RAKYATKU.COM - Mahkamah Agung menanggapi pernyataan Menko Polhukam, Mahfud MD menyindir pengadilan yang kerap menjatuhkan vonis ringan kepada koruptor.
"Pada prinsipnya sependapat (koruptor harus dihukum berat-red)," kata Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Abdullah, Selasa (10/12/2019).
Namun dalam menjatuhkan putusan, setiap hakim mempunyai alasan tersendiri mengenai lamanya hukuman yang dijatuhkan kepada terdakwa. Hakim mempunyai independensi dalam menilai kadar kesalahan terdakwa.
"Setiap kasus pasti berbeda / kasuistis. Perbedaan tersebut pada peran, locus, tempos, modus dan motivasi. Terkait dengan alat bukti kualitas dan kuantitasnya berbeda. Dilakukan sendiri atau bersama. Atas kehendak sendiri atau melaksanakan keputusan atau kebijakan. Inilah yang menyebabkan setiap perkara terdapat perbedaan atau disparitas pemidanaan," ujar Abdullah.
Dalam pertimbangannya, kata Abdullah, hakim akan mempertimbangkan banyak hal. Bahkan, apabila yakin terdaka tidak bersalah, hakim bisa saja menjatuhkan hukuman di luar tuntutan jaksa.
"Bahkan jika tidak terbukti terdakwa dibebaskan. Jika terbukti tetapi bukan merupakan tindak pidana, maka putusannya onslaag. Jika terbukti maka harus dijatuhi pidana dari yang ringan sampai yang berat. Inilah yang dinamakan kasuistis," ujar Abdullah dilansir Detikcom.
Sebelumnya, Mahfud menyatakan pemerintah prohukuman mati, namun ujungnya diserahkan ke pengadilan. Apakah koruptor dijatuhi hukuman mati atau tidak.
"Makanya sudah masuk ke undang-undang berarti pemerintah setuju, pemerintah serius. Itu sudah ada di undang-undang. Tetapi kan itu urusan hakim, kadang kala hakimnya malah mutus bebas gitu. Kadang kala hukumnya ringan sekali, sudah ringan nanti dipotong lagi. Itu pengadilan, di luar urusan pemerintah," cetus Mahfud.