RAKYATKU.COM, MAKASSAR - Sidang lanjutan dugaan korupsi fee 30 persen pada 15 OPD Kecamatan dan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Makassar tahun anggaran 2017, kembali ditunda, pada Selasa (2/6/2020).
Pasalnya, para saksi yang berlatar belakang legislator DPRD Kota Makassar, tak hadir untuk terdakwa Hamri Hayya. "Ditunda karena saksi tidak hadir," ungkap Hamri Hayya, saat ditemui di Pengadilan Negeri Makassar.
Sementara itu Kamaria, jaksa yang menangani perkara ini juga menyampaikan hal senada. Akibat ketidakhadiran para anggota DPRD Makassar sebagai saksi, sidang kembali diundur pada hari Kamis.
"Anggota DPRD tidak hadir nanti dijadwalkan ulang hari Kamis lusa," ungkap Kamaria.
Terkait ketidak hadiran para wakil rakyat untuk menjadi saksi, Kamaria mengaku tidak mengetahui persis alasannya. Hanya saja, Kamaria menegaskan surat panggilan untuk bersaksi di pengadilan telah dikirimkan.
"Jangan tanya saya (kenapa mereka tak hadir), saya juga tak tahu alasannya. Surat panggilan sudah dikirim, cuma kami tak tahu sampai ke bersangkutan apa tidak, atau administrasinya panjang mungkin atau disposisi pimpinannya. Kita nggak tahu juga gimana," jelas Kamaria.
Pada Selasa (19/5/2020) lalu, sejumlah anggota DPRD Makassar juga dijadwalkan bersaksi. Namun, sidang ditunda karena saksi tak hadir.
Sebelumnya pada Kamis 28 Mei 2020 di Pengadilan Tipikor Negeri Makassar, 6 orang Lurah se-Kecamatan Rappocini bersaksi.
Keenam Lurah yang bersaksi untuk mantan Camat Rappocini sebagai terdakwa itu, diketahui masing-masing Lurah Karunrung, Fandi Wiranto Iqbal Hafid, Lurah Buakana, Rahmad Hidayat G, Lurah Banta-Bantaeng, Basir, Lurah Tidung, Lyliani Sunarno, Lurah Bonto Makkio, A. Firmansyah S. Andi Idjo, Lurah Mapala, Agusnawati.
Dalam persidangan yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim, Daniel Pratu, keenam Lurah mengaku hanya menerima uang transport dari kegiatan sosialisasi yang dinilai bermasalah tersebut.
Sementara dalam setiap kegiatan sosialisasi, mereka kerap berperan lebih dari satu. Selain sebagai narasumber utama dan pendamping, juga berperan sebagai moderator.
"Kami hanya diberi uang transport yang mulia. Nilainya kami tidak tahu karena uangnya di dalam amplop," kata Lurah Mapala, Agusnawati yang turut diamini oleh lima Lurah lainnya yang hadir di persidangan sebagai saksi saat itu.
Tak hanya itu, Agusnawati beserta 5 Lurah lainnya juga mengaku menerima uang transport di setiap keterlibatannya dalam kegiatan sosialisasi yang dimaksud.
"Jadi narsum hingga moderator itu kurang lebih 6 hingga 8 kali," terang Agusnawati yang kembali diamini oleh 5 Lurah lainnya.
Adapun peserta sosialisasi, lanjut Agusnawati, dihadiri oleh sekitar 80 orang yang berasal dari utusan tiap kelurahan.
"Tiap kelurahan ada sekitar 7 sampai 8 orang warga diutus sebagai peserta. Peserta itu dikoordinir langsung oleh Lurah masing-masing sesuai permintaan undangan pihak panitia yang berasal dari SKPD," jelas Agusnawati sembari mengatakan sosialisasi digelar di Aula Kantor Camat Rappocini.
Dalam perkara ini, JPU mendakwa Hamri Haiya bersalah telah melanggar pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 ayat (1), jo. Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang R.I. Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang R.I. Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang R.I. Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.
Saat menjabat sebagai Camat Rappocini, Hamri Haiya diduga telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan dengan Erwin Syarifuddin Haiya dan Helmy Budiman, selaku Kepala Bidang Anggaran BPKAD Kota Makassar terhitung sejak bulan Juli 2016 hingga Desember 2017 atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam tahun 2016 sampai dengan tahun 2017 bertempat di kantor BPKAD Kota Makassar.
Erwin Syarifuddin Haiya sendiri diketahui merupakan saudara kandung Hamri Haiya. Erwin yang lebih awal divonis bersalah oleh Pengadilan Tipikor Negeri Makassar itu, diketahui pada saat itu bertindak selaku Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Makassar.
JPU menilai perbuatan Hamri Haiya merupakan tindak pidana dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya.
Ia dinilai menguntungkan dirinya sebesar Rp2.378.754.753,70 hingga mengakibatkan kerugian keuangan negara pada Kecamatan Rappocini sebesar Rp1.928.754.753,70 yang merupakan bagian dari total kerugian keuangan negara berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksan Investigatif BPK RI Nomor:104/LHP/XXI/12/2018 tertanggal 31 Desember 2018 yakni sebesar Rp26.993.804.083,79.
Atas perbuatannya, JPU mendakwa Hamri Haiya dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun penjara.