saksi (Firman Pagarra) ada yang sementara melayat dan mengikuti rapat (lurah)," ungkap Kamaria, jaksa yang menangani perkara ini.

Kamaria mengatakan, saksi Firman sejak pagi datang ke pengadilan untuk menghadiri persidangan. Namun, akhirnya ia meninggalkan pengadilan karena pergi melayat. "Dari pagi datang, tapi tadi sekitar jam satu pergi melayat," katanya.

Hal serupa disampaikan terdakwa Hamri Hayya perihal penundaan sidang. Ia menyebut lurah yang akan hadir sementara mengikuti rapat yang tidak bisa ditinggalkan. "Saksi ada rapat," ungkapnya.

Sementara itu, Firman Pagarra mengatakan telah berada di pengadilan sejak pagi sebelum ia pergi melayat. "Jadwal sidangnya jam 10 tapi ditunda. Saya sudah balik, mau melayat dulu ada kedukaan," sebut Firman Pagarra.

Pada sidang sebelumnya, mantan Wali Kota Makassar, Mohammad Ramdhan Pomanto telah memberi kesaksian. Dalam sidang yang dipimpin Daniel Pratu saat itu, Danny Pomanto mengatakan tidak mengetahui soal penganggaran kegiatan sosialisasi kecamatan yang telah mendudukkan Erwin Hayya sebagai terdakwa.

Sebelum Danny memberi kesaksian, Erwin Hayya terlebih dahulu bersaksi. Di mana ia menyebut sosialisasi camat-camat dan anggaran nya diinisiasi sendiri olehnya tanpa diketahui oleh Danny Pomanto yang menjabat wali kota saat itu. 

Dalam perkara ini, JPU mendakwa Hamri Hayya bersalah telah melanggar pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 ayat (1), jo. Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.

Dia dinilai menguntungkan dirinya sebesar Rp2.378.754.753,70 hingga mengakibatkan kerugian keuangan negara pada Kecamatan Rappocini sebesar Rp1.928.754.753,70 yang merupakan bagian dari total kerugian keuangan negara berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksan Investigatif BPK RI Nomor:104/LHP/XXI/12/2018 tertanggal 31 Desember 2018 yakni sebesar Rp26.993.804.083,79. Atas perbuatannya, JPU mendakwa Hamri Hayya dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun.

Dalam perjalanan kasus ini, Hamri sempat menjalani penahanan namun menjelang Lebaran, majelis Hakim mengabulkan permohonan penangguhan penahanan Hamri hingga saat ini.