RAKYATKU.COM -- Berhemat atau sengaja bermain-main? Tindakan petugas kesehatan di Bandara Kualanamu ini ngeri-ngeri sedap.
Bayangkan, dia melakukan rapid test antigen kepada calon penumpang menggunakan kit bekas. Sekali lagi, ngeri. Ironinya tindakan itu diduga dilakukan petugas dari Kimia Farma.
Kasus ini terungkap setelah seorang polisi menyamar sebagai calon penumpang pesawat. Dia anggota anggota Dirkrimsus Polda Sumatera Utara.
Pada Selasa sore (27/4/2021), mengenakan pakaian sipil, dia ikut rapid test antigen di lantai M Bandara Kualanamu. Penyamaran dilakukan setelah banyak keluhan dari calon penumpang yang dinyatakan positif Covid-19.
Polisi itu lalu mengisi daftar calon pasien untuk mendapatkan nomor antrean. Selanjutnya dipanggil masuk ke ruang pemeriksaan untuk diambil sampel yang dimasukkan ke kedua lubang hidung.
Polisi itu lalu menunggu hasil di ruang tunggu. Berselang sekira 10 menit, hasilnya disampaikan petugas. Ternyata "Positif". Terjadi lah perdebatan dalam ruangan.
Si penyamar akhirnya mengakui sebagai polisi. Seluruh isi ruangan labolatorium rapid antigen diperiksa. Para petugas Kimia Farma dikumpulkan. Dari situ ditemukan ratusan kit rapid antigen bekas dan telah didaur ulang.
Dalam kondisi ketakutan, petugas mengakui alat itu bekas. Namun, katanya, sudah dicuci dan dibersihkan lalu dimasukkan dalam kemasan untuk digunakan kembali.
Polisi yang dipimpin Kanit 2 Subdit 4 Tipiter Krimsus Polda Sumut AKP Jeriko akhirnya mengamankan empat orang petugas Laboratorium Ravid antigen Kimia Farma di Bandara Kualanamu.
Polisi juga mengamankan barang bukti berupa komputer 2 unit, mesin printer 2 unit, uang kertas, ratusan alat rapid test bekas yang sudah didaur ulang, dan ratusan alat pengambil sampel rapid antigen yang belum digunakan.
Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan, tindakan petugas Kimia Farma Diagnostik yang menggunakan alat bekas untuk pelayanan rapid test antigen dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana.
Menurut Fickar, penggunaan alat rapid test antigen bekas tersebut dapat diduga telah melanggar UU Nomor 36 Tahun 2009.
"Menggunakan alat bekas, maka tindakan tersebut dapat dikualifikasi sebagai dugaan telah melakukan tindak pidana sebagaimana diatur Undang-Undang Kesehatan (UU Nomor 36 Tahun 2009)," kata Abdul Fickar seperti dikutip dari Kompas.com, Kamis (29/4/2021).
Menurut dia, sanksi hukum atas tindakan petugas Kimia Farma Diagnostik tersebut dapat menjadi alasan pemberat.
"Karena dilakukan oleh petugas yang seharusnya melaksanakan kewajibannya, maka jika yang dilakukan bertentangan dengan kewajibannya, itu akan menjadi alasan pemberat, pidananya ditambah sepertiga," ucap dia.