Sabtu, 02 November 2019 14:21

Union Berlin, Klub Liga Jerman yang Eksis karena Donor Darah para Suporter

Nur Hidayat Said
Konten Redaksi Rakyatku.Com
Union Berlin. (FOTO: DW)
Union Berlin. (FOTO: DW)

"Para fans bahkan menyumbangkan darah. Di Jerman, pendonor darah dibayar. Uang yang mereka terima kemudian digunakan untuk menjaga agar klub ini tetap hidup."

RAKYATKU.COM - "Para fans bahkan menyumbangkan darah. Di Jerman, pendonor darah dibayar. Uang yang mereka terima kemudian digunakan untuk menjaga agar klub ini tetap hidup."

Kata-kata yang dilontarkan wartawan sepak bola Jerman, Jacob Sweetman, itu menggambarkan pengorbanan para pendukung Union Berlin dalam perjalanan klub tersebut untuk menggapai momen bersejarah.

Mei lalu, Union Berlin menjadi klub pertama dari Berlin Timur yang mampu berkompetisi di Bundesliga—divisi utama sepak bola Jerman.

Pada Sabtu (2/11/2019) ini, mereka akan berhadapan dengan Hertha Berlin, yang berasal dari bagian barat ibu kota Jerman.

Laga itu terbilang historis karena belum pernah ada pertandingan Bundesliga antara klub dari Berlin Timur dan Berlin Barat. Bahkan, laga ini bisa disebut mustahil jika Tembok Berlin masih membelah kota tersebut.

Setelah Perang Dunia II, Jerman terbagi menjadi dua negara. Jerman Timur dikendalikan Uni Soviet yang komunis, sedangkan Jerman Barat dikuasai Inggris, Prancis, dan Amerika Serikat.

Konsekuensinya, Berlin pun terbagi dua. Pada 1961, sebuah tembok dibangun untuk memisahkan kota sekaligus mencegah warga Berlin Timur yang dikendalikan Soviet kabur ke bagian barat. Tembok itu tidak dirubuhkan sampai 1989.

Meski Jerman telah bersatu sejak 1990, tim-tim dari eks Liga Jerman Timur belum ada yang sanggup berkompetisi di Bundesliga. Union Berlin yang pertama.

'Klub milik para fans'

"Tanpa fans, klub ini tidak ada apa-apanya," kata Sweetman kepada BBC.

Kandang Union adalah Stadion An der Alten Forsterei di kawasan Kopenick. Stadion itu mampu menampung 22.000 penonton.

Pada 2008, klub itu terancam kehilangan lisensinya tatkala tribun-tribun penonton lapuk dan berjatuhan. Namun, sebanyak 2.500 pendukung Union turun tangan guna merenovasi stadion. Secara total mereka bekerja selama 140.000 jam.

Menurutnya, para fans yang membangun stadion memakai helm proyek berwarna merah dan saat itu "tiada satupun mata yang kering di sana".

"Mereka membangkitkan klub itu lagi dan membangun sendiri stadion mereka. Anda bisa merasakannya jika pergi ke sana. Stadion itu punya mereka, bukan orang lain," tutur Sweetman.

Dia menambahkan, ada masa-masa ketika Union berada di ambang kebangkrutan.

Akan tetapi, para fans tidak tinggal diam. Mereka menyumbangkan darah dan memberikan uang hasil donor darah ke pihak klub.

Christian Arbeit, kepala komuniasi Union Berlin, mengatakan aksi dengan tajuk 'Berdarah untuk Union' murni dibentuk oleh para pendukung.

"Ini adalah simbol yang sangat kuat dari apa yang orang-orang siap berikan," kata Arbeit.

Kecintaan para fans kepada klub sedemikian kuat sehingga, menurut wartawan Rylan James, sekelompok fans pernah menerobos masuk ke dalam stadion untuk saling mengucapkan Selamat Natal. Sejak saat itu, aksi tersebut diulangi setiap tahun sebagai suatu tradisi.

"Mereka sangat muak klub kalah pada pertandingan terakhir sebelum Natal sehingga mereka pulang dan bersedih," kata James.

