Rabu, 15 Januari 2020 08:00

Kisah Para Perempuan Penjahit Pakaian Astronaut NASA dengan Tangan

Nur Hidayat Said
Konten Redaksi Rakyatku.Com
Astronaut. (Foto: Quarts)
Astronaut. (Foto: Quarts)

Pakaian yang melindungi para astronaut badan antariksa Amerika Serikat (NASA) dari kondisi luar angkasa yang yang dingin dan kosong itu dijahit.

RAKYATKU.COM - Pakaian yang melindungi para astronaut badan antariksa Amerika Serikat (NASA) dari kondisi luar angkasa yang yang dingin dan kosong itu dijahit dengan susah payah, satu demi satu, oleh tim penjahit ahli yang berbakat.

Ilmuwan. Insinyur. Astronaut. Ini adalah karier yang paling sering dikaitkan dengan ruang angkasa.

Namun, ada kegiatan lain yang jauh lebih tua dari sejarah penerbangan luar angkasa manusia. Sama pentingnya dengan misi hari ini: keterampilan menjahit yang sederhana.

Ketika Jeanne Wilson berusia tujuh tahun, ibunya mengajarinya menjahit. Pada usia sembilan tahun, Wilson sudah merancang dan membuat pakaian boneka.

Selang 10 tahun kemudian, pada 1969, dia adalah salah satu dari beberapa penjahit di ILC Dover. Mereka menjahit pakaian antariksa untuk Neil Armstrong dan Buzz Aldrin untuk pendaratan Apollo 11 di Bulan.

"Kakak saya bekerja di sebuah perusahaan bernama Playtex, yang pada waktu itu terkait ILC Dover," kata Wilson. "Dia membuat bra dan girdle."

Bahan yang ringan dan fleksibel yang dirancang untuk pakaian dalam wanita ternyata juga ideal untuk pakaian antariksa. Saudara perempuan Wilson memberi tahu tentang lowongan kerja membuat pakaian luar angkasa untuk astronot misi Apollo yang baru.

"Saya baru berusia 19 tahun, masih sangat muda. Tapi saya sangat bersemangat."

Wilson meninggalkan pekerjaan menjahit koper. "Itu produksi, jadi semuanya serba cepat," katanya.

"Dan kemudian saya datang ke ILC untuk mengerjakan pakaian antariksa Apollo dan semuanya sangat lambat. Setiap kali Anda menjahit, jahitan itu harus diperiksa, harus dicek, karena yang kami lakukan sangat penting."

Pelatihan ini termasuk belajar cara membaca cetak biru, bekerja dengan insinyur dan menjahit dengan presisi tinggi menggunakan benang yang baru dirancang dan beberapa lapisan kain yang halus.

"Bahkan meskipun terdiri atas 21 lapisan, ketebalannya setipis rambut," kata Wilson.

"Dan Anda akan berpikir bahwa kain itu tidak mahal, sekitar Rp70-80 ribu per lembar. Tidak juga. Harganya hampir US$3.000. Kain-kain itu disimpan di dalam brankas."

Setelan yang sudah selesai dijahit dibawa ke rumah sakit setempat di Dover, Delaware.

"Mereka harus melakukan dua kali penyinaran sinar-X," katanya. "untuk memastikan tidak ada pin atau apapun yang tertinggal dalam pakaian. Ada malam-malam di mana kami pulang, khawatir dan berpikir, "Ya Tuhan, apakah saya meninggalkan pin di dalamnya?"

"Dan kadang-kadang kami susah tidur di malam hari. Hanya menangis dan menangis, karena saya tahu."

Wilson menjahit bagian dada, lengan, dan kaki baju luar angkasa, juga lencana nama astronaut. Penjahit lainnya (mereka semua perempuan) khusus membuat sepatu bot atau, seperti Joanne Thompson, membuat banyak sarung tangan untuk pelatihan dan pendaratan di Bulan.

Para astronaut datang ke Delaware, AS, untuk mencoba baju mereka, sering kali juga menandatangani foto untuk penjahit dan memuji pekerjaan mereka.

"Setiap astronaut punya cetakan tangan mereka masing-masing," kata Thompson.

"Pada bagian telapak tangan ada potongan-potongan panjang yang melewati jari-jari dan melekat pada bagian ruas dan ada celah pada ibu jari. Kami menjahit di sekelilingnya."

Sarung tangan terdiri atas beberapa bagian termasuk belitan - pinggiran kain seperti akordeon yang membuat "pemakainya dapat merentangkan tangan dan menggerakkannya".

Thompson, seperti Wilson, juga belajar menjahit sejak kecil. Dia meninggalkan pekerjaannya di pabrik pakaian untuk bergabung dengan ILC Dover dan bekerja di sana selama 38 tahun.

Sekarang berusia 82 tahun, dia mengingat pengujian terus-menerus yang diperlukan untuk memastikan setelan itu bisa tahan menghadapi kondisi keras di luar angkasa.

