Kamis, 05 Desember 2019 03:31
Tomy Satria Yulianto, saat memimpin rakor kemiskinan di Bappeda.
Editor : Mays

RAKYATKU.COM, BULUKUMBA - Masih ingat perdebatan di media sosial, soal jumlah orang miskin di Bulukumba yang dinilai simpang siur? Bahwa data jumlah orang miskin di Bulukumba, berbeda antara yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan Basis Data Terpadu (BDT) yang dikeluarkan oleh Kementerian Sosial RI tahun 2015. 

 

Instansi BPS merilis jumlah orang miskin Kabupaten Bulukumba tahun 2018, sebesar 31.250 jiwa atau 7,48 persen dari jumlah penduduk, kemudian BDT Bulukumba ditetapkan sebesar 137.992 jiwa. Lalu data mana yang benar, atau data mana yang harus diikuti?.

Sebagaimana yang disampaikan Wakil Bupati Tomy Satria Yulianto, saat memimpin rapat koordinasi penanggulangan kemiskinan, ia kembali menyinggung persoalan data orang miskin ini kepada peserta rapat. 

Ia berharap, aparatur sipil negara dapat memahami, dan tidak ikut bingung atas polemik persoalan kedua data tersebut.

 

Dia bilang, jika salah memahami data, akan berakibat pada salah perencanaan dan salah mengeksekusi. Jadi data BDT, kata Tomy sebagai skala intervensi oleh pemerintah, yang menempatkan masyarakat dengan pendapatan atau tingkat kesejahteraan 40 persen ke bawah. 

Data ini, selanjutnya dikategorisasi menjadi Desil 1 (Sangat Miskin), Desil 2 (Miskin) Desil 3 (Rentan Miskin) dan Desil 4 (Rawan Miskin), yang peruntukannya untuk intervensi program.

Sementara data BPS, lanjut Tomy, adalah data yang diberikan mandat oleh negara, untuk merilis angka persentase kemiskinan yang diukur dari tingkat kesejahteraan 10 persen ke bawah atau kategori sangat miskin.  

“Data BPS adalah ukuran performance bagi pemangku kepentingan, bagi pemerintah, apakah interversi program yang dilaksanakan pemerintah tepat sasaran berdasarkan data BDT tersebut, betul-betul menurunkan angka kemiskinan yang dipotret oleh BPS tersebut,” jelas Tomy di aula Bappeda, Rabu (4/12/2019).

“Jadi data ini, tidak bisa diperdebatkan, oleh karena data BDT untuk intervensi program pemerintah supaya tepat sasaran, sedangkan data BPS memotret tingkat kemiskinan dari tahun ke tahun,” tambah Tomy.

Dalam data BDT lanjut Tomy, juga tidak semuanya orang miskin. Karena yang masuk di kategori Desil 3 dan Desil 4, adalah rentan miskin dan rawan miskin atau belum terkategori miskin. Akan tetapi warga yang masuk pada Desil 3 dan 4, tetap harus diintervensi oleh pemerintah, agar tidak jatuh pada Desil 1 atau 2.

Menurutnya, kalau tidak ada intervensi yang jelas dan berkesinambungan terhadap pengentasan kemiskinan, dia yakin dan percaya, penurunan kemiskinan tidak akan tercapai. 

Program-program seperti Rastra, JKN, KIS, PKH yang diberikan kepada masyarakat selama ini kata Tomy, hanya untuk kepentingan bertahan saja atau survive.

“Kita hanya berupaya mengurangi pengeluaran masyarakat. Namun lupa bahwa rumus menurunkan kemiskinan itu, selain mengurangi bebannya juga harus ditambah pendapatannya,” bebernya.

Jika tidak dibarengi dengan program yang menambah pendapatan masyarakat, Tomy yakin, mereka akan tetap miskin. 

Makanya, Tomy minta OPD serius melaksanakan program kegiatan, yang mendorong meningkatnya pendapatan masyarakat dan memastikan orang yang diintervensi dalam program tersebut, masuk dalam data BDT.

TAG

BERITA TERKAIT