Rabu, 21 Oktober 2020 20:43
Editor : Alief Sappewali

RAKYATKU.COM - Corona masih ada. Sebaiknya berpikir matang untuk menikmati libur panjang, 28 Oktober hingga 1 November 2020.

 

Fakta menunjukkan, liburan panjang berkontribusi pada peningkatan jumlah kasus positif corona.

Pada liburan Idulfitri 22-25 Mei 2020, misalnya, terjadi kenaikan jumlah kasus harian dan kumulatif pekanan sekitar 69 persen sampai 93 persen.

Baca Juga : Kasus Covid-19 Indonesia Meningkat Lagi, Kini Total 6.080.451

Begitu juga pada libur panjang 20-23 Agustus 2020. Terjadi kenaikan jumlah kasus harian sebanyak 58 persen hingga 118 persen.

 

"Juga terjadi angka kenaikan absolut pada tes dengan hasil positif yang naik mencapai 3,9 persen dalam dua minggu di tingkat nasional," ungkap Wiku Adisasmito, juru bicara Satgas Penanganan Covid-19.

Itu sebabnya, pemerintah mengimbau masyarakat agar tidak melakukan perjalanan keluar rumah. Khususnya ke tempat kerumunan atau keramaian pada periode libur panjang pekan depan guna menekan kasus penyebaran Covid-19.

Baca Juga : Aturan Mudik Lebaran: Wajib Pakai Masker Tiga Lapis, Dilarang Teleponan

Namun jika mendesak harus keluar rumah, Prof Wiku mengingatkan agar masyarakat menegakkan protokol kesehatan. Memakai masker, menjaga jarak dan menghindari kerumunan, dan mencuci tangan pakai sabun di air mengalir.

Koordinator Tim Pakar Satgas Penanganan Covid-19 ini mengatakan Tim Satgas Penanganan Covid-19 mendorong agar perkantoran dan perusahaan juga melakukan antisipasi bagi karyawan yang hendak berpergian ke luar kota pada masa periode libur panjang.

Perusahaan didorong untuk meminta karyawan melaporkan ke kantor, terutama yang pergi ke zona oranye dan merah. Selain itu perusahaan mendorong karyawannya menjalani isolasi mandiri jika mengalami gejala demam, gangguan pernafasan, atau hilang indera perasa dan penciuman setelah libur panjang.

Baca Juga : Satgas COVID-19: Buka Puasa Bersama Boleh, tetapi Jangan Mengobrol

"Karyawan yang berpergian ke zona oranye dan merah harus melaporkan ke perusahaan," tegas Prof Wiku.

Prof Wiku menunjukkan hasil studi tahun 2020 "Effect of Human Mobility Restriction on The Spread of Covid-19 in Shenzhen China Modelling Study Using Mobile Phone Data”.

Pengurangan mobilitas dalam kota sebanyak 20 persen dapat melandaikan kurva kasus sebanyak 33 persen dan menunda kemunculan puncak kasus selama dua pekan.

Baca Juga : Update COVID-19 Indonesia 21 Januari: Naik 2.604, Kasus Aktif 14.119

Pengurangan mobilitas dalam kota sebanyak 40 persen dapat melandaikan kurva kasus 66 persen dan menunda kemunculan puncak kasus selama empat minggu. Bahkan pengurangan mobilitas dalam kota sebanyak 60 persen dapat melandaikan kurva kasus sebanyak 91 persen dan menunda kemunculan puncak kasus selama empat belas pekan.

Studi lainnya masih di tahun 2020 "Stay at Home Works to Fight Again Covid-19 International Evidance from Google Mobility”, data dibuat dari 130 negara, menunjukkan 1 persen peningkatan masyarakat yang berdiam di rumah akan mengurangi 70 kasus dan 7 kematian mingguan. Bahkan 1 persen pengurangan mobilitas masyarakat menggunakan transportasi umum di terminal, stasiun, dan bandara akan mengurangi 33 kasus dan 4 kematian mingguan.

Sebanyak 1 persen pengurangan kunjungan masyarakat ke ritel dan tempat rekreasi juga mengurangi 25 kasus dan 3 kematian mingguan. Apabila terjadi 1 persen kunjungan ke tempat kerja akan mengurangi 18 kasus dan 2 kematian mingguan.

Baca Juga : Total Kasus Positif COVID-19 Indonesia Capai 4.261.759

"Bisa dibayangkan berapa banyak nyawa yang bisa dilindungi dan selamatkan dengan pengurangan kunjungan tadi," tutup Prof Wiku.

BERITA TERKAIT