RAKYATKU.COM - Flight Data Recorder (FDR), bagian dari kotak hitam (black box) pesawat Sriwijaya Air SJ-182 ditemukan pada Selasa (12/1/2021) sore, di perairan Kepulauan Seribu. Pagi ini tim SAR gabungan akan melanjutkan pencarian bagian lain dari black box, yaitu Cockpit Voice Recorder (CVR) atau perekam suara kokpit.
Adalah Mayor Laut Teknik Iwan Kurniawan, sang penemu FDR kotak hitam Sriwijaya Air tersebut. Dikatakannya, bukan perkara mudah untuk mendapat benda penting dari pesawat itu. Dia menambahkan, sebelum menemukan black box, butuh waktu tiga hari untuk menemukan titik koordinat kotak hitam Sriwijaya Air.
“Prosesnya dari awal penyelaman sekitar tiga hari, mulai pertama kita survei dulu setelah itu kita lihat titik-titik bongkahan besar. Hari kedua, ketiga kita angkat. Begitu sudah kita angkat semua, harapannya bongkahan besar itu bisa mempermudah pencarian," kata Iwan, Selasa (12/1/2020).
Baca Juga : Viral Video Penumpang Yeti Airlines Live di Facebook Saat Pesawat Jatuh di Nepal
Mayor Iwan Kurniawan merupakan perwira menengah dari Dinas Penyelaman dan Penyelamatan Bawah Air (Dislambair) Koarmada I TNI AL dikutip dari okezone.com.
TNI AL sendiri diketahui memiliki pasukan khusus yang mampu menyelam di kedalaman yang cukup ekstrim. Seperti Batalyon Intai Ambfibi (Yontaifib) Marinir, Satuan Komando Pasukan Katak (Kopaska), dan Detasemen Jalamangkara (Denjaka).
Sementara Dislambair Koarmada I adalah satuan khusus penyelaman TNI AL di bawah Komando Armada I.
Baca Juga : 68 Penumpang Pesawat yang Jatuh di Nepal Ditemukan Tewas, 4 Orang Masih Proses Pencarian
Umumnya, tidak setiap anggota prajurit TNI Angkatan Laut mempunyai kemampuan menyelam di dalam laut. Penyelam TNI AL merupakan salah satu Pasukan khusus.
Karena penyelam TNI AL adalah Prajurit yang telah mendapatkan pendidikan Brevet Juru Selam, yang selanjutnya selanjutnya bertugas pada Dinas Penyelamatan Bawah Air (Dislambair) baik di Armada Barat (Koarmabar) maupun Armada Timur (Koarmatim). Oleh karena itu, penyelam merupakan salah satu Pasukan khusus yang mampu menyelam di kedalaman ekstrim.
Untuk diketahui, Dinas Penyelamatan Bawah Air (Dislambair) Koarmada II pernah mengadakan Latihan Pemantapan Selam Mixgas (Heliox) TA 2019.
Baca Juga : Pilot Pesawat T-50i Golden Eagle yang Jatuh di Blora Meninggal
Latihan Selam Mixgas sendiri merupakan salah satu cara agar penyelam mampu menyelam di kedalaman ekstrim, dimana dengan menggunakan gas udara biasa batas aman penyelam adalah dengan kedalaman 100 fsw (feth sea water) atau 30 Meter.
Meskipun beberapa penyelam mampu menyelam dengan udara biasa sampai batas maksimal 60 meter namun secara prosedur tidak diperbolehkan. Sedangkan apabila dengan menggunakan gas heliox penyelam bisa menyelam hingga kedalaman 106 meter.
Sebelumnya, pesawat Sriwijaya Air nomor register PK-CLC SJ 182 rute Jakarta-Pontianak hilang kontak pada hari Sabtu (9/1) pukul 14.40 WIB dan jatuh di perairan Kepulauan Seribu di antara Pulau Lancang dan Pulau Laki.
Baca Juga : TNI AU Beber Kronologi Pesawat Tempur T-50i Golden Eagle Jatuh di Blora
Pesawat jenis Boeing 737-500 itu hilang kontak di posisi 11 nautical mile di utara Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang setelah melewati ketinggian 11.000 kaki dan pada saat menambah ketinggian di 13.000 kaki.
Pesawat take off dari Bandara Soekarno Hatta pada pukul 14.36 WIB. Jadwal tersebut mundur dari jadwal penerbangan sebelumnya 13.35 WIB. Penundaan keberangkatan karena faktor cuaca.
Berdasarkan data manifest, pesawat yang diproduksi pada tahun 1994 itu membawa 62 orang terdiri atas 50 penumpang dan 12 orang kru. Dari jumlah tersebut, 40 orang dewasa, tujuh anak-anak, dan tiga bayi. Sementara itu, 12 kru terdiri atas enam kru aktif dan enam kru ekstra.