RAKYATKU.COM - Sekilas kampung di Kalurahan Nglanggeran, Kapanewon Patuk, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), itu seperti kampung pada umumnya.
Namun, siapa sangka ada kepercayaan unik yang dipegang erat oleh masyarakat kampung di sekitar puncak Gunung Api Purba tersebut.
Sejak dahulu, kampung itu hanya ditinggali oleh tujuh keluarga. Tak heran kampung itu pun dikenal dengan nama Kampung Pitu. Dalam bahasa Indonesia, pitu artinya tujuh.
Baca Juga : Heboh, Pria Memakai Kaos Oblong Bersarung Biru Munculkan Uang dari Balik Bantal
Menurut salah satu sesepuh adat Kampung Pitu Yatnorejo, keberadaan Kampung Pitu berawal dari Telaga Guyangan yang tak jauh dari rumahnya.
Konon, area yang kini merupakan persawahan dengan mata air itu adalah sebuah telaga. Telaga tersebut pernah digunakan untuk mencuci kuda semberani.
Cerita itu dipercaya secara turun-temurun. Bahkan warga meyakini, sisa tapak kaki kuda sembrani masih ada hingga saat ini.
Baca Juga : Wanita Ini Cek Rekening Bank Setelah 60 Tahun, Perubahan Saldonya Bikin Kaget
Di sekitar Telaga Guyangan, sempat diadakan sayembara Keraton. Sayembara itu berbunyi akan memberikan hadiah tanah bagi siapa pun yang mampu menjaga pohon pusaka bernama Kinah Gadung Wulung.
Ternyata hanya dua orang yakni kakak beradik Iro Dikromo dan Tirtosari yang bisa menjaganya. Mereka dan anak cucunya diperkenankan tinggal di tempat itu.
Ada alasan mengapa kampung itu disebut dengan Kampung Pitu.
Baca Juga : Viral Petani Ukraina "Curi" dan Tarik Tank Rusia Pakai Traktor
Sebab, hanya ada tujuh keluarga yang boleh tinggal di tempat tersebut. Kata pitu berasal dari bahasa Jawa yang berarti tujuh.
"Meski memiliki banyak anak turun, tetapi setelah menikah hanya diperbolehkan tujuh kepala keluarga," tutur Yatnorejo.
Sebenarnya, kata dia, ada delapan rumah di kampung tersebut. Namun, hanya tujuh yang ditempati.
Baca Juga : Pria Ini Kesulitan Bernapas Bertahun-tahun, Ternyata Ada Gigi Tumbuh di Rongga Hidung
Kepercayaan hanya ditinggali tujuh keluarga ini terus dipegang erat oleh masyarakat setempat hingga kini.
"Dari generasi pertama sampai saat ini tidak ada penduduk dari luar daerah yang tinggal di sini. Selain itu, jika penduduk sudah menikah pun harus keluar," kata Yatnorejo.
Dia mengatakan, warga kampung itu mencari penghidupan dengan bertani dan beternak.
Baca Juga : Menikah di Tanggal Cantik, Pasangan Beruntung Ini Dapat Buku Nikah "Lima Juta Kisah Cinta"
Yatnorejo, sebagai sesepuh desa, mengatakan, warga juga akan menyiapkan penerus untuk menempati Kampung Pitu.
Dia akan menunjuk satu anaknya untuk menemaninya tinggal di tempat tersebut.
Meski jauh dari pusat keramaian, hal itu tak menyurutkan minat generasi berikutnya untuk tinggal di sana. Salah satunya Sarjono yang merupakan menantu Yatnorejo.
"Ingin tinggal di sini suatu saat nanti," akunya.
sumber: intisari.grid.id