Senin, 11 Januari 2021 17:02
Lokasi pencarian Sriwijaya Air di Kepulauan Seribu. (photo/ANTARA FOTO/Galih Pradipta)
Editor : Fathul Khair Akmal

RAKYATKU.COM - Penduduk Pulau Lancang mengaku mendengar suara menggelegar saat pesawat Sriwijaya Air SJ182 jatuh di Kepulauan Seribu, Sabtu 9 Januari lalu. Saking kerasnya, suara itu dikira bom meledak.

 

Warga Pulau Lancang, Junaenah (40), mengatakan saat itu situasi tidak ada yang berbeda. Ada masyarakat yang melaut, mencari rajungan (sejenis kepiting), dengan kebanyakan masyarakat berada di dalam rumahnya berlindung dari hujan.

" Pas dengar saya kaget: Ya Allah, suara apa itu, karena besar sekali seperti bom. Tetapi saya dan anak-anak tidak keluar karena saya kira hanya petir di tengah hujan," kata Junaenah yang jarak rumahnya dari bibir pantai hanya sekitar 200 meter tersebut.

Baca Juga : Viral Video Penumpang Yeti Airlines Live di Facebook Saat Pesawat Jatuh di Nepal

Akhirnya kabar sebenarnya datang dan tersiar sekitar pukul 16.00 WIB di pulau yang masyarakatnya sebagian besar adalah keluarga nelayan itu.

 

Tak lama setelahnya, Kementerian Perhubungan memberikan kabar bahwa satu pesawat maskapai Sriwijaya Air hilang kontak di sekitar perairan Kepulauan Seribu. Kabar itu juga diperkuat oleh warga lainnya kembali dari melaut.

Dari kabar yang dibawa nelayan yang melaut, warga Pulau Lancang mengetahui ledakan tersebut adalah berasal dari sebuah pesawat, yang mengalami kejadian nahas jatuh di antara tempat mereka dengan Pulau Laki yang tak berpenghuni.

Baca Juga : 68 Penumpang Pesawat yang Jatuh di Nepal Ditemukan Tewas, 4 Orang Masih Proses Pencarian

" Nelayan yang baru pulang mengabari bahwa di sana (perairan Pulau Lancang-Pulau Laki) ada pesawat yang jatuh. Saya langsung ingat oh mungkin itu yang siang tadi (saat hujan) saya kira petir sangat besar," ucap Marsu, Ketua RT 001/RW 001 Pulau Lancang.

Hendrik Mulyadi seorang nelayan rajungan di sekitar perairan Pulau Lancang-Pulau Laki, Kepulauan Seribu, yang menjadi saksi kunci kejadian nahas pada Sabtu 9 Januari 2021 siang tersebut.

Hendrik menceritakan dirinya saat kejadian nahas tersebut, berada di lokasi yang diduga kuat menjadi lokasi jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ-182 itu bersama dua rekannya yang merupakan ABK di kapal pencari rajungannya.

Baca Juga : Pilot Pesawat T-50i Golden Eagle yang Jatuh di Blora Meninggal

" Saat itu hujan cukup besar (kemungkinan berkabut), dan kami bertiga di tengah laut sedang konsentrasi mengambil bubu (alat penangkap rajungan), tiba-tiba ada seperti kilat ke arah air disusul dentuman keras, puing berterbangan sama air (ombaknya) tinggi sekali, untung kapal saya enggak apa-apa," kata pria 30 tahun itu.

Setelah rangkaian kejadian yang berlangsung di bawah dua menit tersebut, Hendrik dan dua rekannya tidak bisa melakukan apa-apa selain bertanya-tanya ada apa gerangan yang terjadi dan sempat mengira itu adalah bom yang jatuh dan meledak.

Namun anehnya, Hendrik mengaku sesaat sebelum kejadian tidak terdengar suara mesin pesawat sebelum dentuman keras. Serta tidak terlihat kobaran api membubung sesaat setelah dentuman keras.

Baca Juga : TNI AU Beber Kronologi Pesawat Tempur T-50i Golden Eagle Jatuh di Blora

"Suara mesin enggak ada. Terus saat kejadian enggak kelihatan ada api, hanya asap putih, puing-puing yang berterbangan, air yang berombak besar, dan ada aroma seperti bahan bakar," katanya.

Meski tidak mengalami cedera dan kapalnya tidak mengalami kerusakan, Hendrik mengaku masih terguncang, hingga tidak enak makan dan tidur sampai tak sanggup bekerja mencari rajungan seperti sedia kala.