RAKYATKU.COM -- Gugatan Kopel Indonesia terhadap Perppu Corona dikabulkan Mahkamah Konstitusi (MK). Sebagai tindak lanjut, lembaga ini membuat posko pengaduan untuk memastikan putusan itu dijalankan.
Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan pada Kamis (28/10/2021) lalu melalui sidang pleno hakim konstitusi. MK mengabulkan sebagian gugatan materil pemohon terkait Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 yang telah disahkan menjadi UU Nomor 2 Tahun 2020 itu terkait penanganan pandemi corona di Indonesia.
Ada lima gugatan terkait dengan Perppu Corona ini yang dikabulkan sebagian petitumnya oleh MK. Salah satunya adalah perkara Nomor 37/PUU-XVIII/2020 dengan penggugat dari YAPPIKA yang diwakili oleh Fransisca Fitri Kurnia Sri; Desiana Samosir; Muhammad Maulana; dan Syamsuddin Alimsyah dan Kopel Indonesia.
Baca Juga : Warga Asing Terpilih Jadi Bupati Sabu NTT, Empat Pihak Ini yang Harus Bertanggung Jawab Menurut Kopel
Dalam amar putusan, MK mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian. Pasal yang dimohonkan tersebut adalah Pasal 27 ayat (1) Lampiran Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6516).
Dalam pasal tersebut terdapat frase “bukan merupakan kerugian negara” atas biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah/pemerintah daerah untuk penyelamatan ekonomi dalam mengatasi krisis, termasuk pandemi Covid-19 ini oleh MK yang dinyatakan dalam amar putusannya bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Selain pasal 27 ayat (1), juga pada pasal 27 ayat (3) dengan frase “bukan merupakan objek gugatan yang dapat diajukan kepada peradilan tata usaha negara” terhadap setiap tindakan yang dilakukan oleh pemerintah/pemerintah daerah terkait dengan Covid-19. Atas frase tersebut, juga dalam amar putusan MK dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Baca Juga : Pendapatan Daerah Belum Masuk Kas, Kopel Indonesia Desak Mamuju dan Majene Bahas Perubahan APBD 2021
Atas putusan tersebut, menurut Direktur Kopel Indonesia, Anwar Razak dengan keluarnya putusan MK ini maka penyelenggara negara baik di pusat dan di daerah dalam menangani Covid-19 tidak lagi kebal hukum. Seluruh pengeluaran negara/daerah harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan juga tindakannya yang menyimpang dapat diajukan kepada peradilan.
“Dengan keluarnya keputusan MK ini, maka kebijakan pemerintah dan pemerintah daerah yang menyimpang dari ketentuan UU tidak lagi bisa berdalih dan membenarkan kebijakannya dengan dalil pandemi Covid-19. Semua harus sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang ada,” ungkapnya.
Kopel Indonesia bersama jaringannya di seluruh Indonesia akan membuka posko pengaduan terkait dengan kebijakan pemerintah maupun pemerintah daerah serta tindakan yang telah dilakukannya yang menyimpang dari ketentuan perundang-undangan.
“Masyarakat bisa melaporkan setiap kebijakan dan tindakan pemerintah serta pemerintah daerah terkait dengan penangan Covid-19 yang melanggar ketentuan. Termasuk di dalamnya kebijakan yang dengan sengaja memanfaatkan pandemi Covid-19 ini untuk mendapatkan keuntungan pribadi," kata Anwar Razak.
Menurut Anwar, posko ini dibuka untuk menindaklanjuti putusan MK. Selama ini banyak keluhan masyarakat mengenai kebijakan pemerintah terkait pandemi Covid-19 akibat pemberlakuan UU Nomor 2 Tahun 2020 ini. Apapun yang dilakukan oleh pemerintah jika terkait dengan Covid-19 maka bisa dibenarkan.
Anggota DPR dan DPRD pun sebagai lembaga yang memiliki fungsi pengawasan dan budgeting/anggaran tidak mesti terlibat. Bahkan dalam membahas anggaran pun juga tidak perlu melalui serta mendapatkan otorisasi dari DPRD jika pengeluaran anggaran tersebut terkait dengan penanganan Covid-19.
Baca Juga : Seolah Hanya Jadi Rutinitas, Kopel Indonesia: Pembahasan RUU Pemilu Tak Sentuh Masalah Pokok
Kelonggaran yang diberikan UU ini berakhir setelah keluarnya putusan MK yang mengabulkan permohonan para pemohon terkait dengan pasal 27 ayai (1) dan ayat (3). Pemerintah dan pemerintah daerah diharapkan tetap memperhatikan sisi transparansi dan akuntabilitas penggunaan anggran untuk kepentingan penanganan Covid-19.
“Banyak belanja pemerintah daerah mengatasnamakan Covid-19, tapi sesungguhnya tidak. Akhirnya prinsip efisiensi anggaran tidak ada, malah yang terjadi adalah pemborosan anggaran. Kita berharap hal ini tidak lagi terjadi," tutup Anwar Razak.
Kanal Pengaduan Nasional melalui email: lapor.anggarancovid@gmail.com
CP: 081241118020 an Anwar Razak