RAKYATKU.COM - Pandemi Covid-19 telah berdampak pada hampir semua negara di dunia.
Salah satu kendala yang dihadapi bersama adalah belum adanya obat untuk menangkal virus tersebut.
Saat ini, “obat termujarab” adalah pangan sehat yang mampu membuat tubuh tetap fit sehingga memiliki imunitas atau daya tahan yang baik untuk melawan patogen yang menyerang.
Baca Juga : Kunjungan Kerja ke Gowa, Mentan Ingatkan Distributor Pupuk Tak Macam-macam
Hal tersebut disampaikan Haris Syahbuddin, Sekretaris Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) saat membacakan keynote speech Kepala Balitbangtan, Fadjry Djufry dalam webinar bertema “Menu Sehat Menunjang Kesehatan Masyarakat Menuju Era Industri Pangan” Bogor, Selasa (28/7/2020).
Kepala Balitbangtan mengatakan, Kementerian Pertanian sangat concern terhadap isu pangan. Terutama dalam hal pola makan sehat, dan juga hal-hal yang terkait dengan food loss dan food waste.
Akhir-akhir ini terlihat kecenderungan perubahan pola konsumsi pangan. Terutama pada generasi milenial, generasi Z, dan generasi seterusnya.
Baca Juga : Mentan Andi Amran Sulaiman Apresiasi Penjabat Gubernur Prof Zudan
Terjadi peningkatan yang signifikan pada permintaan makanan siap saji akibat perubahan preferensi produk olahan pangan. Generasi ini memilih pangan yang praktis, instan, dan terjangkau baik akses maupun harganya.
Melihat permasalahan ini Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo dalam rangkaian acara Healthy Street Food Festival akhir tahun lalu menyampaikan perlunya pemikiran dan kerja keras semua pihak. Termasuk komitmen generasi milenial untuk menghadirkan solusi yang terjangkau dalam menerapkan pola pangan sehat di masyarakat.
Menteri Syahrul juga mengajak masyarakat untuk mengubah perilaku konsumsi menjadi lebih bijak, lebih sehat, dan tidak membuang makanan.
Baca Juga : Kementerian Pertanian Beri 300 Beasiswa Pengembangan SDM Sawit untuk Lulusan SMA di Sulsel
Pangan sehat, lezat dan berserat, lanjutnya, harus menjadi panduan dalam perakitan teknologi olahan pangan ke depan, agar generasi mendatang tetap terjaga imunitas tubuhnya dengan asupan gizi yang seimbang dari produk olahan pangan yang dikonsumsinya.
“Bahan baku produk olahan pangan yang diperoleh dari hasil panen proses budidaya agar bisa diterima kalangan industri haruslah terjaga kontinuitas, kualitas, dan kapasitasnya. Kalau kontinuitas dan kualitas sudah terjamin, maka kalangan industri tidak ragu lagi akan meningkatkan kapasitas produksi bersumber bahan baku tersebut,” terangnya.
Karena itu, peran litbang sangat strategis ke semua lini proses tersebut. Dari teknologi perakitan varietas yang dikehendaki kalangan industri, teknologi budi daya agar efisien biaya dan optimal panen, prosesing panen dan pascapanen, hingga teknologi pengolahan menjadi produk siap saji bahkan produk siap santap diperlukan guna memenuhi selera dan preferensi konsumen dan permintaan pasar.
Baca Juga : Pejabat Bupati Wajo Hadiri Kunjungan Mentan RI di Rujab Gubernur Sulsel
Bertolak dari kondisi tersebut, terangnya, litbang khususnya tanaman pangan harus bergerak dengan model “double track” atau berperan ganda, yaitu pemenuhan pangan untuk publik dan kebutuhan industri. Untuk mencapai output tersebut, litbang pertanian harus menjalankan kegiatan risetnya secara kolaboratif dan inovatif.
“Kerja sama segenap stakeholder harus dijalin dengan baik, sehingga kerja yang dilaksanakan secara multidisiplin dan multimitra bisa berlangsung dengan lancar. Sinergi dengan kalangan industri harus dilakukan sejak awal, saat produk dirancang, karena merekalah yang nantinya akan memanfaatkan hasil litbang tanaman pangan untuk menghasilkan produk-produk olahan pangan yang dikehendaki pasar atau dimaui konsumen,” tuturnya.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Adhi S Lukman mengatakan saat ini banyak negara maju yang mengembangkan natural food. Indonesia memiliki banyak sekali tanaman pangan yang bisa dihasilkan untuk natural food dan bernilai tambah.
Baca Juga : Ditjen Perkebunan Kementan Tetapkan Harga Pembelian Tebu
“Di dunia industri dan masyarakat, nilai tambah menjadi penting karena ada story, penanganan secara teknologi dan branding sehingga kadang dari tanaman yang murah bisa dijual mahal dengan nilai tambah yang baik misalnya jamu-jamuan,” terangnya.
Menurut Adhi, sekarang orang lebih mementingkan food safety dan instagramable, serta health benefit yang jelas. Rekomendasi health benefit ini harus terus dikembangkan.
Di Indonesia sudah banyak produk pangan olahan yang diproduksi untuk menjaga kesehatan secara natural. “Ini menjadi peluang bagi Indonesia bagaimana mengembangkan tanaman-tanaman pangan yang bisa dikembangkan untuk kebutuhan industri pangan,” terangnya.
Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Daeng M Faqih mengatakan bahwa Kementerian Pertanian memiliki peran stategis dalam menciptakan ketahanan pangan di Indonesia. Sebab, indikator sebuah ketahanan bangsa atau negara itu sangat berkaitan pemenuhan gizi dan ketahanan pangan.
Di tengah pandemi Covid-19, ketidakmampuan untuk mengonsumsi makanan bergizi relatif meningkat. Karena itu, Faqih berharap Kementerian Pertanian mendorong dan menggerakkan masyarakat agar tidak hanya menanam tanaman yang menghasilkan karbohidrat, tapi juga umbi-umbian, kacang-kacangan, serta tanaman lain yang bisa konsumsi untuk mengurangi efek dari persoalan Covid-19.
“Sebab dalam gizi seimbang ada lima unsur penting yang harus dikonsumsi yaitu unsur yang mengandung kalori, lemak, protein, vitamin dan mineral, serta air. Kalau orang kekurangan asupan makanan bergizi maka daya tahan tubuhnya akan kurang,” terangnya.
Webinar ini diikuti peserta dari kalangan industri, civitas akademika, peneliti, penyuluh, pemerhati pertanian, petani, dan masyarakat pada umumnya.