Selasa, 07 Mei 2019 16:32

Ada Wacana People Power Lawan Curang, Kapolri Ancam Warga

Alief Sappewali
Konten Redaksi Rakyatku.Com
Kapolri Jenderal Tito Karnavian (FOTO: REUTERS)
Kapolri Jenderal Tito Karnavian (FOTO: REUTERS)

Wacana people power mengemuka belakangan ini. Itu muncul setelah maraknya dugaan kecurangan dalam pemilu, khususnya pemilihan presiden dan wakil presiden.

RAKYATKU.COM - Wacana people power mengemuka belakangan ini. Itu muncul setelah maraknya dugaan kecurangan dalam pemilu, khususnya pemilihan presiden dan wakil presiden.

Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN) yang pertama kali melontarkan wacana itu. Menurutnya, people power menjadi solusi setelah sejumlah kasus pelanggaran pemilu terkesan diabaikan pihak berwenang.

People power sendiri sudah pernah terjadi beberapa kali di Indonesia. Turunnya Presiden Soekarno, Presiden Soeharto, dan Presiden KH Abdurrahman Wahid adalah buah people power. Rakyat sudah tidak percaya kepada presiden ketika itu.

Berdasarkan pengalaman tersebut, Imam Besar Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Syihab menyebut people power adalah jalur konstitusional dan tidak harus jatuh korban.

Menurutnya, jika seorang pemimpin tak lagi dipercaya oleh rakyatnya, semestinya mundur dengan sukarela. Dia mencontohkan tiga presiden yang memilih mundur. Padahal, mereka menguasai militer yang bisa dikerahkan.

"Tapi masak negara tega membunuh rakyatnya sendiri hanya untuk mempertahankan kekuasaan satu orang?" kata Habib Rizieq Syihab dalam sebuah video.

Pada bagian lain, Kapolri Jenderal Tito Karnavian mulai menakut-nakuti warga. Dia mengingatkan bahwa kebebasan berpendapat yang diatur dalam UU Nomor 9 Tahun 1998 memiliki batasan yang harus dipatuhi.

"Meski dilindungi UU 98, itu tidak absolut. Kita tahu itu UU 98 ini mengadopsi aturan kebebasan berekspresi. UU itu mengadopsi ICCPR (International Covenant on Civil and Political Rights)," kata Tito di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (7/5/2019) seperti dikutip dari Detikcom.

Ia pun membeberkan batasan kebebasan berpendapat yang tertuang dalam UU 9/1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Salah satunya, kata Tito, adalah tidak mengancam keamanan nasional.

Menurutnya, ada empat limitasi, yaitu mengganggu ketertiban publik, jangan mengganggu hak asasi, etika, dan moral. Keempat, dalam bahasa ICCPR, tidak boleh mengancam keamanan nasional.

Dalam UU 9/1998 tertulis pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum yang tidak sesuai ketentuan dapat dibubarkan. Hal itu dinyatakan dalam Pasal 15 UU 9/1998. Jika massa enggan bubar, maka mereka dapat dikenakan pidana. Massa dapat dijerat dengan KUHP.

Tito pun mencontohkan soal seruan people power yang diduga berisi ajakan menggulingkan pemerintahan yang sah. Ia mengingatkan agar penyampaian pendapat tetap mengikuti mekanisme yang telah ditetapkan. Tak hanya itu, Kapolri pun mengingatkan bila ada niat menjatuhkan pemerintah lewat people power, hal tersebut bisa dikategorikan sebagai tindakan makar.

"Kalau seandainya ada ajakan untuk pakai people power, itu mobilisasi umum untuk melakukan penyampaian pendapat harus melalui mekanisme ini. Kalau tidak menggunakan mekanisme ini, apalagi kalau ada bahasa akan menjatuhkan pemerintah, itu pasal 107 KUHP (makar). Jelas," jelas Tito.