Jumat, 09 Desember 2022 09:47
Raja Salman dan Presiden Xi Jinping Teken Perjanjian Kemitraan Strategis. FOTO/SPA
Editor : Syukur Nutu

RAKYATKU.COM - Raja Salman menerima Presiden China Xi Jinping pada Kamis (8/12/2022) di Riyadh, Saudi Press Agency melaporkan. Pertemuan yang diadakan di Istana Al-Yamama dihadiri Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MBS).

 

Menurut laporan Saudi Press Agency, kedua pemimpin meninjau “persahabatan bersejarah” antara Riyadh dan Beijing, dan cara untuk meningkatkan kerja sama mereka di berbagai bidang.

Raja Salman dan Presiden China Xi Jinping menandatangani perjanjian kemitraan strategis yang komprehensif.

Baca Juga : Tekanan Barat Mendekatkan Tiongkok dan Rusia

Presiden Xi tiba di Kerajaan pada Rabu (7/12/2022) untuk kunjungan tiga hari, di mana dia akan menghadiri KTT Saudi, Arab dan Teluk yang bertujuan untuk memperkuat hubungan dan investasi dengan China.

 

MBS juga menyambut Xi dalam pertemuan terpisah dan mengadakan pembicaraan resmi untuk meninjau aspek kemitraan antara Kerajaan Saudi dan China, serta upaya koordinasi bersama untuk meningkatkan kerja sama antara kedua negara di berbagai bidang dan sejalan dengan visi mereka.

Mereka juga membahas peluang untuk berinvestasi dalam sumber daya yang tersedia di kedua negara, perkembangan regional dan internasional, serta isu-isu yang menjadi kepentingan bersama.

Baca Juga : Negara-negara BRICS Serukan Penolakan Standar Ganda Dalam Melindungi HAM

Pangeran Mohammed dan Xi kemudian menyaksikan penandatanganan beberapa nota kesepahaman, termasuk di bidang energi hidrogen, dan untuk mendorong investasi langsung di antara mereka.

Kerajaan juga menandatangani perjanjian dengan Huawei Technologies China tentang komputasi awan dan membangun kompleks berteknologi tinggi di kota-kota Saudi, serta perjanjian untuk mengoordinasikan Saudi Vision 2030 dan inisiatif Belt and Road Beijing.

Presiden Xi juga dianugerahi gelar doktor kehormatan dalam bidang administrasi dari Universitas King Saud sebagai penghargaan atas pencapaian dan upaya besarnya dalam manajemen dan kepemimpinan, dan sebagai rasa terima kasih atas hubungan yang berkembang dan kerja sama yang berkelanjutan antara kedua negara.

Baca Juga : AS Kirim VAMPIRE ke Ukraina 

Menteri Urusan Kota dan Pedesaan dan Perumahan Saudi Majid Al-Hogail dan Menteri Perdagangan Tiongkok Wang Wentao menandatangani rencana aksi untuk mengimplementasikan MoU yang ditandatangani oleh kedua pemerintah pada Agustus 2016, selama kunjungan Xi sebelumnya ke Kerajaan.

Rencana tersebut, yang ditandatangani di sela-sela KTT Saudi-Tiongkok, bertujuan untuk mengembangkan kerja sama praktis dan hubungan bilateral yang bersahabat, serta mencapai saling menguntungkan dan pembangunan bersama antara kedua negara di bidang perumahan.

Bidang kerjasama meliputi pertukaran rencana pembangunan, kebijakan, langkah-langkah, keahlian administrasi dan praktek sukses di bidang pembangunan perkotaan dan pembangunan perumahan, pelaksanaan proyek perumahan tertentu di Cina, Kerajaan atau bersama-sama di negara ketiga, survei, desain dan konstruksi, manajemen lokasi, kesehatan, keselamatan dan lingkungan, bahan bangunan dan bangunan hemat energi.

Baca Juga : Penembakan Massal Terjadi di Berbagai Kota AS, Lebih dari 12 Orang Tewas

Amerika Serikat Beri Respon Keras

Kunjungan Presiden China Xi Jinping ke Arab Saudi langsung direspon Gedung Putih dengan keras. Pemerintah Amerika Serikat (AS) memperingatkan upaya China menyebarkan pengaruh ke seluruh dunia “tidak kondusif” bagi tatanan internasional.

Ditanya tentang kunjungan Xi, juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih John Kirby mengatakan kepada wartawan bahwa Arab Saudi tetap menjadi sekutu penting AS, tetapi dia mengeluarkan peringatan atas China.

Baca Juga : Presiden Iran Tegaskan Negaranya Siap Gabung BRICS

“Kami memperhatikan pengaruh yang coba dikembangkan China di seluruh dunia. Timur Tengah tentu saja merupakan salah satu kawasan di mana mereka ingin memperdalam tingkat pengaruhnya,” ujar dia.

Dia menambahkan, “Kami percaya banyak hal yang mereka coba kejar dan cara mereka berusaha mengejarnya tidak kondusif untuk melestarikan tatanan berbasis aturan internasional.”

Presiden AS Joe Biden telah menjadikan apa yang dia identifikasi sebagai persaingan global antara demokrasi dan otokrasi sebagai tema sentral kepresidenannya.

“Kami tidak meminta negara-negara untuk memilih antara Amerika Serikat dan China, tetapi seperti yang dikatakan presiden berkali-kali, kami percaya bahwa dalam kompetisi strategis ini Amerika Serikat pasti siap untuk memimpin,” tegas Kirby.

Washington memiliki hubungan komersial, diplomatik, dan militer yang erat dengan Arab Saudi, kerajaan Islam yang sangat berpengaruh di Timur Tengah. Ketegangan baru meletus atas keputusan kartel OPEC+ yang dipimpin Saudi untuk memangkas produksi dalam upaya menaikkan harga minyak.

Langkah ini diklaim pemerintahan Biden berpotensi merugikan Partai Demokrat dalam pemilihan legislatif paruh waktu November lalu.

Kirby mengatakan Arab Saudi telah menjadi mitra strategis AS selama sekitar 80 tahun, tetapi mencatat Biden telah memerintahkan peninjauan kembali hubungan tersebut.

“Ya, setelah keputusan OPEC+ beberapa bulan lalu, kami sedang meninjau hubungan bilateral itu dan memastikan itu paling sesuai dengan kepentingan keamanan nasional Amerika. Pekerjaan itu sedang berlangsung,” pungkas Kirby.

Sumber: SINDOnews.com

BERITA TERKAIT