Sabtu, 06 Juni 2020 13:37
Wachyudi Muchsin, Humas IDI Kota Makassar.
Editor : Nur Hidayat Said

RAKYATKU.COM, MAKASSAR - Banyak tudingan yang mengarah ke dokter dan tenaga kesehatan dalam menangani pandemi coronavirus disease 2019 (Covid-19). 

 

Stigma negatif dialamatkan kepada dokter dan tenaga medis, menyusul beberapa kasus yang mengakibatkan terjadinya protes dan keributan dalam penetapan status pasien. Baik itu pasien dalma pantauan (PDP) atau pasien positif Covid-19. 

Beragam komentar muncul. Ada yang membenarkan. Ada yang menyalahkan. Bahkan ada pula yang menuduh ini konspirasi dokter agar mendapatkan untung besar dalam penanganan kasus Covid-19.

Atas isu miring itu, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kota Makassar sebagai organisasi profesi dokter akhirnya angkat bicara. Dr Wachyudi Muchsin SH, Humas IDI Kota Makassar mengklarifikasi semua tudingan itu adalah Fitnah.  

 

"Mewakili dokter, pertama ingin mengucapkan turut berduka cita yang sedalam-dalamnya kepada seluruh masyarakat yang keluarganya meninggal terpapar virus corona. Baik itu dalam status PDP maupun positif Covid. Baik itu masyarakat biasa, maupun dokter serta tenaga medis yang gugur," ujar dr Yudi, dalam siaran pers yang diterima Rakyatku.com, Sabtu (6/5/2020).

IDI Kota Makassar menilai saat ini yang menjadi kelemahan di Indonesia adalah masih lambannya proses diagnostik pada kasus Covid-19 ini. Kemampuan laboratorium masih sangat terbatas, sehingga antrean sampel yang sangat banyak membutuhkan waktu kisaran 1-2 pekan hingga sampel atau diagnosisnya bisa diketahui. 

Hal inilah yang  menjadi persoalan utama dan ini mesti segera ada solusinya Dalam menghadapi kondisi yang penuh keterbatasan. Untuk kasus yang masih berstatus PDP dan meninggal dunia, pemerintah melalui tim gugus Covid-19 mengambil pilihan yang dianggap lebih aman untuk pemakamannya secara prosedur Covid-19.

Hal itu bertujuan agar menekan laju penyebaran penyakit yang sangat cepat. Di sinilah terkadang timbul persolan banyak yang tidak menerima hasil swab ternyata negatif, dan sudah meninggal dimakamkan sesuai protap Covid-19. Kejadian ini akan menjadi warning bagi pemerintah, bila hal seperti ini terus berlanjut. 

Menurut Dokter Koboi, sapaan akrab dr Yudi, ini akan menjadi persoalan baru. Munculnya stigma bahwa rumah sakit dan tenaga Medis menjadikan kasus-kasus seperti itu sebagai pemanfaatan anggaran. Bahwa setiap yang dicap sebagai pasien Covid-19 maka rumah sakit akan mendapat keuntungan besar dari pemerintah pusat. 

"Itu semua tidak benar dan fitnah. Pertanyaannya negara dapat uang dari mana ratusan juta dikalikan semua pasien Covid se-Indonesia?" kata Dokter Koboi.

Ia meminta masyarakat jangan mudah terprovokasi fitnah bahwa ada untung besar dokter serta paramedis sepeti video keluarga pasien Covid-19 meninggal yang viral mengatakan dana sangat besar dari Kementerian Keuangan setiap pasien Covid-19 yang diterima oleh rumah sakit. Informasi hoaks seperti itu, kata Dokter Yudi, berimbas ke dokter serta paramedis.

Ia menambahkan kita semua tentu tidak ada yang menghendaki di posisi itu. Selain duka yang dalam dirasakan, juga kesedihan akibat tak bisa memakamkan keluarga secara syariat agama. Serta beban stigma dari sebagian "masyarakat yang masih latah" memahami kejadian seperti ini adalah aib. Padahal ini bukanlah aib, melainkan musibah kita bersama.

Untuk kasus yang meninggal dalam status PDP dan belum ada hasil swab-nya, memang menimbulkan dilematis bagi tenaga medis dan kegundahan bagi keluarga korban. "Seperti yang kita ketahui, bahwa PDP adalah status risiko, bukan suatu diagnosis," tutur Dokter Koboi.

Ketua Kempo Kota Makassar ini berkata, status PDP adalah kondisi di mana pasien mengalami suatu penyakit yang disertai gejala yang mengarah ke Covid-19 dan kebanyakan kasus Covid-19 yang meninggal karena ada penyakit penyerta atau penyakit bawaan sebelumnya. Karena keganasan Covid-19, belum sempat hasil swab sudah keluar takdir berkata lain meninggal dan dimakamkan pakai protap Covid-19. 

Dokter alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia ini mengatakan, proses pemakaman jenazah bukan dokter yang mengurus. Namun, proses pemakaman ditetapkan pemerintah melalui tim gugus percepatan Covid-19.

Seperti yang diutarakan Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Letjen Doni Monardo. Doni mengatakan, seluruh pasien, baik positif maupun bukan, tetap dimakamkan sesuai protokol Covid-19.

"Yurianto (Juru bicara pemerintah untuk penanganan kasus Covid-19) telah menjelaskan bahwa ada sejumlah kasus, sejumlah peristiwa, jenazah pasien Covid-19 yang wafat dimakamkan dengan cara Covid-19. Karena belum dilakukan tes dan hasil tes belum keluar, maka seluruh pasien Covid-19 itu tetap dimakamkan secara Covid-19," bebernya.

"Ini mengacu terhadap beberapa peristwa beberapa pekan yang lalu. Salah seorang pejabat ada yang wafat kemudian dimakamkan dengan standar reguler. Setelah beberapa hari ternyata ditemukan positif Covid-19," kata Doni.

Karena itu, Doni mengatakan pemerintah enggan mengambil risiko. Pemerintah juga enggan gegabah dalam menangani jenazah pasien terkait Covid-19. "Untuk hindari agar tidak terjadi lagi pasien yang meninggal Covid-19 maupun non Covid-19, salah dalam melakukan analisa, salah dalam ambil keputusan, maka semua pasien pasien meninggal dunia diperlakukan sebagai pasien Covid-19 dan setelah ada hasilnya, Kemenkes baru bisa memutuskan pasien itu positif atau negatif," jelasnya.

TAG

BERITA TERKAIT