RAKYATKU.COM, MAKASSAR - Kasus dugaan korupsi kebocoran dana tantiem (hadiah untuk karyawan yang bersumber dari keuntungan perusahaan), bonus pegawai, dan kelebihan pembayaran beban pensiunan PDAM Kota Makassar terus bergulir di tangan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulsel.
Kepala Kejaksaan Tinggi Sulsel, Firdaus Dewilmar, menjelaskan selain melakukan penyelidikan dana tantiem pegawai serta Bonus pegawai, pihaknya juga mengakui telah menyelidiki pada sektor pengelolaan dana cadangan dan dividen yang kabarnya dikelola sendiri oleh internal perusahaan daerah tersebut.
"Kalau dana cadangan itu besarannya 20 persen dari laba perusahaan. Sementara dividen nilainya 45 persen dari laba perusahaan. Nah, kita melihat ini sangat rawan apalagi sistemnya dikelola sendiri oleh mereka," ungkap Firdaus, Selasa (9/6/2020).
Untuk mengungkap tabir kasus ini, Kejati akan memulai dengan mendalami laporan pertanggungjawaban pengelolaan tahun 2010 hingga 2019 dan nantinya akan dilakukan di Bidang Tindak Pidana Korupsi Kejaksaan Tinggi Sulsel.
“Itu nilainya sangat besar dan dari hasil penyelidikan kita, ditemukan adanya dividen yang tidak terpenuhi. Ada temuan BPK namun ini tidak ditonjolkan,” tambahnya.
Selain itu, dalam kasus ini Kejati juga berupaya mengembalikan dana senilai Rp80 miliar yang diduga mengendap di jasa asuransi Bumiputera.
"Ada dana sekitar Rp80 miliar mengendap di Bumiputera, itu yang kita akan usahakan untuk dikembalikan," kata Firdaus.
Sebelumnya, pihak jasa asuransi Bumiputera telah memenuhi panggilan dari pihak Kejati terkait dugaan pelanggaran hukum dalam kasus ini.
"Sudah datang Bumiputera, tapi tidak tahu apakah masih ada tambahan panggilan lagi, kalau ada pasti akan dipanggil lagi," kata Idil, Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulsel.
Dugaan korupsi di PDAM Makassar bermula dari adanya laporan yang diterima pihak Kejati. Laporan tersebut berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) tahun 2018. Di mana dalam LHP BPK bernomor 63/LHP/XIX.MKS/12/2018 itu memuat adanya lima rekomendasi baik untuk Pemkot Makassar maupun PDAM sendiri.
Dari lima rekomendasi yang ada, dua di antaranya dinilai berpotensi ke ranah hukum. Pertama, BPK merekomendasikan kepada Wali Kota Makassar pada periode itu agar memerintahkan Direktur Utama PDAM Makassar untuk mengembalikan tantiem dan bonus pegawai sebesar Rp8.318.213.130 ke kas PDAM Makassar.
Kedua, BPK juga merekomendasikan kepada Wali Kota Makassar pada periode itu agar memerintahkan Direktur Utama PDAM Makassar untuk mengembalikan kelebihan pembayaran beban pensiunan PDAM sebesar Rp23.130.154.449 ke kas PDAM Makassar.
Atas dua poin rekomendasi BPK itu, salah satu LSM di Makassar yang dimaksud menilai terjadi masalah hukum karena terjadi kelebihan pembayaran yang nilainya mencapai Rp31.448.367.629.
Lebih jauh, mereka mengaitkan temuan dan rekomendasi BPK tersebut dengan pelanggaran terhadap UU No 28 tahun 1999 tentang Pemerintah Bebas KKN, UU No 9 tentang perubahan kedua atas UU No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, UU No 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi Jo UU Nomor 20 tahun 2001 dan UU No 30 tahun 2014 tentang Admonistrasi Pemerintah.
Hingga saat ini, tim penyidik masih melakukan pengembangan dugaan korupsi tersebut. Sejumlah saksi pun telah dipanggil untuk memberikan keterangan di Kejati Sulsel.