"Kami menjahit sepanjang hari, dan tahu bahwa hasilnya akan dihancurkan. Tapi kami tahu hidup seseorang akan bergantung padanya, jadi kami terus bekerja. "

Pada 1973, hanya setahun setelah misi Apollo berakhir, keterampilan para penjahit membantu menyelamatkan stasiun ruang angkasa pertama Amerika, Skylab.

Tak lama setelah diluncurkan, kaca mikrometeoroid pelindung depannya tiba-tiba lepas.

Awaknya tidak bisa naik karena suhu di dalam sangat tinggi. Perlu perisai anti panas sesegera mungkin, dan Aylene Baker direkrut dari kontraktor NASA General Electric untuk membantu membuatnya.

Gambar Aylene yang menarik perhatian, di mesin jahit, dikelilingi oleh material tebal kaca panas yang dipegang oleh beberapa orang, ada di dinding Nasa Johnson Space Center.

"Potongan bahan itu berukuran 6,7 meter kali 7,3 meter," kata putra Aylene, Herb Baker, yang bekerja di NASA selama 42 tahun. "Kami harus membuat berbagai jenis contoh jahitan, yang akan dikirim ke lab untuk diuji sampai robek," kata Thompson.

"Material itu adalah lapisan aluminium yang sangat tipis dan menggunakan Mylar, nilon yang dilaminasi dan lapisan nilon yang tipis. Satu sisi berwarna oranye terang, sisi lain perak. Mereka menyebutnya parasol, seperti bahan payung. Bisa dilipat dan dibuka dengan airlock ilmiah. "

Pelindung panas pengganti itu berfungsi. Gambar Aylene yang menarik perhatian di mesin jahit, dikelilingi material antipanas yang dipegang oleh beberapa orang, ada di dinding Nasa Johnson Space Center.

Di sinilah kedua Aylene, yang meninggal pada 2004, dan Herb pernah bekerja.

Kain pelindung panas dilanjutkan dengan pengembangan pesawat ulang-alik. Jean Wright bergabung dengan kontraktor NASA United Space Alliance dari sebuah toko pakaian untuk menjahit selimut termal untuk pesawat ulang-alik.

"Kami juga membuat pelindung termal. Satu pelindung perlu waktu empat hari untuk dibuat. Dan rata-rata, kami perlu 17 jam untuk menjahit semuanya menjadi 12 lingkaran. Dan mereka hanya dipakai kira-kira untuk tiga penerbangan. Jadi, kami terus melakukannya."

Pesawat ulang-alik pensiun pada tahun 2011 dan pakaian luar angkasa Neil Armstrong sekarang berada di museum. Tapi ILC Dover terus menggunakan penjahit perempuan untuk membuat pakaian mereka (meskipun satu laki-laki kini telah bergabung dengan tim).

"Premis dasar pakaian antariksa tidak berubah," kata sejarawan ILC Dover, Bill Ayrey.

"Pada dasarnya pakaian yang sama sedang digunakan dengan beberapa modifikasi di Stasiun Luar Angkasa Internasional. Jadi, sekali lagi, taruhannya nyawa."

"Jika seorang astronaut keluar, berjalan di ruang angkasa dan pakaian luar angkasa mereka gagal, hidup mereka ada di tangan kita. Setelan itu harus bertahan hingga enam atau tujuh atau mungkin hampir delapan jam perjalanan ruang angkasa yang keras."

Menjahit juga terus diperlukan di area lain industri luar angkasa. Pesawat ruang angkasa BepiColombo dari European Space Agency (Esa) saat ini sedang dalam perjalanan menuju Mercury dan jahitan Yvonne Mayer ada di dalam pesawat.

Mayer, spesialis manufaktur dan integrasi untuk perusahaan kedirgantaraan RUAG di Austria, memulai kariernya di sekolah mode.

"Saya tidak pernah benar-benar tertarik dengan pakaian," katanya.

"Lebih menarik untuk menghasilkan sesuatu yang lebih teknis. Jadi, saya menjahit insulasi untuk pesawat ruang angkasa."

Hasil karya Mayer membantu melindungi instrumen pesawat ruang angkasa dari suhu hingga 450C.

"Kami menggunakan mesin jahit besar berlengan panjang dan, jika ada tempat yang tidak bisa dijangkau, kami menjahit dengan tangan. Jika bahannya terlalu tebal, kami harus menjahit dengan tangan. "

Para "saudari penjahit" ini akhirnya mendapatkan pengakuan atas pekerjaan mereka. Mereka semua menjahit ke bintang-bintang.

"Mungkin orang tidak menduga bahwa kami banyak menjahit dengan tangan, karena [untuk] seluruh 2.200 selimut, kami harus mengikat simpang tempat benang bertemu, membalikkan kain ke belakang dan satu per satu dijahit dengan tangan," kata Wright.

Sumber: BBC Indonesia