Jumat, 12 Februari 2021 15:20
angpao (Foto Happy Fresh)
Editor : Fathul Khair Akmal

RAKYATKU.COM - Perayaan Tahun Baru Cina atau Imlek identik dengan warna merah, kue keranjang, barongsai, dan angpao. Terkait angpao, ada banyak fakta dan cerita menariknya.

 

Amplop merah ini selalu menjadi topik hangat bagi masyarakat etnis Tionghoa di perayaan Imlek. Angpao selalu dianggap sebagai salah satu bentuk “hadiah” yang terbaik untuk keluarga dan kerabat terdekat ketika ulang tahun, pernikahan, dan perayaan lain yang membawa kebahagiaan.

Tidak cuma anak kecil, angpao juga selalu dinantikan oleh remaja dan orang dewasa di hari-hari spesial. Wajar, memang tidak ada hadiah yang lebih baik dan lebih menyenangkan daripada uang cash, bukan?

Baca Juga : Bermalam di Maxone Hotel Dapat Angpao

Jumlah uang yang berpindah tangan saat Imlek

 

Bicara tentang angpao, paling seru pastinya membahas angpao di Hari Raya Imlek. Dalam satu hari saja, bisa triliunan rupiah uang berpindah tangan dalam bentuk amplop merah ini. Benarkah sebanyak itu?

Mari membuat hitung-hitungan sederhana. Menurut data Sensus Penduduk Indonesia tahun 2010 yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS), ada 2,83 juta jiwa warga keturunan Tionghoa di Indonesia. Jumlah tersebut adalah 1,2% dari total populasi penduduk Indonesia yang mencapai 236,73 juta jiwa per tahun 2010.

Baca Juga : Heboh, Pria Memakai Kaos Oblong Bersarung Biru Munculkan Uang dari Balik Bantal

Sayangnya, kita belum bisa menggunakan data terbaru dari Sensus Penduduk tahun 2020 lantaran BPS belum menyampaikan data dengan kategori suku atau etnis. Maka, jika kita berasumsi bahwa rata-rata satu keluarga Tionghoa beranggotakan empat orang, maka ada 707.500 keluarga Tionghoa di Indonesia.

Jika rata-rata anggaran angpao tiap keluarga adalah sebesar dua juta Rupiah, maka ada Rp 1,4 triliun uang angpao setiap tahunnya berpindah tangan di hari Imlek. Ingat kembali bahwa jumlah tersebut adalah perhitungan dengan variabel jumlah penduduk Tionghoa per tahun 2010. Kini, sudah tentu angkanya lebih besar, karena sudah terpaut 10 tahun lebih.

Sekarang kita bahas dulu tradisi yang sudah ada sejak zaman Dinasti Ming dan Qing di negeri bambu tersebut. Tentunya, generasi pertama dari etnis Tionghoa di Indonesia yang membawa tradisi ini dari negeri mereka.

Baca Juga : Wanita Ini Cek Rekening Bank Setelah 60 Tahun, Perubahan Saldonya Bikin Kaget

Siapa yang wajib memberi angpao?

Seperti tradisi yang dibentuk oleh kelompok sosial manapun, memberikan angpao juga ada aturannya sendiri. Aturan ini, tentunya dipengaruhi sejarah dan kepercayaan kuno yang tidak seluruhnya sesuai dengan pemikiran modern saat ini. Beberapa kelompok kadang juga sudah memodifikasi aturan sendiri.

Yang jelas, orang dewasa wajib membagikan angpao. Artinya jika seseorang sudah menikah atau sudah beberapa tahun di atas usia menikah umumnya, dia wajib memberikan angpao di hari Imlek kepada orang tua dan sanak keluarga yang belum menikah.

Baca Juga : Viral Petani Ukraina "Curi" dan Tarik Tank Rusia Pakai Traktor

Besaran angpao tentunya berbeda beda tergantung dari tingkat ekonomi dan kesanggupan masing-masing individu. Semakin kaya seseorang, semakin besar angpao yang diberikan karena dipercaya harus lebih banyak berbagi agar terus mendapatkan rezeki.

Selain kepada keluarga inti, biasanya tuan rumah juga memberikan angpao kepada anak dari tamu yang berkunjung.

Angpao di mata anak-anak

Baca Juga : Pria Ini Kesulitan Bernapas Bertahun-tahun, Ternyata Ada Gigi Tumbuh di Rongga Hidung

Anak-anak adalah kelompok umur yang mungkin paling bahagia ketika Imlek tiba. Maklum, anak kecil belum sepenuhnya tahu makna kekeluargaan yang lebih besar dari sekedar menerima amplop merah ini.

Karena ekonomi negara terus bertumbuh dan tingkat pendapatan setiap keluarga juga meningkat, maka sudah pasti angpao juga bertambah setiap tahunnya. Tentu saja, tanpa mengesampingkan efek pandemi Covid-19 yang tentu berimbas pula pada pendapatan keluarga warga Tionghoa di Indonesia.

Jumlah tetangga dan sanak keluarga yang cenderung bertambah setiap tahunnya berpotensi pula menambah jumlah angpao yang didapat. Sebelum pandemi, semakin banyak rumah tetangga dan kerabat yang sanggup dikunjungi ketika Imlek, semakin banyak pula angpao yang didapat.

Di masa pandemi seperti ini, tatap muka secara fisik pasti jauh berkurang. Tapi bukan berarti tradisi memberikan angpao lantas terhambat. Warga masih bisa berkirim “angpao virtual” via transfer online tentunya.

