Selasa, 09 Agustus 2022 12:04
Ilustrasi.
Editor : Nur Hidayat Said

RAKYATKU.COM, JAKARTA - Deputi Bidang Statistik dan Produksi Badan Pusat Statistik (BPS), Habibullah memastikan data terkahir stok beras nasional yang disurvei Kementerian Pertanian (Kementan) dan BPS merupakan data valid yang sudah melalui penghitungan cepat melalui metode kerangka semple area (KSA). BPS, kata Habibullah, mengapresiasi upaya tersebut karena bisa menjadi modal untuk meningkatkan produksi nasional.

 

"Apresiasi dari kami BPS tentunya Kementerian Pertanian yang selalu berkolaborasi untuk mewujudkan data beras nasional. Proses ini tentu dalam rangka mewujudkan satu data stok beras," ujar Habibullah saat menyampaikan hasil Survei Cadangan Beras Nasional 2022 (SCBN 2022), Senin (8/8/2022).

Dalam prosesnya, kata dia, BPS melakukan penyusunan metodologi, kemudian pelatihan petugas lapangan, pengambilan sampel, dan proses estimasi. Diharapkan, dengan proses tersebut kualitas data bisa terus dijaga demi kebijakan yang tepat sasaran.

Baca Juga : Mentan RI Amran Tinjau Lokasi Sebelum Kunker Presiden Jokowi di Bone

"Salah satu latar belakang survei ini, yaitu untuk mengetahui situasi ketahanan pangan, stabiliasasi pasokan, dan harga pangan, baik di tingkat nasional maupun kewilayahan. Dan tujuannya untuk mengetahui kondisi dan ketersediaan cadangan beras pada tingkat nasional," ucapnya.

 

Habibullah mengatakan, SCBN sendiri dirancang untuk menghasilkan estimasi pada level nasional dengan total sampel sebanyak 47.817. Angka ini tersebar di 34 provinsi dan 490 kabupaten/kota.

"Jadi, kalau dibagi institusinya dari jumlah sampel tersebut ada sampel rumah tangga dan non-rumah tangga. Dari rumah tangga konsumen itu 8.100 sampel dan rumah tangga produsen 6.000 sampel. Kemudian untuk non-rumah tangga yaitu penggilingan padi 6.000 sampel, perdagangan 11.076 sampel, industri 5.600 sampel, hotel, restoran, dan katering 11.041 sampel," bebernya.

Baca Juga : Mentan Serahkan Bantuan Pertanian Senilai Rp410 Miliar untuk Bencana di Sulsel

Sebelumnya, BPS menyebut cadangan beras nasional mencapai 9,71 juta ton. Beras sebanyak itu sangat mencukupi untuk kebutuhan masyarakat Indonesia. Habibullah mengatakan stok beras pada Juni 2022 sebagian besar berada di institusi rumah tangga yang mencapai 6,6 juta ton, kemudian di pedagang 1,04 juta ton, Bulog 1,11 juta ton, penggilingan 0,69 juta ton, dan di Horeka maupun industri sebesar 0,28 juta ton.

"Secara umum, rata-rata stok beras di seluruh institusi cenderung mengalami peningkatan pada periode 30 April 2022 dibandingkan periode 31 Maret 2022," jelasnya.

Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementan, Suwandi, mengatakan survei data ini menjadi penting untuk menentukan program penguatan produksi ke depan. Apalagi, Indonesia dan juga negara-negara di dunia tengah menghadapi ancaman krisis global.

Baca Juga : Indonesia Jalin Kerjasama Teknologi Pertanian dengan Iran

"Saya dan jajaran dinas di-challenge terus, di mana ada dua hal setelah 2019 sampai hari ini, tidak ada impor beras umum. Kemudian, produksi data BPS KSA selalu meningkat dari tahun ke tahun dan menunjukkan surplus. Tapi, saya ditambah tugas lagi yang harus diwujudkan bareng-bareng yaitu produktivitas harus naik, bahkan supaya lebih tinggi lagi dari yang sekarang," urainya.

Suwandi berharap, kolaborasi Kementan dan BPS dapat terus ditingkatkan untuk kepentingan bangsa yang lebih besar. Harapannya, ini bisa dimanfaatkan bagi semua pihak dalam rangka mengambil keputusan dan mempunyai gambaran yang utuh tentang kondisi perberasan nasional.

"Dari sisi produksi sudah terlihat melalui data KSA, dari sisi konsumsi juga pendataannya sudah ada. Dari saat ini terlihat kondisi dan pesebarannya," ucapnya.

Baca Juga : Pj. Gubernur Jateng Apresiasi Mentan Amran atas Solusi Cepat Bagi Petani

Perlu diketahui, produksi beras nasional pada 2019 mencapai 31,31 juta ton, meningkat pada 2020 menjadi 31,36 juta ton, dan pada 2021 sebesar 31,33 juta ton. Di sisi lain, ekspor pertanian dari tahun ke tahun juga mengalami kenaikan yang diikuti kenaikan nilai tukar petani NTP maupun nilai tukar usaha petani (NTUP).