Jumat, 04 Oktober 2019 15:03

Pemerintah Dituding Gunakan Buzzer, Ini Penjelasan Istana

Ibnu Kasir Amahoru
Konten Redaksi Rakyatku.Com
Ali Mochtar Ngabalin. Ist
Ali Mochtar Ngabalin. Ist

Pihak Istana angkat bicara terkait tudingan pemerintah telah mengandalkan para pasukan siber alias buzzer untuk mendukung setiap kebijakan yang dikeluarkan.

RAKYATKU.COM - Pihak Istana angkat bicara terkait tudingan pemerintah telah mengandalkan para pasukan siber alias buzzer untuk mendukung setiap kebijakan yang dikeluarkan.

Tenaga Ahli Utama Kedeputian IV Kantor Staf Kepresidenan Ali Mochtar Ngabalin membantah tudingan tersebut. Menurutnya, sosialiasi kebijakan selalu melalui kementerian dan lembaga terkait, serta pemberitaan di media-media resmi yang terdaftar di Dewan Pers.

"Yang pasti tidak mungkin pemerintah mengorganize, tidak mungkin, bagaimana mungkin lembaga negara mengorganize lembaga-lembaga di luar pemerintah. Dia punya departemen penerangan, ada badan sandi siber negara, jadi logika itu tidak boleh diputarbalikkan," kata Ngabalin, Jumat (4/10/2019).

Ia kemudian mengklaim kalau pemerintah berkomitmen membersihkan buzzer-buzzer yang menyampaikan informasi yang menggangu kestabilan negara, termasuk buzzer yang pro terhadap pemerintah.

"Negara harus menertibkan, harus tidak bisa tidak. Karena negara punya kuasa untuk menertibkan keamanan dalam negeri. Kalau enggak kan bisa bubar," tegasnya dilansir Suara.

Sebelumnya, sebuah penelitian oleh dua ilmuwan Oxford, Samantha Bradshaw dan Philip N Howard dalam laporan bertajuk The Global Disinformation Order, 2019 Global Inventory of Organised Social Media Manipulation menyebut pemerintah dan partai-partai politik Indonesia mengerahkan serta membiayai pasukan siber alias buzzer di media sosial untuk memanipulasi opini publik.

Dalam penelitian itu, pemerintah dan partai-partai politik di Indonesia menggunakan buzzer untuk menyebarkan propaganda pro pemerintah/partai, menyerang lawan politik, dan menyebarkan informasi untuk memecah-belah publik.

Selain itu ditemukan juga bahwa di Indonesia, pemerintah dan partai-partai politik memanfaatkan pihak swasta atau kontraktor serta politikus untuk menyebarkan propaganda serta pesan-pesannya di media sosial. Sementara alat yang digunakan adalah akun-akun palsu yang dioperasikan oleh orang-orang dan oleh bot.