Walaupun diberikan kepada anak kecil, tapi biasanya setelah dibuka, uang angpao pasti dititipkan ke orang tua. Bahkan untuk anak bayi, angpao sudah pasti menjadi milik orang tua. Makanya, biasanya orang tua juga bersemangat membawa anaknya untuk berkunjung ke banyak rumah keluarga dan tetangga.

Positifnya, tradisi ini secara tidak langsung menjadi mekanisme sosial yang sangat efektif untuk menjaga silaturahmi. Tentunya, mencari angpao bukan tujuan utama. Pada akhirnya semua orang memberi dan mendapatkan angpao dari anak-anaknya. Selain itu tidak semua orang diberikan angpao jika dirasa tamu yang berkunjung tidak memiliki hubungan yang terlalu akrab dengan tuan rumah.

Makna memberi angpao bagi orang dewasa

Sebagian besar etnis Tionghoa percaya bahwa rezeki akan kembali jika kita memberi. Ketika memberi angpao, sudah menjadi tradisi untuk berkata “isinya tidak penting, yang penting doa untuk rezeki terus bertambah”. Inilah indahnya momen kebersamaan di Imlek.

Walaupun begitu, momen ini juga kadang secara tidak langsung menjadi penilaian atas kekayaan seseorang. Secara alami, keluarga yang kaya akan mendapatkan banyak pengunjung ke rumah karena mereka cenderung memberikan angpao yang lebih besar. Kadang, tetangga atau kenalan yang tidak terlalu akrab juga berkunjung ke rumah membawa anaknya. Alhasil, muncul kebiasaan baru yang menarik: wisata di saat Imlek.

Cukup masuk akal. Jika dihitung, pengeluaran angpao dan makanan penjamu Imlek cukup untuk membiayai wisata keluar kota. Hal itu yang melatar-belakangi tren di mana keluarga kaya hanya memberikan angpao ke anggota keluarga inti, kemudian sisanya dipakai untuk jalan-jalan ke luar kota. Jika tidak ada di rumah di hari Imlek, maka tamu tidak bisa berkunjung dan tuan rumah tidak perlu memberikan angpao. Tentunya, hal semacam ini tak lagi ditemui saat pandemi seperti sekarang ini, di mana pergerakan masyarakat dibatasi, termasuk keluar kota.

“Sebenarnya bukan masalah (duitnya) sih, kadang lebih karena ga sempat dekorasi rumah, siapin kue, dan lain-lain. Biar ga ribet kita akhir jalan-jalan keluarga saja.“, pendapat Vina Lim seorang ibu rumah tangga berusia 40 tahun di Pontianak kepada Lifepal.

Jumlah keluarga seperti Vina ini tentunya tidak banyak. Mayoritas tetap menjaga tradisi ini, namun semakin sedikit jumlah tempat yang dikunjungi setiap tahunnya. Hal ini terlihat jelas di kota besar seperti Jakarta, di mana sebagian besar penduduk biasanya tidak terlalu akrab dengan tetangga dan banyak yang tinggal di apartemen. Selain itu, saat ini penduduk Tionghoa tidak lagi tinggal berdekatan di sekitar kawasan pecinan. Jadi, tetangga yang merayakan Imlek tidak sebanyak dulu.

Tips membuat anggaran angpao

Tidak ada aturan pasti untuk ini, angka angpao bisa mulai dari Rp 20 ribu hingga jutaan rupiah. Bahkan dengan canggihnya teknologi, kadang angpao tidak diberikan di dalam amplop, namun dikirimkan langsung ke rekening penerima.

Lantas, berapa angka yang wajar? Apakah angpao harus sama jika tingkat ekonomi penerimanya berbeda? Apakah angpao sama jika umurnya berbeda?

Menurut kami, angpao itu pada dasarnya berbagi rezeki sehingga sebaiknya diberikan berdasarkan kemampuan dan anggaran dari pemberi, dan sesuai dengan kebutuhan atau tingkat ekonomi dari orang yang menerima. Jika ada keluarga yang lebih membutuhkan, berikan persentase yang lebih.

Bagaimana menganggarkan total pengeluaran untuk angpao? Pertama, tentukan batasan maksimal yang nyaman untuk dialokasikan sesuai kemampuan finansial Anda. Angka ini sangat subjektif dan berbeda-beda dari tiap individu. Idealnya ya tidak lebih dari penghasilan bulanan dari pemberi angpao. Setelah menentukan anggaran, tentukan pembagian yang pas untuk orang-orang yang diberikan. Misalnya, kita gunakan contoh anggaran sebesar lima juta rupiah:

 

Jangan terlalu mempertimbangkan ego dan tekanan sosial ketika menentukan anggaran. Intinya, anggarkan dengan niat yang baik untuk berbagi rezeki yang sudah didapatkan di tahun lalu. Tidak perlu bingung atau sungkan, karena bagaimanapun yang penting niat dan makna dari amplop merah ini.

Cara mengumpulkan dana anggaran angpao pun cukup mudah. Lifepal menyarankan untuk menyisihkan sebagian penghasilan Anda selama beberapa bulan sebelum Imlek, lalu masukkan ke dalam tabungan maupun instrumen investasi jangka pendek yang likuid, seperti reksa dana pasar uang. Selain mudah dicairkan kapanpun saat dibutuhkan - tidak seperti deposito yang akan memberi penalti jika dicairkan sebelum jatuh tempo - return atau imbal hasil yang didapat pun lebih tinggi.

BERITA TERKAIT