Jumat, 12 Juni 2020 13:43
Warga Pulau Putiangin, Desa Lasitae, Kecamatan Tanate Rilau, Kabupaten Barru, terpaksa mengonsumsi air hujan sebagai air minum. Itu terjadi sejak mesin induk penyulingan air laut ke air payau di Pulau Putiangin rusak.
Editor : Nur Hidayat Said

RAKYATKU.COM, BARRU - Selama dua tahun terakhir, warga Pulau Putiangin, Desa Lasitae, Kecamatan Tanate Rilau, Kabupaten Barru, terpaksa mengonsumsi air hujan sebagai air minum. Kebiasaan warga ini mulai terjadi sejak mesin induk penyulingan air laut ke air payau di Pulau Putiangin rusak.

 

Pada kondisi cuaca kemarau, warga pulau biasanya pergi ke daratan terdekat untuk mencari air bersih. Setiap rumah tangga terkadang membeli empat hingga lima galon air bersih buat persediaan minum. Namun, jika musim angin barat berembus dengan curah hujan tinggi, maka warga urung melaut. Mereka terpaksa mengandalkan air hujan.

Selain buat minum, air hujan juga digunakan untuk keperluan mandi, cuci, kakus (MCK). Pulau Putiangin dihuni sekitar 472 orang, dengan 140 kepala keluarga dan 103 rumah. Mayoritas penduduk berprofesi sebagai nelayan.

Untuk menampung air hujan, setiap rumah tangga membuat satu bak penampungan secara swadaya. Bak itu berbentuk tabung, berukuran besar. Menampung kurang lebih 4.000 ribu liter air. Ada yang terbuat dari semen permanen, ada pula dari bak plastik bantuan pemerintah.

 

Kepala Dusun Putiangin, Asmar membenarkan, jika warganya sangat kesulitan air bersih saat musim barat tiba. Warga hanya mengandalkan air hujan. Asmar bilang, kalau mesin penyulingan air bersih sangat dibutuhkan. Kondisi mesin yang lama sudah malfungsi sejak dua tahun lalu.

Mesin penyulingan air bersih itu sempat dinikmati warga selama tiga tahun. Namun, karena buruknya desain bangunan tempat mesin, sehingga menjadi faktor eksternal mesin tidak berumur panjang.

Bangunan tempat mesin tidak dilengkapi dengan dinding penutup dan atap kedap air. Sehingga hujan dan udara laut yang lembab membuat mesin menjadi berkarat sehingga rusak. 

Pada sisi atas bangunan terbentang panel surya. Selain digunakan sebagai sumber energi listrik pemantik mesin tersebut, alat itu berfungsi sebagai atap pelindung dari terik matahari. Namun tak bisa melindungi dari air hujan seutuhnya.

"Usulan perbaikan mesin penyulingan air ini sudah kami sampaikan dalam Musrenbang tingkat desa sampai kabupaten pada tahun 2019. Anggarannya pada saat itu sudah keluar, namun nominalnya sekitar Rp70 juta tidak cukup memperbaiki mesin," kata Asmar.

Pada kesempatan lain, Bupati Barru, Suardi Saleh mengatakan, sebelumnya sudah meninjau langsung kerusakan mesin penyuling air payau tersebut pada tahun 2019.

Ia ke Pulau Putiangin bersama tim teknis untuk menghitung anggaran perbaikan. Namun setelah anggarannya keluar, ternyata nilai yang dihitung kurang, karena belum termasuk pajak, sehingga perbaikan jadi prioritas berikutnya.

"Saya bilang ke tim teknis hitung baik-baik anggarannya, tapi ternyata saat anggaran keluar ternyata pas-pasan, kalau kena pajak nominalnya berkurang. Tim teknis tidak masukkan hitungan PPN dan PPH-nya sebelumnya, sehingga perbaikan tidak bisa jalan," kata dia.

Menurut Suardi Saleh, perbaikan mesin penyulingan air payau di Pulau Putiangin sudah menjadi prioritas baginya. Mantan Kadis PU Pinrang ini mengatakan, anggaran perbaikan mesin diupayakan masuk dalam anggaran perubahan tahun 2020.

"Hanya perlu dipahami juga, waktu perbaikan relatif singkat kalau dalam anggaran perubahan. Kami khawatir pekerjaan tidak selesai juga, karena itu termasuk kegiatan tender. Kondisi itu yang terjadi. Tapi insyaallah kita lihat kedepan nantinya seperti apa. Bagi kami perbaikan mesin penyuling air itu sudah jadi prioritas," tutur Suardi.

Anggota DPR RI Komisi IX, Hasnah Syam MARS baru-baru ini juga melakukan kunjungan ke Pulau Putiangin. Ditempat itu, Hasnah bercengkrama dan menyerap aspirasi warga. Ternyata selain kebutuhan perbaikan mesin penyuling air, warga juga menginginkan dibuatkan tanggul pesisir pantai dan pengadaan listrik.

Selama ini warga pulau cuma mengandalkan tenaga surya matahari. Kendala ditemui ketika musim penghujan tiba. Matahari tidak menyinari dengan baik. Masing-masing rumah tangga memakai mesin genset berukuran kecil untuk mendapatkan listrik seadanya.

Bu Dokter--sapaan akrab Hasnah Syam--mengatakan, apa yang menjadi permintaan masyarakat di Pulau Putiangin akan jadi perhatian, sebab semua penting demi kelangsungan hidup orang banyak di pulau itu.

"Meski kami di komisi IX yang notabene bukan bidangnya, tapi semua aspirasi warga tetap harus kami akomodir untuk diperjuangkan, karena itu kebutuhan warga di Putiangin," ucapnya.

Hasnah juga tak hentinya terus berkoordinasi dengan Bupati Barru. Demi membangun Kabupaten Barru yang lebih baik. Termasuk menjadikan prioritas pembangunan di wilayah Pulau Putiangin. Apalagi memang permintaan seperti tanggul sangat penting demi menjaga pulau tersebut dari hantaman abrasi.

Lalu bagaiman sisi tinjauan kesehatan, saat mengonsumsi air hujan sebagai air minum? Menurut peneliti sanitasi lingkungan, Darwis, air hujan memiliki sifat asam dengan PH rata-rata sekitar 5,6. Dan itu tidak berbahaya jika dikonsumsi.

Meski begitu, air hujan tidak sepenuhnya bersih karena terdapat debu atau bakteri lainnya yang menempel pada air hujan. Butuh pengendapan kurang lebih 30-40 menit sebelum diolah untuk keperluan konsumsi. Cara memasak air menjadi siap minum juga harus dilakukan secara tepat.

"Konsumsi air hujan tidak berbahaya bagi kasehatan, sepanjang diolah dengan baik," pungkasnya.

Mengenai mesin penyulingan air di Pulau Putiangin, kata Darwis, pihaknya juga sudah meninjau langsung ke sana. Darwis mengatakan biaya operasional mesin penyulingan air mahal. Sebab membutuhkan penggantian suku cadang secara berkala. Mesin mudah berkarat karena selalu berhubungan dengan air asin.

TAG

BERITA TERKAIT