Sabtu, 16 Juli 2022 12:56
Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Nasional, Yadi Sofyan Noor.
Editor : Nur Hidayat Said

RAKYATKU.COM, JAKARTA - Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Nasional, Yadi Sofyan Noor, menyebut pembangunan food estate di Kalimantan Tengah (Kalteng) bisa menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara kuat di dunia. Terlebih, program yang dikembangkan Kementerian Pertanian itu sudah menunjukan progres hasil yang maksimal.

 

"Saya kebetulan sudah ke sana (food estate Kalteng) dan dari 65.000 hektare yang ada, 28.000 diantaranya sudah bisa ditanami. Alhamdulillah hasilnya juga maksimal karena sudah panen. Menurut saya program ini bisa jadi kekuatan kita di dunia," ujar Yadi, Sabtu (16/7/2022).

Berdasarkan data yang dimilikinya, Yadi melihat rata-rata penyusutan lahan di Indonesia mencapai 150.000 hektare per tahun. Sementara, data cetak sawah hanya 60.000 per tahun. Namun, setelah adanya food estate, pencetakan sawah dilakukan lebih cepat dan lebih maksimal.

Baca Juga : Mentan RI Amran Tinjau Lokasi Sebelum Kunker Presiden Jokowi di Bone

"Kalau kita lihat data-data seperti itu, saat ini kondisi pertanian kita terutama lahan baku sawahnya mencapai 10,66 juta hektare. Di data ini penyusutan itu 0,14 sehingga potensi lahan panen kita tahun ini 10,52 juta hektare," katanya.

 

Karena itu, Yadi mengapresiasi upaya dan kinerja jajaran Kementerian Pertanian (Kementan) dalam mencetak lahan baru melalui program food estate. Dia mendukung penyediaan benih dan bibit unggul yang bisa meningkatkan produktivitas.

"Kalua kita bicara pangan Kementerian Pertanian itu yang paling serius mencetak sawah. Mereka habis-habisan menjaga produksi panen kita," ucapnya.

Baca Juga : Mentan Serahkan Bantuan Pertanian Senilai Rp410 Miliar untuk Bencana di Sulsel

Meski demikian, Yadi mengatakan pencetakan sawah tidak bisa dilakukan secara instan. Semua butuh proses dan penelitian yang cukup panjang. Jadi, kalaupun ada lahan food estate yang belum memenuhi harapan, menurut Yadi, proses perkembanganya masih terus berlangsung.

"Kita ini memang tidak bisa main sulap, artinya cetak lalu dapat produksi tinggi itu tidak. Karena lahan pertanian terutama sawah itu perlu adaptasi. Kalau bicara produksi Jawa tidak bisa dilawan, tanah dan airnya bagus, pupuknya juga masih aman. Jadi, kalau menyuburkan kembali butuh waktu, kita tidak bisa sulap," tuturnya.

Sebagaimana diketahui, produksi beras nasional terus mengalami peningkatan cukup signifikan. Bahkan, dalam waktu tiga tahun ini, Indonesia sudah tidak melakukan impor. Padahal, biasanya impor beras bisa mencapai 1,5 juta sampai 2 juta ton per tahun.