Jumat, 10 Februari 2023 09:45
Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo, saat turun lapangan mengecek stok beras, beberapa waktu lalu.
Editor : Nur Hidayat Said

RAKYATKU.COM, JAKARTA - Kehadiran beras impor yang menjadi cadangan beras pemerintah (CBP) dinilai tak sesuai harapan masyarakat. Nyatanya, harga beras dalam negeri masih melambung tinggi.

 

Hal itu disampaikan pengamat pangan sekaligus dosen sekolah vokasi Institut Pertanian Bogor (IPB), Prima Gandhi. Dia pun meminta Badan Urusan Logistik (Bulog) melakukan kontrol penuh terhadap pasokan dan distribusi beras impor.

Sebab, kata dia, apabila dilihat dari rantai tata niaganya, kenaikan beras impor kemungkinan besar merupakan permainan internal Bulog dalam mencari pundi keuntungan semata.

Baca Juga : Mentan RI Amran Tinjau Lokasi Sebelum Kunker Presiden Jokowi di Bone

"Seharusnya Bulog memiliki kontrol penuh terhadap beras impor itu sendiri. Dilihat dari rantai tata niaga beras di dalamnya ada beras impor. Kalau harganya bermasalah, bisa jadi oknum Bulog sendiri. Tapi, kalau beras lokal, permainan mungkin di pedagangnya," kata Prima dalam keterangan yang dikutip Rakyatku.com, Jumat (10/2/2022).

 

Di sisi lain, Prima meminta Bulog melakukan langkah persuasif ketimbang melemparkan masalah dengan menyebut ada mafia beras. Salah satunya melakukan penyerapan secara masif agar kondisi perberasan dalam negeri kondusif.

"Semisal saya pedagang besar ketika disebut mafia, saya akan melawan dan saya kesal. Ya, sudah biarkan saja masalah beras seperti itu. Kalau menuduh orang, siapa sih yang mau disebut mafia? Itu, kan, psikologi. Ini lebih butuh pendekatan humanis," ujarnya.

Baca Juga : Mentan Serahkan Bantuan Pertanian Senilai Rp410 Miliar untuk Bencana di Sulsel

Menurut Prima, pendekatan yang dilakukan secara keras oleh Bulog malah menimbulkan perlawanan dari pasar yang lebih menguasai beras. Stok Bulog yang selama ini berkisar satu juta ton hingga 1,5 juta ton pun hanya sekitar empat persen dari rata-rata produksi nasional di atas 31 juta ton.

Dia menilai, pejabat publik, termasuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) ada perlunya sesekali mengumpulkan para pedagang beras besar. Termasuk perusahaan besar yang mereka memiliki ladang sawah sendiri. Dengan cara itu, maka akan lebih mudah bagi pemerintah untuk menjaga stabilitas beras. "Ketimbang pendekatan konflik yang membuat saling curiga," ucapnya.

Diketahui, beras impor yang baru saja tiba memiliki kualitas premium dengan kadar air 13,5 persen dan tingkat butir patah hanya lima persen. Namun, dijual Bulog kepada para pedagang maupun distributor dengan harga medium. Itu memberi peluang beras dijual kepada konsumen dengan harga premium yang lebih tinggi.

Baca Juga : Indonesia Jalin Kerjasama Teknologi Pertanian dengan Iran

Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI), Riyanto, menilai sejauh ini keberadaan beras impor belum mampu menurunkan harga beras di tingkat konsumen.

"Adanya beras impor ternyata tidak sesuai dengan harapan masyarakat karena sampai saat ini harganya tetap tinggi," ujar Riyanto.

Riyanto mengatakan, seharusnya pemerintah sejak awal menghitung secara detail, waktu dan dampak dari kebijakan impor. Apalagi kebijakan ini dilakukan pada saat petani akan menghadapi panen raya.

Baca Juga : Pj. Gubernur Jateng Apresiasi Mentan Amran atas Solusi Cepat Bagi Petani

"Kebijakan yang paling tepat menurut saya adalah melakukan penyerapan gabah petani saat panen raya," tuturnya.

Melansir data Info Pasar Beras Induk Cipinang (PIBC), harga beras per 4 Februari 2023 lalu masih di posisi tinggi, yakni Rp11.589 per kilogram (kg) dengan kondisi stok beras di PIBC sebagai barometer nasional hanya 12.234.

Berdasarkan data kerangka sampel area (KSA) Badan Pusat Statistik (BPS), kemudian standing crop Kementerian Pertanian (Kementan), laporan daerah dan tinjauan di lapangan beras Indonesia dalam kondisi melimpah.

Baca Juga : Halal Bihalal Kementerian Pertanian, Mentan Amran Bicara Cinta Membangun Pertanian Gemilang

Produksi beras di Jawa Barat pada Februari dan Maret, misalnya, masing-masing mencapai 392.805 ton dan 893.428 ton. Di Banten, pada Februari dan Maret mencapai 153.386 ton dan 180.500 ton, di Jawa Tengah pada Februari dan Maret masing-masing 793.284 ton dan 1,23 juta ton.

Ketua Umum DPP Perempuan Tani HKTI, Dian Novita Susanto, menilai kebijakan impor beras merupakan manuver politik dari segelintir orang yang ingin mencari keuntungan. Alhasil, meski beras impor ada, tetapi kondisi tersebut tak bisa menurunkan harga dalam negeri.

Bagi Dian, kebijakan impor beras tak bisa diukur dari perspektif hitam dan putih. Kebijakan tersebut pasti melibatkan pihak tertentu yang memiliki kepentingan.

"Kemdag (Kementerian Perdagangan) sebagai regulator yang memutuskan kebijakan impor. Dalam kasus impor kemarin, CBP menipis kenapa Bulog tidak melakukan penyerapan di saat panen raya? Bagaimana dengan Zulhas (Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan) yang cendrung cari aman," jelas Dian dalam tulisannya di koran Kontan.

BERITA TERKAIT