Kamis, 04 Juni 2020 19:48

Sidang Dugaan Korupsi Fee 30%: Erwin Hayya Beberkan Peran Mantan Camat Rappocini

Nur Hidayat Said
Konten Redaksi Rakyatku.Com
Dugaan korupsi kegiatan sosialisasi, workshop, penyuluhan, pembinaan, pelatihan, bimbingan teknis pada Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) dan 15 Organisasi Perangkat Daerah (OPD) kecamatan di wilayah Kota Makassar tahun anggaran 2017 kembali digelar, Kamis (4/6/2020).
Dugaan korupsi kegiatan sosialisasi, workshop, penyuluhan, pembinaan, pelatihan, bimbingan teknis pada Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) dan 15 Organisasi Perangkat Daerah (OPD) kecamatan di wilayah Kota Makassar tahun anggaran 2017 kembali digelar, Kamis (4/6/2020).

Dugaan korupsi kegiatan sosialisasi, workshop, penyuluhan, pembinaan, pelatihan, bimbingan teknis pada Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD).

RAKYATKU.COM, MAKASSAR - Dugaan korupsi kegiatan sosialisasi, workshop, penyuluhan, pembinaan, pelatihan, bimbingan teknis pada Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) dan 15 Organisasi Perangkat Daerah (OPD) kecamatan di wilayah Kota Makassar tahun anggaran 2017 kembali digelar, Kamis (4/6/2020).

Dalam sidang kanjutan yang lebih dikenal dengan kasus fee 30 persen ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan Erwin Hayya sebagai saksi. Mantan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Makassar itu telah menjadi terpidana dalam kasus ini. Kesaksian Erwin disampaikan secara video conference.

Sidang yang dipimpin oleh Daniel Pratu sebagai hakim ketua ini mendudukkan Hamri Hayya sebagai terdakwa.

Dalam kesaksiannya, Erwin Hayya mengatakan bahwa pemotongan dana (cash back) kegiatan sosialisasi yang diterima oleh semua kecamatan merupakan inisiatif darinya sebagai Kepala BPKAD saat itu. Di mana uang dari camat-camat tersebut selanjutnya disetor ke terdakwa Hamri Hayya.

"Inisiatif saya dan saya sudah sampaikan ke terdakwa kalau ada yang setor tolong diterima dan ia mengiayakan," ungkapnya dalam persidangan.

Setelah uang cash back dari beberapa Kecamatan berhasil dikumpulkan, selanjutnya  terdakwa menyerahkannya secara bertahap ke Erwin Hayya. 

"Dari camat-camat terdakwa serahkan langsung ke saya semuanya. Utuh ke saya atas perintah saya tanpa perintah orang lain," tuturnya.

Adapun total uang cash back yang dikumpulkan dari beberapa kecamatan melalui terdakwa yang kemudian disetorkan kepadanya, Erwin mengaku lupa jumlahnya.

"Kan itu bertahap kalau tidak salah ada yang Rp240 juta, Rp1,05 miliar, Rp150 juta dan khusus dari Kecamatan Rappocini itu setorannya senilai Rp1,440 miliar," jelas Erwin Hayya.

Ia berdalih, dana cash back yang diambil dari anggaran kegiatan sosialisasi untuk beberapa kecamatan tersebut, merupakan inisiatif pribadinya agar pembahasan APBD Makassar yang sedang berjalan bisa berjalan mulus. "Iya semuanya untuk itu, majelis," kata Erwin.

Adapun keterangan dari Erwin Hayya tidak dibantah oleh terdakwa ataupun pengacara terdakwa Hamri Hayya.

Dalam perkara ini, JPU mendakwa Hamri Hayya bersalah telah melanggar pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 ayat (1), jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.

Saat menjabat sebagai Camat Rappocini, Hamri Hayyadiduga telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan dengan Erwin Hayya dan Helmy Budiman, selaku Kepala Bidang Anggaran BPKAD Kota Makassar terhitung sejak Juli 2016 hingga Desember 2017 atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam tahun 2016 sampai dengan tahun 2017 bertempat di Kantor BPKAD Kota Makassar.

Erwin Hayya diketahui merupakan saudara kandung Hamri Hayya. Di mana Erwin Hayya yang lebih awal divonis bersalah oleh Pengadilan Tipikor Negeri Makassar, diketahui pada saat itu bertindak selaku Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Makassar.

JPU menilai perbuatan Hamri Hayya merupakan tindak pidana dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya.

Ia dinilai menguntungkan dirinya sebesar Rp2.378.754.753,70 hingga mengakibatkan kerugian keuangan negara pada Kecamatan Rappocini sebesar Rp1.928.754.753,70 yang merupakan bagian dari total kerugian keuangan negara berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksan Investigatif BPK RI Nomor:104/LHP/XXI/12/2018 tertanggal 31 Desember 2018 yakni sebesar Rp26.993.804.083,79. Atas perbuatannya, JPU mendakwa Hamri Haiya dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun.

Dalam perjalanan kasus ini, Hamri Hayya sempat menjalani penahanan, namun menjelang Lebaran, majelis hakim mengabulkan permohonan penangguhan penahanannya hingga saat ini.