RAKYATKU.COM -- Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menggaungkan program peningkatan ekspor produk pertanian melalui Gerakan Tiga Kali Ekspor (Gratieks). Termasuk tanaman hias.
Produksi tanaman hias hingga triwulan II pada 2020 berdasarkan data BPS mencapai 342.422.645 pcs. Sementara itu ekspor volumenya mencapai 4.176.294 kg atau setara dengan US$ 12.176.244.
Besarnya angka ekspor benih tanaman hias menunjukkan bahwa bisnis benih tanaman hias masih sangat terbuka.
Direktur Jenderal Hortikultura, Prihasto Setyanto menyatakan bahwa jajarannya telah melakukan berbagai upaya untuk mendukung program Gratieks tersebut, yakni melalui Gedor Horti (Gerakan Dorong Produksi, Daya Saing dan Ramah Lingkungan Hortikultura).
Perekonomian masyarakat di masa pandemi Covid-19 umumnya menurun. Namun, tidak demikian halnya terjadi pada pasar tanaman hias. Masyarakat yang cenderung beraktivitas dari rumah baik itu sekolah dan bekerja dari rumah melahirkan aktivitas berkebun. Uniknya, permintaan tanaman hias bagi Wartono, petani sekaligus pelaku usaha asal Ciapus Bogor banjir dari dua sisi, penjual dan pembeli.
Baca Juga : Kunjungan Kerja ke Gowa, Mentan Ingatkan Distributor Pupuk Tak Macam-macam
“Tren dan permintaannya jauh lebih besar dari saat sebelum pandemi. Cuma permintaan kalau dulu biasanya pedagang sekarang ini semua golongan dan kalangan. Juga permintaannya menjadi lebih banyak dan membeludak, bisa lima puluh kali lipat,” ujar Wartono, pemilik Gress Nursery yang beralamat di Ciapus, Bogor.
Meskipun demikian, permintaannya tidak sebanding dengan pasokan yang ada. Dirinya merasa stok yang dimiliki tidak mampu memenuhi permintaan pasar. Diakui olehnya karena petani bunga sedikit. Bahkan bunga lokal sangat kurang jumlahnya.
“Permintaannya banyak tetapi petaninya tidak ada. Itu menjadi masalah tersendiri karena kita kekurangan barang-barang lokal. Sejauh ini kami mengembangkan produk hasil sendiri namun adakalanya mengambil juga dari rekan-rekan yang lain,” jelas Wartono.
Baca Juga : Mentan Andi Amran Sulaiman Apresiasi Penjabat Gubernur Prof Zudan
Pria kelahiran Sunda ini memfokuskan diri pada pengembangan aglaonema. Dirinya tidak menutupi diri hanya pada satu jenis tanaman saja. Dirinya juga memiliki aneka philodendron, keladi, dan beberapa jenis tanaman hias daun lainnya. Penjualannya juga telah menembus pasar ekspor.
Jika ditanya besaran omzet per bulan, maka tidak tanggung-tanggung, angka Rp1 miliar per bulan itu bukan mustahil bagi dirinya.
“Selama pandemi, per bulan rata-rata Rp750 juta hingga Rp1 miliar,” ujarnya malu-malu.
Baca Juga : Kementerian Pertanian Beri 300 Beasiswa Pengembangan SDM Sawit untuk Lulusan SMA di Sulsel
Ketua Pecinta tanaman hias Bogor, Gunawan optimistis bisnis tanaman hias selama masa pandemi akan terus berkibar dan ini kabar baik bagi para penjual tanaman hias
“Selama Covid akan terus ramai karena orang hobi menanam. Selama hobi menanam, bisnis tanaman hias akan terus ramai,” ujarnya bangga.
Gunawan menyebutkan, para petani tanaman hias Ciapus sudah terbiasa bermain di pasar ekspor. Produksi yang dimiliki umumnya untuk memenuhi kebutuhan ekspor ke Eropa, Amerika, China, Hong Kong hingga Australia.
Baca Juga : Pejabat Bupati Wajo Hadiri Kunjungan Mentan RI di Rujab Gubernur Sulsel
Kiat Berbisnis Aglaonema untuk Pemula
Wartono berbagi tips untuk mengembangkan bisnis Aglaonema. Bagi seorang penjual sekaligus produsen, dia menjual aneka Aglaonema mulai kisaran Rp35 ribu hingga Rp1 juta untuk yang berukuran remaja bukanlah hal yang mengherankan. Tidak hanya sampai di harga tersebut, dirinya juga menunjukkan salah satu koleksinya, Golden Hope yang dibanderol Rp20 juta.
Baca Juga : Ditjen Perkebunan Kementan Tetapkan Harga Pembelian Tebu
“Kita harus sabar dan tekun karena mengembangkan aglaonema itu tidak mudah. Kadang tuh kita tidak sabar menunggu penghasilan yang selalu ingin cepat karena kebiasaan orang-orang kita. Tanaman ini bukan barang cetakan. Kita harus sabar nungguin beranak dan harus melakukan perawatan dengan benar. Aglaonema ini lebih sulit dari tanaman-tanaman yang lain. Mungkin kalau pemain tanaman di luar bisa lebih cepat karena sistem kultur jaringan, sedangkan di sini hanya dengan sistem stek saja," katanya.
Wartono bercerita bahwa dirinya autodidak ketika mengembangkan bisnis Aglaonema. Menekuni tanaman Aglaonema baginya berasal dari hobi. Dirinya mengakui nyaman menekuni tanaman ini.
“Kalau saya menyarankan, saya belajar dari Trubus volume 6 (enam). Saya autodidak belajar sendiri awalnya saya tidak mengenal tanaman sama sekali. Dulu saya di sini hanya tukang kebun. Jadi saya mencari kesibukan selain jaga vila ini ngurus kebunnya. Intinya pengen usaha tapi tidak tahu ingin usaha apa. Nah di sini saya menemukan hal yang membuat saya nyaman. Saya berawal dari hobi, bukan niat usaha malahan dari awalnya,” paparnya.
Dirinya mengaku hobi merawat memiliki kenyamanan tersendiri dan tidak menyangka bisnisnya bisa sangat menghasilkan. Sebelumnya dia pernah mencoba usaha lain seperti ternak ikan dan segala macam, tetapi yang lebih menghasilkan malah di tanaman ini. Jika sekarang dia memiliki areal 3000 meter persegi, siapa sangka miliarder ini memulai usahanya dari lahan sebidang 2x3 meter persegi.