Selasa, 19 Januari 2021 08:31
Sarwo Edhy
Editor : Alief Sappewali

RAKYATKU.COM – Kementerian Pertanian akan melakukan sejumlah langkah strategis sebagai bentuk optimasi anggaran pupuk subsidi tahun 2021.

 

Salah satu langkah yang dilakukan adalah dengan melakukan penurunan harga pokok produksi (HPP) sekitar 5 persen.

“Dari penurunan HPP ini kita bisa mendapatkan efisiensi sebesar Rp2,457 triliun. Langkah yang kita ambil mengacu pada rekomendasi KPK, BPK, BPKP, dan Itjen Kementerian Pertanian pada Permentan 28 Tahun 2020 tentang komponen HPP,” ungkap Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Sarwo Edhy saat mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi IV DPR RI bersama Kementerian Pertanian di Gedung DPR/MPR Senayan, Jakarta, Senin (18/1/2021).

Baca Juga : Kunjungan Kerja ke Gowa, Mentan Ingatkan Distributor Pupuk Tak Macam-macam

Langkah selanjutnya adalah dengan mengubah formula NPK 15:15:15 menjadi NPK 15:10:12. Perubahan formula ini dilakukan berdasarkan hasil kajian Badan Litbang Pertanian dan kesepakatan Rapat Koordinasi Kelompok Kerja Pupuk dengan Koordinator Kemenko Perekonomian. Dari pengubahan formula, terhitung akan ada efisiensi sebesar Rp2,272 triliun.

 

“Berdasarkan hasil kajian Badan Litbang Pertanian, perubahan formula juga diharapkan dapat meningkatkan kesuburan lahan sawah karena sudah adanya jenuh unsur hara P dan K,” sebut Sarwo.

Selain dua langkah di atas, Kementan juga telah mengeluarkan Permentan Nomor 49 Tahun 2020 tentang Pedoman Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk pupuk bersubsidi pada tahun anggaran 2021. Dalam peraturan tersebut, HET pupuk naik Rp300 hingga Rp450 per kilogram.

Baca Juga : Mentan Andi Amran Sulaiman Apresiasi Penjabat Gubernur Prof Zudan

“HET Pupuk tidak pernah naik semenjak 2012. Untuk saat ini, kita perlu menaikkan HET demi menambah kuota pupuk. Berdasarkan perhitungan kami, dari kenaikan HET pupuk, kita bisa mendapatkan efisiensi sebesar Rp2,578 triliun,” tutur Sarwo.

Ketiga langkah tersebut perlu dilakukan Kementan untuk menutupi kekurangan anggaran subsidi sebesar Rp7,307 triliun. Berdasarkan rata-rata realisasi penyaluran pupuk bersubsidi Tahun 2014-2018, diperlukan anggaran sebesar Rp32,584 triliun. Sementara pagu indikatif untuk subsidi pupuk senilai Rp25,276 triliun.

Sejumlah langkah strategis memang harus cepat dilakukan untuk menambah volume pupuk bersubsidi sesuai dengan permintaan petani di lapangan. Bahkan melalui surat yang disampaikan Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) kepada Menteri Keuangan Nomor 07/E/KTNA Nas/03/2020, KTNA telah menyampaikan menyetujui kenaikan HET Rp300 hingga Rp500 per kg untuk mengatasi kekurangan pupuk.

Lebih lanjut, Sarwo menyebutkan ketepatan distribusi pupuk bersubsidi sangat ditentukan oleh pendataan petani oleh penyuluh dan validasi kepala Dinas Pertanian kabupaten. Untuk itu, peran pemerintah dareah aktif mendata petani yang menjadi prioritas untuk masuk prioritas e-RDKK.

Baca Juga : Kementerian Pertanian Beri 300 Beasiswa Pengembangan SDM Sawit untuk Lulusan SMA di Sulsel

“Pemerintah hanya memberikan subsidi sebesar 30 persen. Untuk itu, kita harapkan ketepatan pendataan petani oleh penyuluh,” sebut Sarwo.

Menanggapi persoalan pendataan, anggota Komisi IV DPR RI Charles Meikyansyah menyebutkan penyuluh merupakan elemen penting sehingga ia menyarankan penyuluh ditempatkan pada struktur pemerintah pusat.

“Kami melihat penyuluh ditempatkan di bawah pemerintah daerah ini justru menghambat pendataan. Misalnya, akibat pilkada 2020, akhirnya di sejumlah daerah tidak menyerahkan data. Petahana yang kalah pada pilkada, tidak memberikan data-data. Hal ini bisa kita hindari kalau penyuluh ada di bawah pemerintah pusat,” ungkap Charles.

TAG