RAKYATKU.COM - Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) menerima lebih ribuan laporan kekerasan terhadap anak sepanjang 1 Januari hingga 24 Juli 2020.
Dalam diskusi virtual baru-baru ini, Asisten Deputi Perlindungan Anak dari Kekerasan dan Eksploitasi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Valentina Ginting mengatakan bahwa 3.296 anak perempuan dan 1.319 anak laki-laki menjadi korban kekerasan selama rentang waktu tersebut.
Dari jumlah tersebut, 1.111 anak mengalami kekerasan fisik, 979 anak mengalami kekerasan psikis, 2.556 anak menderita kekerasan seksual, 68 anak menjadi korban eksploitasi, 73 anak menjadi korban perdagangan orang, dan 346 anak menjadi korban penelantaran.
Baca Juga : Kasus Kekerasan Anak di Gowa, Kabid Humas Polda Sulsel: 2 Orang Sudah Ditetapkan Tersangka
Yang lebih menghenyakkan lagi, 58,80 persen kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak itu terjadi di dalam rumah tangga. Anggota keluarga menjadi pelaku kekerasan tertinggi kedua setelah teman sebaya.
"Ini sudah menjadi kejahatan yang luar biasa yang perlu menjadi tanggung jawab semua pihak," ujar Valentina.
Perlu Kesadaran Publik
Dalam kesempatan yang sama Direktur Rehabilitasi Sosial Anak Kementerian Sosial, Kanya Eka Santi, mengatakan sesuai konsensus global, kekerasan pada anak apapun bentuknya, di mana pun dan dalam keadaan apa pun, tidak bisa dibenarkan dan dapat dicegah.
Baca Juga : "Ampun, Ampun..." Pelatih Tua Abaikan Teriakan Bocah 7 Tahun, Dilempar 27 Kali dalam Latihan Judo
"Faktor risiko lain dari sisi orang tua adalah soal kurangnya pemahaman tentang kebutuhan anak, perkembangan anak, dan keterampilan parenting. Kemudian ada riwayat kekerasan, penggunaan obat, isu kesehatan jiwa. Kemudian rendahnya pendidikan, punya banyak anak, penghasilan rendah, dan perilaku pemikiran dan emosi yang mendukung perilaku kekerasan," beber Kanya.
Persenjatai Anak dengan Pengetahuan Melawan Kekerasan
Kekerasan terhadap anak di bawah usia empat tahun diketahui berisiko fatal atau mengakibatkan kematian. Sementara anak usia remaja, rentan menjadi korban kekerasan seksual. Data itu juga mencatat anak berkebutuhan khusus yang juga berisiko menjadi korban kekerasan.
Kementerian Sosial, menurut Kanya, hingga Juni lalu saja menangani kasus kekerasan terhadap anak yang jumlahnya lebih besar dari laporan yang masuk ke Simfoni PPA, yaitu 8.600 kasus kekerasan fisik, psikis, seksual dan penelantaran anak. Ditambahkannya, kekerasan ini dapat disudahi dengan terus berupaya meningkatkan kesadaran publik tentang perlindungan anak dan penegakkan sistem hukum.
Polisi Siap Bantu Selesaikan Akar Persoalan
Wakil Direktur Pembinaan Masyarakat Kepolisian Daerah Metro Jakarta Raya (Polda Metro Jaya) Ajun Komisaris Besar Asep Rosadi menjelaskan pihaknya tidak sekadar menegakkan hukum terhadap para pelaku kekerasan terhadap anak, namun berusaha mencari akar persoalannya.
"Beberapa kasus yang ada, kami pelajari itu rata-rata bersumber dari tingkat pendidikan orang tua, kemudian himpitan ekonomi menyebabkan orang tua melampiaskan kepada perempuan yang ada di situ. Lalu juga masalah keluarga atau anak di luar nikah, perceraian, tidak harmonisnya rumah tangga" tutur Asep.
Faktor lainnya adalah lingkungan yang tidak peduli keadaan sekitar. Padahal, lingkungan sekitar atau tetangga bisa menjadi pencegah terjadinya kekerasan terhadap anak.
Sumber: VOA Indonesia