Jumat, 27 Desember 2019 02:00
(Foto: merdeka.com)
Editor : Fathul Khair Akmal

RAKYATKU.COM - Perbedaan keyakinan tidak membuat masyarakat Indonesia saling berjauhan. Hal tersebut terjadi, pada seorang pria bernama Sapari. Dia menjunjung tinggi toleransi terhadap beda keyakinan. Sapari yang beragama muslim, merupakan sopir gereja dan pelayan pendeta.

 

Tak tanggung-tanggung, pria yang akrab disapa Pakde tersebut, sudah bekerja sebagai sopir gereja dan pelayan pendeta selama 32 tahun. Ia bekerja di GPIB Immanuel Palembang. 

Meski ia seorang muslim, Pakde tidak mempermasalahkan pekerjaannya yang terkait dengan agama lain. Bahkan Pakde menyebut pendeta dan ia sudah saling menghormati.

"Misal lagi di jalan dan terdengar azan, saya diminta mampir ke masjid, pendeta bilang salatlah dulu kalau sudah masuk waktunya. Ya, saya pikir keimanan pendeta itu sudah tinggi, makanya tidak mau bicara soal keimanan saya, saling menghargai," kata Sapari.

 

Sebagai sopir gereja dan pelayan pendeta selama 32 tahun, Pakde tetap memegang teguh ajaran agama Islam.

Sapari atau yang akrab disapa Pakde dulunya berasal dari Bantul, DI Yogyakarta dan merantau ke Palembang sejak 1983. Pada saat itu Pakde mencari nafkah sebagai buruh bangunan. 

Setelah 4 tahun menjadi buruh, Pakde akhirnya beralih menjadi sopir di gereja GPIB Immanuel Palembang. Pakde diterima sebagai sopir setelah mendapatkan info dari salah satu rumah jemaat gereja yang ia rekontruksi.

"Saya jadi sopir pertama di gereja itu. Gaji waktu itu sama dengan jadi buruh, kira-kira Rp 60 ribu sebulan, tapi jadi sopir lebih santai, pakaian rapi, pakai sepatu, beda saat masih jadi tukang bangunan," kata Pakde.

Bagi para jemaat GPIB Immanuel mungkin tidak asing dengan wajah Sapari atau Pakde. Pakde dikenal akrab oleh para jemaat karena sudah bekerja selama 32 tahun. Tugas utama Pakde ialah mengantar jemput pendeta dari kediamannya ke gereja, atau ke tempat lainnya terkait masalah kepentingan pendeta di luar kota.

"Ya, tugas saya hanya melayani pendeta, ke mana pun dia pergi saya yang antar. Sesekali melayani pengurus gereja kalo ada keperluan," ujarnya dikutip liputan6.com dari merdeka.com.

Pria berusia 58 tahun ini sama sekali tidak terganggu dengan pekerjaannya sebagai sopir gereja. Baginya pekerjaan sopir gereja ini sangat profesional dan juga dihargai oleh para pendetanya. Bahkan pendeta mempersilahkan Pakde salat terlebih dahulu jika azan berkumandang.

"Misal lagi di jalan dan terdengar azan, saya diminta mampir ke masjid, pendeta bilang salatlah dulu kalo sudah masuk waktunya. Ya, saya pikir keimanan pendeta itu sudah tinggi, makanya tidak mau bicara soal keimanan saya, saling menghargai," kata Pakde.

Pakde melayani para pendeta dengan profesional sesuai dengan pekerjaannya. Ia dan pendeta pun saling menghargai perbedaan keyakinan satu sama lain. Para pendeta yang mengetahui Pakde beragama Islam juga toleran dan tidak pernah mengajak Pakde masuk gereja.

"Saya tidak pernah meminta dan pendeta juga tidak pernah mengajak masuk ke gereja. Saya kerja profesional, sesuai tugas saya saja, melayani, itu saja," terangnya.

Selama 32 tahun, Pakde bekerja sebagai sopir di GPIB Immanuel Palembang. Kini ia sudah mendapatkan predikat sebagai sopir senior dan driver satu. Ia menjadi sopir andalan para pendeta karena sudah banyak pengalaman melayani pendeta yang bepergian.

"Sudah 32 tahun menjadi sopir gereja dan melayani pendeta, sampai sekarang masih aktif. Total sudah ada delapan pendeta yang saya layani, rata-rata berasal dari Indonesia bagian timur," ujar Pakde.

Pakde sudah menikah dengan perempuan bernama Cholilah (43). Dari pernikahan tersebut, Pakde dan Cholilah dikaruniai 3 orang anak. Bahkan anak sulung keduanya berhasil meraih gelar sarjana pada 28 Desember 2019 nanti.

"Alhamdulillah, keluarga saya harmonis saja, tidak ada cemoohan tetangga walaupun kerja di gereja, ketiga anak saya sekolah semua, ada masih SMP, SMA, dan satu lagi akan diwisuda," pungkas Pakde.

TAG

BERITA TERKAIT