RAKYATKU.COM, ISLAMABAD - Mantan Presiden Pakistan, Pervez Musharraf telah dijatuhi hukuman mati secara in absentia, karena pengkhianatan tingkat tinggi.
Pada hari Selasa (17/12/2019) pengadilan khusus beranggotakan tiga orang di Islamabad, memvonis Musharraf melanggar konstitusi, karena menyatakan aturan darurat secara tidak sah ketika ia berkuasa.
Putusan ini ditetapkan setelah kasus itu bergulir selama enam tahun.
Mantan pemimpin berusia 76 tahun ini, yang telah tinggal di Dubai selama lebih dari tiga tahun, memiliki opsi untuk mengajukan banding atas putusan tersebut.
Musharraf merebut kekuasaan dalam kudeta militer pada tahun 1999 dan memerintah Pakistan sebagai Presiden hingga 2008.
Musharraf mengatakan dia melakukan itu untuk menstabilkan negara dan memerangi meningkatnya ekstrimisme Islam. Namun tindakannya menuai kritik tajam dari Amerika Serikat dan pendukung demokrasi.
Di bawah tekanan dari Barat, Musharraf kemudian menyatakan keadaan darurat dan menyerukan pemilihan, di mana partainya bernasib buruk.
Musharraf mengundurkan diri pada bulan Agustus 2008 setelah koalisi pemerintah mulai mengambil langkah-langkah untuk memakzulkan dia. Jaksa penuntut mengatakan Musharraf melanggar konstitusi Pakistan dengan memaksakan keadaan darurat.
Dan pada tahun 2014, dia didakwa dengan total lima dakwaan, termasuk tiga dakwaan merongrong, menangguhkan dan mengubah konstitusi negara itu, memecat hakim agung Pakistan, dan memberlakukan aturan darurat.
Dua tahun kemudian, Musharraf meninggalkan Pakistan menuju ke Dubai, setelah Mahkamah Agung Pakistan mencabut larangan bepergian terhadapnya, yang memungkinkan dia meninggalkan negara itu untuk mencari perawatan medis.
Ini adalah pertama kalinya dalam sejarah Pakistan seorang kepala militer diadili dan dinyatakan bersalah atas pengkhianatan.
Di bawah konstitusi Pakistan, pengkhianatan tingkat tinggi adalah kejahatan yang membawa hukuman mati atau penjara seumur hidup.