"Mereka kemudian sadar, mereka belum mengucapkan Selamat Natal kepada satu sama lain. Jadi, mereka menerobos ke dalam stadion dengan minuman anggur dan biskuit seraya menyanyikan Selamat Natal serta bernyanyi lagu-lagu Natal di garis tengah lapangan," paparnya.

'Emosi cadas—begitulah Union'

Saat Union bertanding di kandang, tidak ada hiburan saat jeda, iklan, atau musik. Arbeit mengatakan pihak klub tidak perlu "memberikan para fans bantuan untuk merayakan".

"Jika tim kami mencetak gol, ada ledakan keriuhan dan emosi di dalam stadion," katanya.

"Presiden klub melintasi lapangan parkir sebagai fans biasa. Kami erat bersama. Oarng-orang tahu mereka disambut dengan apa yang mereka bawa—gagasan, karya tangan sendiri. Mereka tahu klub mengapresiasinya," imbuh Arbeit.

Seorang pendukung bernama Ingo Petz berkata: "Saya pergi ke Union karena ini adalah klub proletar. Orang-orang suka minum bir. Ada koneksi kuat antara pengendara motor dan orang-orang kenal satu sama lain.

"Emosi cadas ini, begitulah Union. Sepak bola adalah tempat terakhir kami bisa menikmati semua emosi ini dan Union merupakan sebuah tempat yang mempersilakan kami mendukung tim dengan sikap kreatif dan gaduh."

"Orang-orang di tengah masyarakat mencari tempat di mana mereka dihargai—bukan sebagai konsumen tapi sebagai manusia."

'Tembok harus runtuh' dan cerita pemberontakan lain

Nama Union Berlin disematkan pada 1966. Sekitar 60 tahun sebelumnya, klub tersebut memakai beragam nama.

Terlepas dari namanya, menurut Sweetman, klub tersebut senantiasa mengusung identitas "anti-penguasa".

Ada banyak kisah para pendukung klub meneriakkan 'tembok harus runtuh' saat tendangan bebas, karena hanya pada momen tersebut teriakan semacam itu diperbolehkan di Jerman Timur.

"Mereka adalah klub yang mewakili kaum mereka saat Perang Dingin. Berlin adalah kotanya para pemberontak. Anda akan kesulitan menemukan klu yang tidak mewakili pemberontak," kata Sweetman.

Arbeit mengaku sikap "memberontak" tersebut melahirkan "budaya alternative" yang masih eksis di dalam klub hingga sekarang.

"Orang-orang berambut gondrong, berjanggut, dan sebagainya—mereka pergi ke Union dan merasakan kebebasan serta keliaran," terang Arbeit.

"Tidak ada sikap oposisi politik secara gamblang, tapi jika Anda adalah anak muda yang ingin merasakan kebebasan dan menikmati hidup, Anda akan mendukung Union.

"Selama mereka bebas melakukan yang mereka inginkan, mereka merasa hidup. Union menjadi rumah bagi mereka."

Berada di Bundesliga

Saat menjalani laga debut Bundesliga di kandang—kalah 4-0 dari RB Leipzig—para pendukung mengusung hampir 500 poster foto rekan-rekan mereka yang sudah meninggal dunia.

"Poster yang mewakili orang-orang yang tidak bisa berada di sini, menggambarkan klub ini dalam berbagai wujud," kata Sweetman.

Petz menambahkan: "Suasananya sangat emosional. Kami membawa teman dan anggota keluarga kami yang meninggal ke dalam stadion. Sangat menghormati mereka."

Hari ketika mereka dipastikan menembus Bundesliga juga emosional dan Arbeit mengaku dirinya "tidak tahu kapan perasaan itu akan berhenti".

"Jika saya menyaksikan foto-foto itu, saya langsung menangis. Begitu menakjubkan bisa melihat kekuatan sepak bola pada masa-masa sekarang, saat seorang pendukung mengalami kesuksesan yang paling tidak bisa dipercaya.

"Para fans tahu tahun ini akan sangat sulit di Bundesliga. Kami harus berjuang sampai pertandingan terakhir untuk tetap berkiprah."

Sumber: BBC Indonesia