Jumat, 28 Februari 2020 01:00

Otoritas Sepak Bola Inggris Larang Anak-anak Sundul Bola

Nur Hidayat Said
Konten Redaksi Rakyatku.Com
Ilustrasi.
Ilustrasi.

Otoritas sepak bola di Inggris, Skotlandia, dan Irlandia Utara mengeluarkan panduan yang membatasi anak-anak menyundul bola dalam olahraga sepak bola.

RAKYATKU.COM - Otoritas sepak bola di Inggris, Skotlandia, dan Irlandia Utara mengeluarkan panduan yang membatasi anak-anak menyundul bola dalam olahraga sepak bola.

Pembatasan ini berlaku dalam kelompok umur di bawah 18 tahun, sedangkan kelompok umur di bawah 12 tahun dilarang menyundul sama sekali.

Sedangkan bagi kelompok umur antara 12 hingga 16 tahun, akan dilakukan pendekatan berbeda-beda. Panduan ini akan segera diberlakukan, dan hanya berlaku untuk latihan.

Aturan ini diperkenalkan menyusul penelitian yang memperlihatkan, bekas pesepak bola profesional tiga setengah kali lebih besar kemungkinannya mati akibat gangguan otak dibandingkan bukan pesepakbola.

Apa yang terjadi ketika menyundul bola?
Ada kekhawatiran yang terus tumbuh bahwa menyundul bola secara rutin meningkatkan risiko seorang pesepak bola menderita demensia, dan meninggal karena penyakit tersebut.

Bola sepak beratnya hampir setengah kilogram, dan ilmuwan memperhitungkan bola bisa menghantam kepala dengan kecepatan hingga 128 kilometer per jam.

Ketika bola menghantam kepala, otak yang melayang di dalam rongga kepala, terpantul dinding belakang tengkorak, menyebabkan memar.

Kajian yang dilakukan oleh University of British Columbia pada 2018 menemukan bahwa ada peningkatan jumlah darah yang diasosiasikan dengan protein yang terkait dengan kerusakan sel saraf sesudah menyundul bola.

Jika sundulan hanya sekali, kecil kemungkinan menyebabkan kerusakan. Namun dalam periode panjang ditambah efek-efek lain bisa membawa masalah.

Apa bukti peningkatan risiko demensia?
Persoalan ini menjadi berita pada 2002 menyusul kematian bekas pemain klub West Brom dan timnas Inggris Jeff Astle di usia 59 tahun.

Astle didiagnosis mendapat serangan awal demensia. Pengujian ulang terhadap otaknya di tahun 2014 menemukan ia meninggal karena chronic traumatic encephalopathy (CTE).

Ini adalah kondisi otak yang umumnya terhubung ke olah raga tinju yang juga terkait dengan gejala seperti hilang ingatan, depresi dan demensia. Kondisi ini juga ditemukan pada olah raga kontak fisik lainnya.

Koroner menyimpulkan otak Jeff Astle rusak akibat bertahun-tahun menyundul bola sepak.

Pada Februari 2017, peneliti dari University College London (UCL) dan Cardiff University menerbitkan sebuah kajian berdasarkan pengujian post-mortem terhadap enam orang bekas pesepakbola, dan empat di antaranya ditemukan tanda-tanda CTE.

Profesor Huw Morris dari UCL, mengatakan kepada BBC ketika itu: "Kami melihat semacam perubahan seperti yang terjadi pada bekas petinju, perubahan yang kerap disamakan dengan cedera otak yang berulang. Maka untuk pertama kali kami lihat dalam sejumlah pesepakbola ada bukti cedera kepala terjadi pada hidup mereka, dan ini terhubung dengan berkembangnya demensia."

Tahun lalu, sebuah kajian dari Glasgow University memperlihatkan bekas pesepakbola profesional tiga setengah kali lebih besar kemungkinannya meninggal karena demensia daripada orang biasa di usia yang sama.

Namun hingga kini tak ada bukti yang sangat pasti bahwa sepak bola menyebabkan demensia. Hal ini membutuhkan penelitian jangka panjang.

Mengapa sulit membuktikan adanya kaitan langsung?
Penyebab demensia sangat kompleks dan kemungkinan muncul disebabkan oleh berbagai kombinasi seperti umur, gaya hidup dan faktor genetis.

Trauma fisik terhadap otak merupakan satu faktor, tetapi gaya hidup tak sehat seperti merokok dan minum terlalu banyak alkohol serta kelebihan berat badan juga diketahui menjadi faktor penyumbang risiko.

Memperkirakan bagaimana faktor-faktor itu menyebabkan terjadinya demensia adalah sangat sulit.

Penelitian apa yang sedang dikerjakan?
Beberapa lembaga seperti London School of Hygiene and Tropical Medicine (LSHTM), Queen Mary University of London dan Institute of Occupational Medicine telah meluncurkan sebuah kajian yang meneliti 300 mantan pesepakbola.

Mereka meneliti bekas pesepakbola usia antara 50 hingga 85 lewat rangkaian tes yang dirancang untuk melihat kemampuan fisik dan kognitif mereka.

Data dikumpulkan bersama dengan karir si pemain dan faktor gaya hidup.

Maka akan bisa dibedakan antara pemain bertahan dengan penyerang serta pemain lain yang tak terlalu sering menyundul bola.

Hasil tes akan dibandingkan dengan penelitian terhadap masyarakat umum - penelitian yang dikenal dengan nama 1946 Birth Cohort - yang memonitor proses penuaan dalam kelompok usia yang lahir pada tahun itu.

Peneliti utama Profesor Neil Pearce, dari LSHTM, mengatakan: "Kami tak tahu banyak tentang risiko dari gegar otak dalam sepak bola, dan kami nyaris tidak punya gambaran akibat jangka panjang dari menyundul bola terus menerus.

"Penelitian ini untuk pertama kalinya akan menyediakan bukti meyakinkan tentang dampak jangka panjang sepak bola profesional terhadap fungsi kognitif."

Sumber: BBC Indonesia