Minggu, 18 Agustus 2019 16:03

Ditangkap Saat Kabur dari Dubai, Kabar Putri Latifa yang Malang Tak Lagi Terdengar

Suriawati
Konten Redaksi Rakyatku.Com
Putri Latifa
Putri Latifa

Putri Latifa adalah putri penguasa Dubai, Sheikh Mohammed bin Rashid al Maktoum.

RAKYATKU.COM, DUBAI - Menjadi seorang putri adalah impian bagi banyak gadis kecil. Tapi bagi Putri Dubai, Latifa itu adalah neraka hidup.

Februari lalu, putri berusia 33 tahun itu melarikan diri dari kerajaan emasnya bersama sahabatnya, Tiina Jauhiainen.

Tapi dia ditangkap kurang dari sebulan kemudian dan diambil secara paksa kembali ke UEA. Kabar Putri Latfia belum terdengar sejak saat itu dan keberadaannya tidak diketahui. 

Putri Latifa adalah putri penguasa Dubai, Sheikh Mohammed bin Rashid al Maktoum.

Meskipun dia berstatus sebagai putri, tetapi hidupnya sangat berbeda dari dongeng Disney. Dia bagaikan putri yang dikurung dalam istana.

Latifa dilarang belajar, bekerja, atau bahkan bepergian. Dia juga terikat jam malam jika dia pergi keluar bersama teman-temannya.

Karena bertekad untuk membebaskan diri dari peran tradisionalnya, Puteri Latifa merancang sebuah rencana untuk melarikan diri.

Bersamaan dengan bantuan sahabatnya, Tiiana - yang bekerja untuk ayahnya - Latifa merencanakan liburan selama sembilan bulan. Dia akhirnya berangkat pada 24 Februari 2018.

Latifa meninggalkan teleponnya di sebuah kafe yang mereka singgahi sehingga dia tidak bisa dilacak dan kemudian mengganti jubah panjangnya.

Teman-temannya mengendarai mobil ke Oman dan berlayar sejauh 16 mil dari pantai Muscat. Itu adalah pertama kalinya Latifa duduk di kursi depan mobil.

Setelah di atas air, Latifa dan Tiina bertemu dengan mantan perwira angkatan laut Prancis, Herve Jaubert, yang telah setuju untuk membantu mereka.

Dan, setelah menempuh perjalanan 15 mil dengan jet ski, mereka akhirnya mencapai kapal pesiar Herve, tempat para kru Filipina menunggu.

Gadis-gadis itu tinggal di kapal selama delapan hari, sebelum penjaga pantai India mengetahui apa yang terjadi dan menyerbu kapal pada 4 Maret 2018.

Latifa dan Tiina yang ketakutan sadar bahwa militer ada di sana, ketika mereka mendengar teriakan dan tembakan.

“Kami mengunci diri di kamar mandi dan berpelukan," kata Tiina. "Latifa terus berkata: Ya Tuhan, mereka telah menemukanku, mereka datang untuk menjemputku."

"Tangan saya diikat dan saya dibawa ke sisi geladak, di mana dua pria mendorong saya ke air dan mengancam akan menembak otak saya."

“Latifa ada di depan. Dia terus mengulangi bahwa dia mencari suaka politik, tetapi dia dibawa, ditendang dan berteriak."

"Kata-kata terakhirnya adalah: Jangan bawa aku kembali - tembak saja aku di sini.”

Dan sang putri punya alasan untuk takut.

Pada tahun 2002, ketika Latifa baru berusia 16 tahun, ia melakukan upaya pertamanya untuk melarikan diri dengan mengemudi ke Oman.

Dia ditangkap di perbatasan, dipenjara selama tiga setengah tahun, dan bahkan mengaku telah disiksa.

Pada saat itu, Puteri Latifa diberitahu bahwa "Ayahmu menyuruh kami memukulmu sampai kami membunuhmu."

Jadi, untuk pelarian keduanya, Latifa memutuskan untuk merekam video, yang dia minta untuk diunggah ke YouTube jika dia ditangkap.

Di dalamnya, ia berbicara tentang kehidupannya yang mengerikan di Dubai dan "kejahatan murni" ayahnya.

Video itu telah dibagikan, dan sekarang mengumpulkan hampir 3 juta tampilan.

Sejak ditangkap, tidak ada lagi kabar dari Puteri Latifa. Lalu pada Desember 2018, sebuah foto dirilis yang menunjukkan dia duduk di samping Mary Robinson, mantan presiden Irlandia dan komisaris tinggi PBB untuk hak asasi manusia.

Itu disertai dengan pernyataan bahwa Latifa "bermasalah" tetapi berada dalam "perhatian penuh kasih keluarganya".

Pada bulan yang sama, tepatnya pada ulang tahun Latifa yang ke 33, keluarganya merilis sebuah pernyataan bahwa “Yang Mulia Sheikha Latifa sekarang aman di Dubai."

Namun hingga hari ini, tidak ada yang tahu di mana Latifa berada.

Working Group on Enforced or Involuntary Disappearances dari PBB saat ini sedang menyelidiki situasi tersebut. Dan organisasi-organisasi hak asasi manusia seperti Human Rights Watch juga mencoba untuk menyelesaikan kasusnya.