Senin, 21 Januari 2019 23:52

Pembebasan Baasyir Dikaji Ulang

Mays
Konten Redaksi Rakyatku.Com
Abu Bakar Baasyir
Abu Bakar Baasyir

Menko Polhukam, Wiranto dalam jumpa pers di kantornya, Jl Medan Merdeka, Jakarta Pusat, Senin (21/1/2019) mengatakan, pembebasan Baasyir akan dikaji dari berbagai aspek. Mulai aspek ideologi Pancasila

RAKYATKU.COM, JAKARTA - Rapat koordinasi dilakukan terkait rencana pembebasan Abu Bakar Baasyir. 

Menko Polhukam, Wiranto dalam jumpa pers di kantornya, Jl Medan Merdeka, Jakarta Pusat, Senin (21/1/2019) mengatakan, pembebasan Baasyir akan dikaji dari berbagai aspek. Mulai aspek ideologi Pancasila, NKRI dan aspek hukum.

"Presiden sangat memahami permintaan keluarga tersebut. Namun tentunya masih perlu dipertimbangkan aspek-aspek lainnya, seperti aspek ideologi Pancasila, NKRI, hukum dan lain sebagainya," ujar Wiranto sebagaimana dilansir dari Detik.

Presiden Jokowi kata Wiranto, tak grusa-grusu mengambil keputusan. Karenanya, pejabat kementerian terkait, diminta mengkaji sejumlah aspek yang disebut Wiranto tadi.

Keputusan pemerintah mengkaji aspek pertimbangan pembebasan Baasyir, diambil setelah ramai perbincangan rencana pembebasan Baasyir sebagaimana disebut Jokowi pada pekan lalu. Jokowi saat itu mengatakan, sudah mendiskusikan pertimbangan panjang atas rencana pembebasan Baasyir yang disebut dengan alasan kemanusiaan.

"Ini pertimbangan yang panjang. Pertimbangan dari sisi keamanan dengan Kapolri, dengan pakar, terakhir dengan Pak Yusril. Tapi prosesnya nanti dengan Kapolri," ujar Jokowi kepada wartawan di Pondok Pesantren Darul Arqam, Jl Ciledug, Garut, Jawa Barat, Jumat (18/1/2019) lalu.

Sedangkan Yusril Ihza Mahendra yang ikut berkomunikasi dengan Jokowi, menyebut presiden akan membebaskan Baasyir tanpa syarat. Ditegaskan lagi soal alasan kemanusiaan, karena faktor usia dan kesehatan Baasyir.

"Sudah saatnya Baasyir menjalani pembebasan tanpa syarat-syarat yang memberatkan. Jokowi berpendapat, Baasyir harus dibebaskan karena pertimbangan kemanusiaan," kata Yusril.

Rencana pembebasan Baasyir juga direspons Ditjen Pemasyarakatan Kemenkum HAM. Humas Ditjen PAS Ade Kusmanto menyebut, opsi pembebasan Baasyir di antaranya pembebasan bersyarat dan grasi dari presiden.

Untuk pembebasan bersyarat, Baasyir disebut Kemenkum HAM sebenarnya sudah bisa mengambilnya pada 13 Desember 2018. Alasannya, Baasyir sudah menjalani dua pertiga masa pidana terkait vonis kasus pelatihan militer kelompok teroris.

Hitungan ini mengacu pada sidang vonis pada 16 Juni 2011. Di mana majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, menyatakan Baasyir bersalah dan menjatuhkan hukuman 15 tahun penjara.

Untuk menempuh pembebasan bersyarat, Ditjen PAS menyebut ketentuan bagi narapidana di antaranya meneken surat setia NKRI. Aturan ini tertuang pada PP 99/2012 serta dalam pasal 84 Permenkumham Nomor 3 Tahun 2018 tentang syarat dan tata cara pemberian remisi, asimilasi, cuti dan pembebasan bersyarat.

"Jika melalui mekanisme PB, menurut perhitungan, dua pertiga masa pidananya adalah pada tanggal 13 Desember 2018. Karena Ustaz Abu Bakar Baasyir sampai saat ini belum berkenan menandatangani surat pernyataan ikrar kesetiaan NKRI, sebagai salah satu persyaratan PB," ujar Ade Kusmanto.

Tim Pengacara Muslim (TPM), lantas menjelaskan alasan Baasyir menolak menandatangani dokumen untuk pembebasan bersyarat. Dokumen itu di antaranya berisi pengakuan tindak pidana, padahal Baasyir menurut TPM menegaskan, tidak melakukan apa yang didakwakan.

"Dokumen itu macam-macam yang paling penting adalah dokumen untuk berjanji tidak akan melakukan tindak pidana yang dilakukannya," kata Ketua Dewan Pembina TPM, Mahendradatta di kantornya, Jalan Raya Fatmawati, Cipete Selatan, Jakarta Selatan, Senin (21/1/2019).

Mahendradatta juga menjelaskan, alasan Baasyir menolak meneken ikrar setia NKRI. Sebab Baasyir menurut Mahendradatta tak perlu meneken setia kepada Pancasila karena sudah setia pada Islam.

"Pembicaraannya gini 'ustaz kalau ini kok nggak mau tanda tangan, kalau Pancasila itu sama dengan bela Islam'. 'Loh kalau gitu sama dengan Pancasila, kenapa saya nggak bela Islam saja, kan sama saja. Jadi belum sampai ke argumen yang meyakinkan ustaz. Kalau hal yang sama kenapa saya tidak menandatangani yang satu, tidak boleh yang dua. Itu hanya sebagai kepolosan saja yang saya bilang," ujar Mahendradatta.