RAKYATKU.COM, MAKASSAR - Mantan Wali Kota Makassar, Mohammad Ramdhan Pomanto, hadir sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi kegiatan sosialisasi, workshop, penyuluhan, pembinaan, pelatihan, bimbingan teknis pada Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) dan 15 Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Kecamatan di Wilayah Kota Makassar tahun anggaran 2017, Kamis (4/6/2020).
Danny Pomanto menghadiri persidangan lanjutan sebagai saksi dengan terdakwa Hamri Hayya. Danny menggunakan baju kemeja putih lengan panjang dan menggunakan masker berwarna oranye.
Dalam sidang yang dipimpin Daniel Pratu, Danny mengatakan tidak mengetahui soal penganggaran kegiatan sosialisasi kecamatan yang telah mendudukkan Erwin Hayya sebagai terdakwa.
"Biasa memang ada sosialisasi. Dalam perencanaan saya selalu melakukan controlling. Kalau anggaran kegiatan di atas Rp2 miliar per item saya pasti tanyakan dan minta penjelasan. Pada APBD 2017, saat perencanaan tidak ada saya lihat. Seandainya saya lihat pasti tidak saya setujui," ungkap Danny di hadapan majelis hakim, jaksa penuntut umum dan terdakwa Hamri Hayya beserta pengacaranya.
Danny mengatakan dana sosialisasi baru diketahuinya setelah ia memasuki hari kerja pertama usai cuti mengurus pencalonannya untuk maju dalam Pilkada Makassar periode kedua saat itu. D imana pada saat itu ada camat yang menemuinya sambil memperlihatkan surat panggilan kepolisian terkait dugaan korupsi ini.
"Saya tidak tahu sama sekali. Nanti saya tahu setelah ini bermasalah. Saya lihat keanehan itu. Kok anggaran sosialisasi sangat besar," tambah Danny.
Menganggap hal tersebut sebagai persoalan yang serius, Danny langsung memerintahkan untuk mengunci brankas semua kecamatan. Pada hari yang sama ia menghentikan sementara semua camat dan menunjuk Sekcam sebagai Plt.
"Saya perintahkan tutup semua brankas dan di hari yang sama juga Inspektorat langsung turun karena saya meminta untuk dilakukan audit terhadap semua camat. Semua camat dihentikan agar fokus dulu. Sekcam yang menjadi Plt," jelasnya.
Pada saat ditemui oleh sekitar tiga camat tersebut, Danny mengaku marah dan kaget. Pasalnya sebagai wali kota ia tidak mengetahui soal anggaran sosialisasi camat-camat tersebut.
"Saat itu saya tanya kenapa bisa saya tidak tahu, mereka bilang bapak memang tidak tahu. Saat itu saya sangat marah," sebut Danny.
Setelah mendapatkan informasi janggal dari tiga camat yang menghadap saat itu, Danny selanjutnya memanggil semua camat. Pada saat itu Danny mendapatkan informasi bahwa budaya memuluskan pembahasan APBD dengan cara seperti itu telah lama berlangsung bahkan di era wali kota sebelum Danny.
"Saya lalu memanggil para camat dan mempertanyakan soal dana bernilai besar untuk kegiatan sosialisasi yang dimaksud. Dan apa kata camat, itu katanya sudah tradisi di kepemimpinan sebelumnya. Bahkan kata camat lagi, tradisi fee yang diambil itu bukan lagi 30 persen tapi 50 persen," ungkap Danny.
Sebelum Danny memberi kesaksian, Erwin Hayya terlebih dahulu bersaksi. Di mana ia menyebut sosialisasi camat-camat dan anggaran nya diinisiasi sendiri olehnya tanpa diketahui oleh Danny yang menjabat wali kota saat itu. "Saya sendiri yang berinisiatif," ungkapnya.
Dalam perkara ini, JPU mendakwa Hamri Hayya bersalah telah melanggar pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 ayat (1), jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.