RAKYATKU.COM - Apa pertanyaan yang membuat Novel Baswedan dan kawan-kawan tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK)?
Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (Lakpesdam PBNU) membocorkan beberapa di antaranya.
Dalam keterangan tertulis yang diteken Ketua Lakpesdam PBNU, Rumadi Ahmad dan Sekretaris, Marzuki Wahid, terungkap beberapa pertanyaan yang terkesan nyeleneh.
Baca Juga : Satu dari 73 Pegawai KPK yang Tak Lolos TWK Ternyata Pernah Adili Pelanggaran Etik Firli Bahuri
Pertanyaannya antara lain, "Umur segini belum menikah?", "Masihkah punya hasrat?", "Mau nggak jadi istri kedua?", "Kalau pacaran ngapain aja?", "Kenapa anaknya sekolah di Sekolah Islam (SDIT)?", "Kalau salat pakai qunut nggak?", "Islamnya Islam apa?", dan "Bagaimana kalau anaknya nikah beda agama?"
"Pertanyaan-pertanyaan wawancara di atas sama sekali tidak terkait dengan wawasan kebangsaan, komitmen bernegara, dan kompetensinya dalam pemberantasan korupsi," katanya.
"Pertanyaan-pertanyaan ini ngawur, tidak profesional, dan mengarah kepada ranah personal yang bertentangan dengan Pasal 28G Ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan 'Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi'," demikian lanjutnya.
Makanya Lakpesdam menganggap, seleksi terhadap 1.351 pegawai KPK justru menunjukkan hal yang aneh, lucu, seksis, rasis, diskriminatif. Bahkan, berpotensi melanggar hak asasi manusi.
Mereka memandang TWK sengaja didesain untuk menarget pegawai KPK yang diwawancarai. Pegawai-pegawai yang tidak lagi diinginkan rezim baru kemudian bisa disingkirkan. Legitimasinya adalah lewat TWK tersebut.
Lakpesdam PBNU menilai tes semacam ini sudah pernah terjadi pada periode-periode sejarah sebelumnya, mulai dari era Presiden Soeharto hingga era khalifah masa lalu di mancanegara.
Lakpesdam berpendapat bahwa bila dibiarkan, TWK tersebut bisa melumpuhkan KPK dan menurunkan kualitas pemberantasan korupsi. Stigmatisasi dan diskriminasi akan terjadi di kemudian hari sebagai akibat dari TWK semacam itu.
"Meminta kepada Presiden RI Joko Widodo untuk membatalkan TWK yang dilakukan terhadap 1.351 pegawai KPK, karena pelaksanaan TWK catat etik-moral dan melanggar hak asasi manusia yang dilindungi oleh UUD 1945," kata Lakpesdam PBNU.