RAKYATKU.COM - Saat-saat terakhir Presiden ke-2 Soeharto sebelum wafat ternyata memiliki sebuah kisah haru. Hal ini diceritakan oleh Siti Hardiyanti Rukmana atau akrab dipanggil sebagai Mbak Tutut dalam laman tututsoeharto.id. Saat itu, ia bersama adik-adiknya yang lain tengah berkumpul menemani Soeharto yang tengah dirawat.
Saat tengah berkumpul itulah, Soeharto mengungkapkan keinginannya untuk makan pizza. Peristiwa itu terjadi pada tanggal 25 Januari 2008 malam.
Beruntung, ada toko yang masih buka. Titiek dan Mamiek berusaha mencari kuliner Italia itu lewat bantuan teman-temannya. Soeharto memanggil anak-anaknya untuk berkumpul dan mengajak makan pizza bersama.
Baca Juga : Heboh, Pria Memakai Kaos Oblong Bersarung Biru Munculkan Uang dari Balik Bantal
Tak disangka, Soeharto tiba-tiba menyanyikan lagu “Panjang Umurnya”. Ia rupanya masih ingat bahwa pada bulan Januari itu Tutut berulang tahun, yakni tanggal 23 Januari.
Pesta makan pizza itu sekaligus merayakan hari kelahiran wanita yang merupakan anak pertama pasangan Soeharto dan Tien Soeharto tersebut.
Saat itu, Soeharto tengah dirawat karena sakit yang dideritanya sejak pertama kali terkena stroke ringan pada tahun 1999 lalu. Di tengah-tengah acara tersebut, Titiek ternyata membawa ponsel berkamera ke kamar dan kemudian foto bersama. Beruntung, jepretan gambar tersebut ternyata foto terakhir yang berhasil diabadikan.
Baca Juga : Wanita Ini Cek Rekening Bank Setelah 60 Tahun, Perubahan Saldonya Bikin Kaget
Tutut berkisah jika malam itu Titiek tidak membawa ponsel berkamera, mungkin dia dan saudara-saudara lainnya tidak memiliki kenang-kenangan terakhir dengan sang ayah.
Pada saat itu pula, Soeharto hendak melaksanakan salat tahajud. Ia pun meminta agar kasurnya diputar untuk menghadap ke arah kiblat dan kemudian menunaikan salat tahajud.
Sehari sebelum wafat, Soeharto memanggil Tutut. Ada sebuah pesan yang ingin disampaikan pada putri pertamanya tersebut. Dengan suara lirih, Soeharto mengatakan bahwa dirinya sudah tidak kuat lagi.
Baca Juga : Viral Petani Ukraina "Curi" dan Tarik Tank Rusia Pakai Traktor
“Bapak sudah tidak kuat lagi. Bapak ingin menyusul ibumu,” ucap Soeharto pada Tutut.
Di penghujung usianya, Soeharto berpesan kepada Tutut agar dirinya tetap menjaga kerukunan dengan saudara-saudaranya yang lain. Tetap bersabar dan tidak menaruh dendam.
Lebih lanjut, Soeharto juga ikut membesarkan hati Tutut seraya mengatakan bahwa semua manusia pasti akan kembali kepada-Nya.
Baca Juga : Pria Ini Kesulitan Bernapas Bertahun-tahun, Ternyata Ada Gigi Tumbuh di Rongga Hidung
“Jangan sedih, semua manusia pasti akan kembali kepada-Nya. Tinggal waktunya berbeda. Bapak tidak akan hidup selamanya. Kamu harus ikhlas, Insya Allah kita akan bertemu suatu saat nanti, di alam lain. Dekatlah, dan bersenderlah (bersandar) selalu kalian semua hanya kepada ALLAH. Karena hanya Dia yang pasti bisa membawa kita ke sorga. Doakan bapak dan ibumu.” ucap Soeharto pada Tutut dengan nada lirih.
Tutut pun tak bisa berbicara sepatah kata pun. Air matanya mulai mengalir. Soeharto melanjutkan kembali nasehatnya pada sang anak, agar dirinya tetap membantu masyarakat.
Menjaga baik-baik yayasan yang pernah dibentuknya demi kemaslahatan masyarakat luas dan tidak dipergunakan untuk keperluan keluarga.
Baca Juga : Lagi Viral, Bersandal Jepit Tenteng Kresek Berisi Uang Rp 300 Juta
Setelah memberi nasehat pada Tutut, Soeharto kemudian beristirahat. Menjelang sore hari, kondisi Soeharto terlihat menurun dan tim dokter meminta izin pada Tutut untuk memeriksa sang ayah.
Pada malam hari, Soeharto sempat ditanya perihal kondisinya namun dijawab hanya dengan gelengan kepala.
Menjelang subuh, kesehatan Soeharto semakin menurun dan masuk fase kritis. Tutut yang baru saja tertidur segera dibangunkan oleh suster dan segera menuju ke kamar sang ayah.
Soeharto pada saat itu ditemani oleh salah satu anak laki-lakinya, yakni Sigit. Presiden RI ke-2 itu terlihat tenang dalam tidurnya, namun tidak membuka mata. Semua keluarga pun diminta untuk berkumpul di rumah sakit.
Setelah semua berkumpul, Tutut kemudian meminta agar mereka mencium tangan tangan sang ayah. Adik-adiknya yang lain kemudian membimbing dengan cara membisik di telinga Soeharto dengan kalimat istigfar dan tasbih.
Wajah Soeharto digambarkan oleh Tutut pada saat itu, terlihat tenang namun tetap terpejam meski masih menghela nafas.
Pada pukul 13.10 siang, 27 Januari 2008, Soeharto menghadap Sang Pencipta dengan tenang dengan dikelilingi oleh keluarga dan anak-anaknya. Presiden yang dijuluki sebagai “Bapak Pembangunan” itu dimakamkan di kompleks makam keluarga Astana Giribangun di Matesih, Karanganyar, Jawa Tengah, yang berjarak sekitar 35 kilometer di timur kota Surakarta.
Tutut tak mengira jika nasehat yang sempat disampaikan pada dirinya menjadi petuah terakhir sang ayah. Termasuk momen makan pizza, salat tahajud, hingga foto terakhir bersama Soeharto yang diabadikan lewat kamera ponsel. Selamat jalan bapak Presiden Soeharto. Jasa-jasamu akan selalu dikenang dari generasi ke generasi.
sumber: boombastis.com