Senin, 12 Agustus 2019 15:14

Minat Investasi Makin Tinggi, Buka 6,3 Juta Lapangan Pekerjaan dalam 4 Tahun

Nur Hidayat Said
Konten Redaksi Rakyatku.Com
BKPM.
BKPM.

Ibarat gadis cantik, Indonesia terus mematut-matutkan diri bersolek agar negara ini menjadi tujuan investasi.

RAKYATKU.COM - Ibarat gadis cantik, Indonesia terus mematut-matutkan diri bersolek agar negara ini menjadi tujuan investasi. Upaya keras itu termasuk terus membenahi iklim usaha, bahkan memberikan pemanis (insentif) pun dilakukan untuk menarik investasi tersebut.

Usaha keras itu tidak sia-sia. Bangsa ini patut bersyukur masih tetap menjadi salah satu negara tujuan investasi. Indikator itu bisa terlihat dalam empat tahun terakhir atau selama kurun waktu 2015-2018 menunjukkan tren yang positif.

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat pertumbuhan realisasi investasi selama empat tahun terakhir menunjukkan tren yang cukup positif. Tercatat selama kurun waktu 2015-2018, realisasi investasi mencapai Rp2.572,30 triliun melampaui target dalam rencana strategis lembaga itu sebesar Rp2.558,10 triliun.

Upaya giat untuk mengajak investor menanamkan investasinya ke negara ini memang menjadi perhatian serius pemerintah, termasuk Presiden Joko Widodo. Bahkan dalam satu kesempatan membuka Rakornas BKPM, kepala negara telah mewanti-wanti. “Investasi dan ekspor itu kunci. Bila ada hambatan, lembaga terkait harus menyelesaikannya.”

BKPM pun menyadari tugas berat ini. Lembaga di bawah komando Thomas Lembong inipun telah menetapkan investasi sebagai bagian ikut menyelesaikan masalah bangsa.

Melalui derasnya investasi, harapannya tentu membawa multiplier effect yang dapat memperluas peluang usaha, mendorong produksi barang dan jasa di dalam negeri, meningkatkan penyediaan lapangan kerja, menurunkan angka ketimpangan ekonomi, serta meningkatnya pendapatan masyarakat.

Berkaitan dengan investasi yang masuk, Kepala BKPM Thomas Lembong mengemukakan, perkembangan realisasi investasi dari 2015 hingga 2018 menunjukkan tren yang positif.

(BKPM) mengungkapkan hasil investasi sepanjang 2015 hingga 2018 juga telah menciptakan sekitar 6,3 juta lapangan kerja baru.

Thomas Lembong mengatakan pembukaan lapangan kerja bakal berdampak kepada pendapatan masyarakat. "Terutama untuk investasi sektor orientasi ekspor dan substitusi barang atau jasa impor," katanya. 

Namun, dia mengakui, investasi pada tahun lalu memang terjadi pelambatan. “Namun, itu semua tidak terlepas dari perkembangan investasi global yang juga menurun,” ujarnya.

Menurut data BPKM, realisasi investasi periode 2018 mencapai Rp721,3 triliun, naik 4,1% dibandingkan dengan 2017. Sesuai dengan RPJM BKPM, investasi 2018 ditargetkan bisa diperoleh Rp765 triliun. Artinya realisasi target itu mencapai 94,3%.

Di sisi lain, investasi dari dalam negeri (PMDN) selama 2018 juga cukup menjanjikan karena tumbuh 25,3% dibandingkan dengan periode sebelumnya, atau mencapai Rp328,6 triliun.

Khusus realisasi  investasi asing (PMA) selama tahun lalu mencapai Rp392,7 triliun, turun 8,8% dibandingkan dengan realisasi 2017 sebesar Rp430,5 triliun. Penurunan ini, seperti disampaikan Lembong, merupakan bagian dari ekses investasi global yang juga mengalami penurunan.

Dari sisi minat, BKPM membagi minat investasi dalam tiga kluster, masing-masing sektor primer, sekunder, dan tersier. Dari ketiga sektor itu, minat investasi asing sepanjang 2018 tercatat yang paling banyak di sektor tersier yang mencapai USD14,12 miliar. Sektor tersier itu meliputi a.l. listrik, gas, konstruksi, telekomunikasi.

Berikutnya, sektor sekunder dengan total investasi mencapai USD10,34 miliar. Sektor ini kebanyakan bergerak di sektor industri a.l. makanan, kimia dan farmasi, logam dasar, mesin dan elektronik.

Pertanyaan selanjutnya, bagaimana prospek investasi 2019? Baik pemerintah maupun pelaku usaha masih menyakini prospek iklim investasi tahun ini masih di jalur yang benar meskipun tahun ini disebut dengan tahun politik.

