RAKYATKU.COM, MAKASSAR - Partai Golkar memutuskan Andi Ina Kartika Sari sebagai Ketua DPRD Sulsel. Ina sebelumnya bersaing dengan Fahruddin Rangga, Hatta Marakarma, Zulkifli Zain, John Rende Mangontan, Sofyan Syam, serta Rahman Pina dalam perebutan kursi Ketua DPRD Sulsel.
Pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Makassar, Andi Luhur Priyanto berpandangan, penentuan pimpinan DPRD sekarang ini, murni wewenang partai politik, terutama pimpinannya.
"Tidak ada rumus rasional selain kedekatan. Bukan hanya kedekatan biologis, tapi juga kedekatan politis," kata Luhur saat dikonfirmasi Rakyatku.com, Rabu (9/10/2019).
Makanya kata Luhur, jangan heran jika kursi pimpinan di legislatif, tidak lagi berdasarkan figur dengan peraih kursi terbanyak.
"Dengan demikian, jumlah suara pemilih dan pengalaman tidak selalu linier. Kriteria prestasi, dedikasi, loyalitas serta tidak tercela (PDLT) yang pernah menjadi budaya organisasi di Golkar, juga semakin terkikis," tambahnya.
Dia menjelaskan, semua kandidat berupaya mengakses level pengambilan keputusan di DPP. Penentuan Ketua DPRD Sulsel ini, juga merefleksikan kekuatan pengurus DPD I Golkar Sulsel, di bawah komando Nurdin Halid (NH).
"Artinya antara calon yang di-endorse NH, dengan yang diakomodasi DPP, menggambarkan juga tingkat otoritas kepemimpinan NH," ujarnya.
Ina Kartika lanjuta Luhur, sebenarnya punya nilai lebih pada modal pengalaman, dan kedekatan dengan pengambil keputusan di Partai Golkar. Sebagai pimpinan sementara, Ina yang juga Bendahara Golkar Sulsel ini, lebih mudah membuktikan performa kepemimpinannya.
"Tanpa resistensi dan bisa meyakinkan pimpinan, tentu mudah untuk mendefenitifkannya. Apalagi politik memang juga soal take and give," kata Luhur.
Di luar Ina, sebenarnya ada nama Rahman Pina dan Andi Hatta Marakarma. Meskipun baru di DPRD Sulsel, tetapi keduanya adalah politisi kawakan dengan akses politik lintas partai yang luas.
"Kemampuan komunikasi politik mereka sebenarnya justru di butuhkan Partai Golkar, dalam mendinamisasi dan mengendalikan hubungan dengan Pemprov Sulsel," urai Luhur.
"Semua opsi-opsi itu kembali ke pimpinan Partai Golkar. Dengan tren penurunan kursi parlemen yang dari Pemilu ke Pemilu, Partai Golkar harusnya mengatur formasi pimpinan DPRD dengan baik," pungkasnya.