RAKYATKU.COM -- Festival Balla Lompoa yang diadakan Dewan Kesenian Gowa (DKG) bekerja sama dengan Dinas Pariwisata Kabupaten Gowa, direkomendasikan jadi agenda tahunan.
Usulan itu mengemuka dalam Sarasehan Budaya bertema Refleksi Budaya Gowa: Masa Lalu, Sekarang dan Akan Datang, yang diadakan di kawasan Balla Lompoa, Senin, (6/6/2022).
Hadir sebagai narasumber Prof Dr Muh Jufri Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel), dan Dr H Rahmansyah, Ketua Dewan Kesenian Gowa (DKG).
Hadir pula Andi Tenri Wati Tahri, Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Gowa, pengurus DKG, dan peserta dari organisasi kepemudaan, komunitas, sanggar, dan pelaku seni budaya.
Acara dipandu Rusdin Tompo, penulis buku yang juga merupakan Koordinator Perkumpulan Penulis Indonesia Satupena Sulawesi Selatan.
Festival Balla Lompoa, yang pertama kali diadakan ini, diselenggarakan mulai tanggal 4-6 Juni 2022, dengan mengusung tema "Menjaga Budaya".
Muh Jufri mendorong festival ini jadi agenda tahunan mengingat potensi yang dimiliki kawasan Balla Lompoa sebagai situs sejarah. Apalagi festival seperti ini punya multiplier effect. Sehingga bisa dibuatkan travel trip untuk destinasi wisata Sulawesi Selatan.
"Ini momentum untuk menggerakkan ekonomi kreatif dan ruang bagi seniman menampilkan karya-karyanya," papar mantan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sulsel itu.
Guru Besar UNM itu kemudian memotivasi DKG dan Dinas Pariwisata Kabupaten Gowa membuat suatu event yang bisa jadi kalender nasional.
Dia menyebut program Kharisma Event Nusantara (KEN) 2022 dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf). KEN ini merupakan salah satu strategi kolaborasi Menparekraf dengan pemerintah daerah.
Namun dari 100 event di berbagai daerah yang masuk agenda KEN 2022, tidak ada yang dari Gowa. Padahal, kabupaten ini punya Beautiful Malino, Maudu Lompoa di Cikoang, dan beberapa event pariwisata lainnya.
Sementara Rahmansyah menyampaikan pentingnya festival ini, mengingat nama Kerajaan Gowa yang begitu terkenal, yang ikut mewarnai sejarah dan perjalanan bangsa Indonesia. Kedudukan Balla Lompoa juga begitu penting, sebagai warisan budaya dan situs sejarah.
"Namun untuk mengadakan event begini butuh kebersamaan, sebagaimana suasana kebatinan masyarakat Gowa masa lalu, yang menerima dan menghargai perbedaan," ungkap mantan anggota DPRD Provinsi Sulsel itu.
Nilai-nilai adiluhung pada masa lampau itulah yang coba diaktualisasiikan kembali lewat Festival Balla Lompoa. Dia bahkan punya obsesi akan menggelar hajatan lain, seperti Festival Tamalate dan Festival Je'neberang.
Karena, menurutnya, agenda seperti ini akan menghidupkan dan memberi kehidupan bagi pelaku seni budaya dan ekonomi kreatif.
Rahmansyah melanjutkan, dia senang melihat kreativitas yang ditampilkan terkait dengan tarian atau prosesi adat tertentu. Namun, disayangkan jika dalam praktiknya ada yang keliru atau menyimpang. Sehingga, lewat DKG akan dibuat suatu ajang untuk menampilkan seni budaya yang orisinal.
Dia mencontohkan angngaru, yang ditampilkan saat penyambutan tamu atau pejabat. Posisi badik yang terhunus dan menghadap ke tamu atau pemimpin yang disambut, dinilai kurang pas.
Katanya, pelaku seni dan karya seninya juga butuh dihargai, bukan sekadar puja-puji. Tugas DKG akan menjembatani dan mengawal agar pemerintah memfasilitasi aktivitas berkesenian mereka. Beberapa seniman, guru kesenian dan pelaku UMKM menyambut baik semangat itu, yang diharap akan terealisasikan.
Rekomendasi lain yang dihasilkan dari Sarasehan Budaya ini adalah perlunya mengabadikan nama Daeng Pamatte dan Karaeng Pattingalloang menjadi nama jalan. Juga pentingnya mengalokasikan anggaran bagi penyelenggaraan event kebudayaan dalam APBD Gowa.
Andi Tenri Wati Tahri, menyatakan akan meneruskan rekomendasi ini kepada Bupati Gowa dan DPRD Gowa. Dia optimis pemerintah responsif terhadap kegiatan kebudayaan karena mendatangkan manfaat sosial, budaya, dan ekonomi bagi masyarakat.