Sabtu, 14 Oktober 2023 12:51
Rapat Kerja Teknis Nasional Materi Teknis Perairan Pesisir (RZWP-3-K) yang diadakan Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di Kuta, Bali, Rabu (11/10/2023). (Foto: PT Vale Indonesia)
Editor : Nur Hidayat Said

 

 

RAKYATKU.COM, BALI - Direktur Strategic Permit PT Vale Indonesia, Budiawansyah, memaparkan komitmen PT Vale dalam menjalankan praktik keberlanjutan di area tambang melalui pemanfaatan ruang laut pada area operasional.

Budiawansyah menyampaikan itu saat menjadi pemateri pada Rapat Kerja Teknis Nasional Materi Teknis Perairan Pesisir (RZWP-3-K) yang diadakan Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di Kuta, Bali, Rabu (11/10/2023).

Baca Juga : PT Vale Raih Perpanjangan Izin Operasi hingga 2035

Budiawansyah membawakan materi bertajuk Lessons Learned Perencanaan dan Pemanfaatan Ruang Laut. Ia mengawali presentasi dengan membahas peran penting nikel dan PT Vale selaku perusahaan yang memproduksi salah satu mineral kritikal ini.

 

“Indonesia memiliki 22 persen dari cadangan nikel dunia. Sebagai mineral yang banyak digunakan untuk peralatan yang mendukung transisi energi, negara kita, termasuk PT Vale yang mengolah nikel, memegang peranan yang signifikan dalam transisi energi berskala global,” ungkapnya.

Budiawansyah menjelaskan saat ini PT Vale pada Indonesia Growth Project (IGP) Morowali dan IGP Pomalaa akan melaksanakan konstruksi pada akhir 2023 pada wilayah laut masing-masing di Bahodopi, Morowali, Sulawesi Tengah (Sulteng), serta di Kolaka, Sulawesi Tenggara (Sultra).

Baca Juga : PT Vale Indonesia Beri Layanan Trauma Healing Anak Korban Bencana di Luwu

Dalam melaksanakan persiapan konstruksi, PT Vale juga menjalankan beberapa proses persetujuan teknis serta integrasi antara Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

Sebagai representasi dari praktik pertambangan berkelanjutan, selain kepatuhan terhadap regulasi, PT Vale juga mempertimbangkan aspek lingkungan dan sosial pada pemanfaatan ruang laut.

"Pada proses pembangunan pelabuhan terminal khusus, kami melaksanakan studi rona awal biota laut di area terdampak konstruksi maupun operasi. Sementara, pada aspek sosial, kami juga melakukan studi terhadap nelayan di desa-desa yang terdampak oleh pelabuhan kami,” jelas Budiawansyah.

Baca Juga : PT Vale Luncurkan Program Pengembangan Kualitas Pendidikan Se-Loeha Raya

Budiawansyah menuturkan area pertambangan PT Vale di Sulteng dan Sultra menjadi satu-satunya area yang masuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) yang mengikuti proses integrasi ruang laut dengan RTRW. Bahkan, area ini dibuatkan Peraturan Daerah (Perda) Integrasi Tata Ruang.

“Kami sangat bersyukur atas kerja sama dan kolaborasi yang sangat baik dengan Provinsi Sulteng dan Sultra sehingga berhasil mengintegrasikan dengan Perda RTRW milik pemerintah setempat,” tuturnya.

PT Vale menjadi satu dari dua perusahaan yang diundang menjadi pembicara. Para narasumber lainnya berasal dari KKP, Kementerian ATR/BPN, hingga TNI AL.

Baca Juga : PT Vale Fasilitasi 29 Anak Muda Luwu Timur Menuju Pendidikan Tinggi

Agenda yang melibatkan para pemangku kepentingan ini merupakan tindak lanjut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, dari 34 provinsi di luar Daerah Otonomi Baru (DOB). Selain itu, juga diperlukan penyusunan Materi Teknis Perairan Pesisir, sesuai Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Zonasi Kawasan Laut.

“Dari 34 provinsi, kini 10 provinsi sudah memiliki Peraturan Daerah RTRW Provinsi yang terintegrasi dengan Materi Teknis Perairan Pesisir, yaitu Sulawesi Selatan, Papua Barat, Jawa Barat, Banten, Bali, Kalimantan Timur, Jambi, Sulawesi Tengah, Kalimantan Selatan, dan Bengkulu,” ungkap Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP, Victor Gustaaf Manoppo, dalam sambutannya saat membuka acara.

Plt. Direktur Perencanaan Ruang Laut KKP, Suharyanto, menjelaskan Materi Teknis Perairan Pesisir juga dijadikan sebagai dasar penerbitan persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) dan perizinan untuk kegiatan yang memanfaatkan ruang perairan.

Baca Juga : Pj Gubernur Sulsel Ajak Dukung Keberlanjutan PT Vale di Luwu Timur

Tanpa instrumen tersebut, maka dapat terjadi konflik pemanfaatan sumber daya, degradasi kualitas lingkungan, ketidakpastian lokasi investasi ataupun konflik antar pemangku kepentingan yang akan sulit untuk diatasi.

“Harapan saya, melalui pelaksanaan Rapat Kerja Teknis Nasional ini maka penyusunan Peraturan Daerah RTRW yang telah terintegrasi dengan Materi Teknis Perairan Pesisir dapat segera terselesaikan,” ucapnya.

BERITA TERKAIT