RAKYATKU.COM, MAKASSAR - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencecar sejumlah pertanyaan kepada Gubernur Sulawesi Selatan nonaktif, Nurdin Abdullah (NA). Di antaranya, terkait dana yang digunakan untuk membeli tanah seluas 17 hektare di kawasan Pucak, Kabupaten Maros.
Nurdin Abdullah dengan tegas menjawab satu per satu pertanyaan dari JPU KPK. Bahkan ia merincikan dana pribadi yang digunakan untuk membeli lahan di Pucak.
"Soal tanah yang Anda beli, dari mana uang itu Anda peroleh?" tanya JPU KPK kepada NA.
Baca Juga : Nurdin Abdullah Divonis 5 Tahun Penjara, Ini Respons PDIP Soal Jabatan Wagub Sulsel
"Di samping uang operasional, saya juga punya uang tabungan. Sebelum jadi bupati saya ada usaha dengan Jepang. Istri saya juga suka jual beli emas, anak-anak saya juga banyak usahanya macam-macam. Jadi saya punya tabungan," jawab NA.
Seperti yang diketahui, jauh sebelum menjabat sebagai Bupati Bantaeng, NA memang dikenal sebagai Direktur PT Maruki Internasional.
Oleh karena itu, Hakim Ketua, Ibrahim Palino pun bertanya, "Apakah perusahaan ini memberikan banyak penghasilan bagi Anda?" tanya Hakim kepada NA.
Baca Juga : Warganet saat Sidang Vonis Nurdin Abdullah: Anggap Saja Pindah Rumah sambil Nikmati Hasil
"Iya, Pak," jawab NA.
NA mangaku, lahan yang digunakan oleh PT Maruki Internasional adalah tanah miliknya sehingga ia banyak mendapatkan penghasilan.
"Sebelum jadi bupati, gaji saya itu 50.000 dolar, Pak," bebernya NA.
Baca Juga : Mantan Sekretaris Dinas PUTR Sulsel Edy Rahmat Divonis 4 Tahun Penjara dan Denda Rp200 Juta
Ibrahim Palino juga mempertanyakan secara detail penghasilan Gubernur Sulsel nonaktif itu sebelum terjerat Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK pada 27 Febuari 2021 lalu.
"Sebelum kasus ini (OTT KPK) berapa gaji pokoknya gubernur?" tanya Hakim Ketua kepada terdakwa NA.
"Izin yang mulia untuk gaji pokok Rp8 juta per bulan. Uang perjalanan Rp90 juta per bulan. Uang operasional Rp340 juta per bulan dan ada juga uang honorium sebagai pembicara rata-rata per bulannya sekitar Rp150 juta yang mulia," ungkap NA.
Baca Juga : Nasib Nurdin Abdullah Akan Ditentukan Sidang Vonis Hari Ini
"Dari uang operasional, gaji, honorium itu ada sisa setiap bulannya?" tanya hakim.
"Iya yang mulai ada. Jadi uang itulah saya kumpulkan, juga ada uang gaji istri saya kita kumpulkan untuk membeli tanah (tanah di Pucak)," jawabannya.
Dalam kesempatan tersebut, Nurdin Abdullah juga menjelaskan terkait rekening Sulsel Peduli Bencana yang isinya sebagian digunakan untuk membangun masjid di Kawasan Pucak Maros demi memenuhi kebutuhan tempat ibadah masyarakat sekitar.
Baca Juga : Katakan Semata-mata untuk Kepentingan NA, Edy Rahmat Minta Bebas saat Bacakan Pledoi
"Rekening Sulsel Peduli Bencana adalah resmi milik provinsi karena permohonannya dilakukan oleh provinsi dan hingga kini masih eksis," jelasnya.
Mantan Bupati Bantaeng dua periode ini memutuskan untuk menyumbangkan uang Rp300 juta dari rekening Sulsel Peduli Bencana kepada pengurus masjid di kawasan Pucak.
"Saya pikir itu, kan, untuk kepentingan umum. Jadi, yah, sama kayak masjid di Palu, kan, juga untuk kepentingan umum," tegasnya.
Dalam persidangan sebelumnya, seorang ahli hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Prof. Dr. Mudzakkir, S.H., M.H. menilai jika dana digunakan untuk kepentingan umum maka itu sah-sah saja.
"Ketika dapat dana dari kontraktor, harus tahu dulu kontraktor maunya apa, kalau memperoleh keuntungan untuk sosial itu boleh," jelasnya, beberapa waktu lalu.
Dipertegas oleh penasihat hukum NA, Arman Hanis, menyampaikan sejauh ini dakwaan untuk NA belum memenuhi unsur OTT maupun gratifikasi.
"Sudah dijelaskan apabilan tidak diterima langsung dan si penerima tidak mengetahui, maka yang bertanggung jawab adalah orang itu. Dan diterima untuk masjid maka sama saja itu disumbangkan," kata Arman Hanis, beberapa waktu lalu.