Senin, 14 Maret 2022 15:50
Wakil Ketua Umum (Waketum) MUI, Anwar Abbas. (Foto: Republika)
Editor : Nur Hidayat Said

RAKYATKU.COM - Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyampaikan kritik tajam soal logo atau label halal baru yang diterbitkan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama menggantikan label halal lama terbitan MUI.

 

Wakil Ketua Umum (Waketum) MUI, Anwar Abbas, mengatakan label yang disebutkan mulai berlaku efektif dan wajib digunakan secara nasional sejak 1 Maret 2022 ini sangat jauh berbeda dari pembicaraan awal yang telah dilakukan antara Kemenag dan MUI.

"Dalam pembicaraan di tahap-tahap awal saya ketahui ada tiga unsur yang ingin diperlihatkan dalam logo tersebut, yaitu kata BPJPH, MUI, dan kata halal di mana kata MUI dan kata halal ditulis dalam Bahasa Arab," kata Abbas, Senin (14/3/2022).

Baca Juga : Menteri Agama RI, Resmikan Wajo Sebagai Kota Wakaf di Indonesia

Abbas melanjutkan, kata halal yang telah ditulis dalam bentuk kaligrafi bahasa Arab cenderung tidak jelas. Masyarakat awam, menurutnya, tidak akan bisa membaca kata halal yang disematkan itu karena lebih mementingkan sisi artisitik.

 

"Banyak orang nyaris tidak lagi tahu itu adalah kata halal dalam bahasa Arab karena terlalu mengedepankan kepentingan artistik yang diwarnai oleh keinginan untuk mengangkat masalah budaya bangsa," kata dia.

Ketua PP Muhammadiyah mengaku banyak orang yang menghubunginya dan menyebutkan logo halal baru yang diterbitkan BPJPH Kemenag lebih tergambar gunungan wayangnya ketimbang logo halalnya.

Baca Juga : Ini Penjelasan Kemenag Terkait Azan Magrib pada 5 September 2024

"Jadi logo ini tampaknya tidak bisa menampilkan apa yang dimaksud dengan kearifan nasional, tapi malah ketarik ke dalam kearifan lokal karena yang namanya budaya bangsa itu bukan hanya Budaya Jawa," ucap Abbas.

Abbas menganggap BPJPH Kemenag tidak arif dalam mendesain label yang digunakan secara nasional ini. "Hanya mencerminkan kearifan dari satu suku dan budaya saja dari ribuan suku dan budaya yang ada di negeri ini. Tapi, untuk menghadapi fakta dan kenyataan seperti itu saya secara pribadi hanya bisa tersenyum sambil bergumam," ucap Abbas.

Abbas menarik kesimpulan lebih jauh bahwa kata persatuan dan kesatuan serta kebersamaan di Indonesia memang sangat mudah untuk diucapkan, tetapi ternyata dalam fakta dan realitasnya terlalu sangat susah dan sulit untuk diwujudkan.

Baca Juga : Hasil Sidang Isbat: Pemerintah Tetapkan Iduladha 1445 H Jatuh pada 17 Juni 2024

"Untuk itu secara pribadi tentu saya tidak bisa berbuat apa-apa kecuali hanya bisa tersenyum. Masalah apakah senyuman saya itu mencerminkan kebahagiaan dan atau kegetiran, ya, silakan saja ditafsirkan sendiri-sendiri yang penting bagi saya negeri ini aman, tentram dan damai," ujar dia. (*)

Sumber: Tempo