RAKYATKU.COM -- Sastra Sabtu Sore kembali diisi dengan bedah buku. Kali ini karya Irhyl R Makkatutu yang berjudul "Memeluk Retak".
"Sastra Sabtu Sore merupakan upaya kecil para penggiat literasi untuk menggairahkan sastra di Sulawesi Selatan," jelas Yudhistira Sukatanya saat memberikan sepatah kata dalam acara Sastra Sabtu Sore, yang diadakan di The King Coffee, Jln Skarda N, Makassar, Sabtu (23/10/2021).
Sastrawan dan sutradara teater itu berharap, kelak acara ini dikembangkan dan menjadi semacam tur sastra. Untuk itu, dibutuhkan kolaborasi dan sinergitas dengan para penggiat sastra di daerah.
Ide ini bisa dimulai dengan mengajak penulis dan penggiat literasi di Gowa, Takalar, Jeneponto, dan Bulukumba. Bisa juga diawali dari Maros, Pangkep Barru, hingga ke Parepare.
Acara Sastra Sabtu Sore yang digelar Komunitas Puisi (KoPi) Makassar ini, dibuka dengan pembacaan puisi oleh Maysir Yulanwar. Dia tampil membacakan puisi karya Srie Astuti Asdy berjudul "Pulang ke Dasar Hatimu".
Kali ini, Sastra Sabtu Sore membahas buku kumpulan cerpen "Memeluk Retak", karya Irhyl R Makkatutu. Hadir sebagai narasumber, selain penulisnya, juga Dr Asis Nojeng (akademisi) dan Damar I Manakku (penerbit). Acara berformat bincang santai ini dipandu pendongeng Mami Kiko.
Irhyl R Makkatutu memberi alasan, diberi judul "Memeluk Retak" karena kalau memeluknya bisa membuat luka. Disampaikan bahwa dalam buku ini ada hal baru yang coba dilakukan, yakni menggunakan paragraf yang lebih singkat. Tujuannya, supaya tidak membuat jenuh ketika membaca buku ini.
Kisah-kisah dalam kumpulan cerpen ini, katanya, sebagian besar pernah dimuat di media cetak dan media online. Namun disunting kembali ketika dirangkum menjadi satu buku.
Bagi pencetus Ikatan Pemerhati Seni dan Sastra (IPASS) Sulawesi Selatan itu, menulis adalah kebebasan dan pembebasan diri. Karena itu, tulisan-tulisannya juga ingin membebaskan dirinya memasuki ruang-ruang imajinasi dan hati pembacanya.
"Ada budaya di Makassar yang positif. Kalau ada buku baru, selalu ada ajakan untuk mendiskusikannya," pujinya.
Alumnus Fakultas Bahasa dan Sastra Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar ini tengah mewujudkan mimpinya membangun ekowisata yang diberi nama Tandabaca. Tempat itu semacam taman baca, tempat rekreasi dan kegiatan masyarakat yang terbuka. Rencananya, di situ juga akan ada musala yang meski kecil tapi bisa memenuhi kebutuhan ibadah masyarakat.
Dr Asis Nojeng, yang diberi kesempatan pertama mengomentari buku ini, mengaku salut pada Irhyl Makkatutu. Karena menggunakan istilah-istilah bahasa Makassar dan Konjo dalam cerpennya. Misalnya, ungkapan bahasa daerah yang kemudian jadi idiom politik, seperti "bantu ka' cappo".
Dia juga menyebut penulis punya keberanian menggunakan sastra untuk menyampaikan kritikan. Selain itu, kemampuan penulis membayangkan makna magis dengan menghadirkan peristiwa biasa menjadi luar biasa.
Sementara Damar I Manakku, dari penerbit Pakalawaki, menyebut buku ini patut hadir. Lantaran penulisnya punya gayanya sendiri sebagai Irhyl R Makkatutu. Tulisan-tulisan dalam bukunya tidak terlalu berat. Karena dia mengolah kata-kata menjadi tulisan berdasarkan apa yang ada di masyarakat.
"Saya percaya, setiap kali kata-kata yang dia tulis, pasti dia yakin mengapa mesti menuliskannya," ujar Damar.
Sebagai penerbit, Damar mengajak perlu kolaborasi tiga pihak, antara penulis, penerbit dan pembaca. Konkretnya, perlu dilakukan gerakan membeli buku teman. Sehingga, baik penulis maupun penerbit bisa hidup dan tumbuh bersama. Hasil dari penjualan buku ini akan didonasikan untuk membangun musala di area ekowisata di Kecamatan Kindang.
Rusdin Tompo dari KoPi Makassar berharap, kegiatan Sastra Sabtu Sore tak hanya sebatas membahas buku dan membaca puisi tapi benar-benar menumbuhkan gerakan literasi bersama.
Acara Sastra Sabtu Sore ditutup dengan pembacaan puisi oleh Rosita Desriani, yang tampil membaca karya Irhyl R Makkatutu berjudul, "Senapan Angin".
Acara ini antara lain dihadiri oleh Goenawan Monoharto, Rahman Rumaday, Nasrul, Fadli Andi Natsif, dan Ainun Mubin Misbah.