Senin, 15 Juni 2020 19:59
Dosen Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Hasnan Hasbi.
Editor : Nur Hidayat Said

RAKYATKU.COM - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulsel terus mendalami proyek akses jalan menuju Bandara Buntu Kunik, Kabupaten Tana Toraja. Dalam proyek ini, kawasan berstatus hutan lindung yang rencana menjadi akses jalan tiba-tiba muncul sertifikat tanah.

 

Atas kemunculan sertifikat yang sementara didalami oleh pihak Kejati tersebut, sejumlah orang dianggap perlu untuk dimintai keterangan demi menemukan fakta-fakta sebenarnya. 

Hal ini seperti disampaikan dosen Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Hasnan Hasbi.

"Untuk menemukan titik terang perlu meminta keterangan dari kepala desa, dusun, RT/RW, lurah, camat, BPN kota/kabupaten. Kalau di wilayah hutan harus wilayah yang memberikan persetujuan hak atas tanahnya berarti BPN Kanwil Sulsel," sebut Nanang, sapaan akrab Hasnan Hasbi, Senin (15/6/2020).

 

Untuk mengungkap kepastian sertifikat tanah yang muncul tersebut, Nanang juga menyebut perlunya mendalami histori tanah tersebut. Terlebih jika sertifikat tersebut benar adanya.

"Sangat perlu untuk mengetahui histori tanah yang bersertifikat tersebut. Konversi haknya dari mana asal muasalnya. Hutan ada dua macam yaitu hutan lindung dan ada juga yang dikelola oleh masyarakat adat," tambah calon doktor tersebut.

Tak sampai di situ, Nanang juga mengatakan perlu dilakukan pendalaman tentang bagaimana tanah itu diambil manfaatnya oleh pemilik sertifikat tanah tersebut.

"Apakah perorangan atau korporasi. Terkait kepemilikan ataupun pemberian hak tanah di kawasan hutan akan sangat selekrif dalam memberi haknya. Hal ini karena akan memikirkan juga tentang masyarakat sekitar yang mengambil manfaat atas hutan itu," jelasnya.

Sebelumnya, Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, Firdaus Dewilmar, menyampaikan sementara mendalami sertifikat tanah yang tiba-tiba muncul tersebut. Pasalnya keberadaan sertifikat ini disebut berpotensi menjadi modus korupsi.

"Jangan sampai itu modus agar bisa mendapatkan ganti rugi pembebasan lahan. Untuk itu kita akan dalami kebenaran sertifikat yang dimaksud. Jangan sampai dibayarkan dan belakangan baru diketahui ternyata sertifikat palsu. Itu jelas akan merugikan jelas Firdaus.

Asal tahu saja, proyek pembangunan akses jalan menuju Bandara Buntu Kunik telah menggunakan dana secara bertahap yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Sulawesi Selatan.

"Tahun 2019 Pemprov kucurkan anggaran sebesar Rp30 miliar untuk akses jalan menuju bandara baru tahap pertama. Tahun ini, pemprov kembali akan mengucurkan anggaran sekitar Rp32 miliar untuk lanjutan atau tahap dua pembangunan akses jalan menuju bandara baru toraja," kata Gubernur Sulsel, Nurdin Abdullah, pada satu kesempatan.

TAG

BERITA TERKAIT