Wajar saja, optimisme itu masih membuncah. Apa pasal? Sejumlah prasyarat sebagai negara tujuan investasi melekat ke negara ini. Misalnya laporan United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) yang menempatkan Indonesia menduduki peringkat ke-4 sebagai negara yang paling menarik untuk tujuan investasi.

Begitu juga dilihat dari indeks easy of doing business. Diakui, peringkat kemudahan berbisnis di Indonesia mengalami turun peringkat pada 2018, menjadi peringkat 73 dari semula peringkat 72.

Turunnya indeks kemudahan berbisnis tentu menjadi peringatan bagi semua pemangku kepentingan agar segera memperbaiki aspek iklim bisnis tersebut. Pasalnya, negara-negara baik di level Asia maupun Afrika juga berlomba-lomba menarik investor masuk ke negaranya.

Bahkan, meningkatnya tensi perang dagang antara Beijing dan Washington, yang mendorong perusahaan manufatur global untuk memindahkan produksinya dari Cina, negara-negara itu berusaha menangkap peluang larinya investor itu dengan menawarkan insentif menarik.

Bayangkan di tingkat Asia Tenggara saja, Vietnam misalnya, dalam 10 tahun terakhir ini telah berhasil menarik sejumlah negara, seperti Jepang, Korea Selatan merelokasi manufakturnya dari Cina ke Vietnam. Salah satu pemanis yang ditawarkan Negeri Paman Ho itu adalah negara itu terkenal memiliki pekerja yang mau bekerja keras.

Pemerintah pun menyadari persaingan antarnegara untuk menggaet investasi. Berbagai instrumen kebijakan telah diluncurkan pemerintah untuk menarik investor menanamkan modalnya di Indonesia. Tujuannya jelas, ekonomi bergerak, dan lapangan kerja terbuka semakin luas.

Bahkan tahun lalu, pemerintah telah meluncurkan kebijakan tax holiday. Bisa dikatakan kebijakan itu sangat progresif. Pasalnya, setelah pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan XVI, pemerintah kembali menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan No. 150/PMK.010/2018  tentang Fasilitas Pengurangan Penghasilan Badan.

Salah satu bentuk tax holiday itu a.l. bagi industri pionir yang memiliki nilai penanaman modal setidaknya Rp100 miliar, mereka berhak memperoleh pengurangan pajak penghasilan badan atas penghasilan yang diterima.

Begitu juga bagi penanaman modal baru minimal Rp500 miliar berhak memperoleh pengurangan pajak penghasilan badan sebesar 100 persen dari jumlah pajak penghasilan badan terutang. Tidak itu saja, mereka juga mendapatkan kelonggaran dalam jangka waktu pemberian pengurangan pajak penghasilan mulai dari lima tahun hingga 20 tahun.

Tak dipungkiri, tak ada gading yang tak retak. Tentu masih banyak kekurangan-kekurangan yang harus terus diperbaiki, terutama berkaitan dengan regulasi dan kepastian hukum.

Dalam konteks regulasi misalnya, memang masih banyak regulasi yang tidak berpihak investasi. Adanya online single submission (OSS) sebenarnya sebuah terobosan yang luar biasa dari sisi regulasi. Namun, pemerintah juga diminta segera melakukan harmonisasi regulasi, baik di tingkat pusat maupun daerah sehingga adanya OSS itu menjadi efektif. 

Pada kesempatan lain, Kepala Badan Pembangunan Perencanaan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro menekankan target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 adalah penambahan 10 juta lapangan kerja baru. 

Hingga saat ini, target yang telah tercapai sebesar 9,4 juta lapangan kerja, termasuk hasil investasi.

Bambang menjelaskan penciptaan lapangan kerja terbanyak berasal dari investasi. Namun, dia berharap supaya penambahan lapangan kerja ini tidak mengandalkan perekrutan Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN).  Perekrutan tenaga kerja harus lebih banyak berasal dari perusahaan swasta untuk mengejar target pemerintah. 

"Baik investasi baru atau ekspansi, perusahaan yang ada harus terus bertambah jangan sampai investasi kabur ke luar negeri," ujar Bambang.  

Dia juga menyoroti porsi pengangguran yang masih mencapai 7 juta orang berdasarkan survei angkatan kerja tahun 2018. Pemerintah dan pelaku usaha harus bersinergi menjaga kesesuaian suplai tenaga kerja untuk kebutuhan industri. Saat ini saja sudah ada anomali sulitnya lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) mencari kerja, dibandingkan alumni Sekolah Menengah Atas (SMA).