RAKYATKU.COM, MAKASSAR - Guru, sekolah dan dunia pendidikan, adalah sumber inspirasi bagi seorang penyair.
Itu juga yang dilakukan Rusdin Tompo, seorang penulis dan aktivis perlindungan anak.
"Ada sejumlah puisi saya bertema guru, dan aktivitas mereka di lingkungan pendidikan," ungkap Rusdin Tompo, di kediamannya, Minggu, 24 November 2019.
Dalam buku kumpulan puisinya, "Bukan Dongeng untuk Anakku", ada sejumlah puisi bertema guru, seperti "Pendidikan", "Kelas", "Pada Guru", "Sebait Pesan di Hari Guru", "Guru di Pagi Hari", dan "Obrolan Guru Suatu Siang".
Dalam rangka Hari Guru Nasional (HGN), dan Tiga Dekade Konvensi Hak Anak (KHA), yang jatuh pada Senin (25/11/2019), akan digelar Seminar dan Diskusi Buku Sehimpun Puisi "Bukan Dongeng untuk Anakku", yang diadakan oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sulawesi Selatan.
Kegiatan ini, juga menandai 20 tahun kiprah Rusdin Tompo dalam isu perlindungan anak.
Karena itu, jelasnya, buku ini berisi tentang kisah anak-anaknya, anak teman-temannya, anak-anak sekolah, anak-anak yang berada pada situasi atau kondisi tertentu, dan kaitan antara dirinya sebagai anak dengan orang tuanya.
Dalam buku kumpulan puisi keempatnya ini, ada beberapa isu anak yang dipotret dalam puisi-puisinya. Seperti, anak korban kekerasan, anak yang berhadapan dengan hukum (ABH), anak dalam situasi konflik bersenjata, anak yang berada dalam situasi darurat kebencanaan, anak jalanan, perkawinan dini, isu difabel serta isu-isu eksploitasi anak lainnya.
"Ide penulisan puisi-puisi ini, banyak lahir dan dipengaruhi oleh situasi aktual anak-anak, termasuk yang viral di medsos," tambah lelaki yang sudah menulis lebih dari 60-an judul buku itu.
Dia mencontohkan, misalnya, puisi tentang Presiden Jokowi berjalan kaki saat HUT TNI, tentang cucunya, Jan Ethes, serta tentang anak yang dengan heroik memanjat tiang bendera yang ngadat ketika upacara.
Juga ada puisi tentang polisi, yang lakukan video call dengan anaknya saat bertugas, mengamankan aksi unjuk rasa, dan lain-lain.
Beberapa puisi dalam "Bukan Dongeng untuk Anakku" ini pernah diterbitkan dalam buku "Tuhan Tak Sedang Iseng" (2014), "Menculik Puisi" (2017), "Kata Sebagai Senjata" (2019), dan "Sebuket Puisi di Bilik Siar" (dalam proses penerbitan).
Puisi-puisi ini ditulis dalam rentang tahun 1987 hingga 2019.
Mantan Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sulsel itu menambahkan, puisi-puisi itu sengaja dikumpulkan, karena memang sejak awal dia mengimpikan punya buku kumpulan puisi khusus bertema anak.
"Bagi saya, puisi ini adalah medium, cara pendekatan, dan bentuk ekspresi untuk menggugah orang agar peduli tentang persoalan anak," paparnya.
Puisi, lanjutnya, juga merupakan metode yang asyik dan relatif mudah untuk mengenalkan dan menggerakkan literasi di kalangan anak-anak.
Literasi kepada anak-anak kata dia, menjadi penting. Karena mereka dikepung oleh budaya digital yang tak selalu child friendly.
Sehingga, anak-anak perlu diedukasi, biar mereka tak jadi korban dan kemudian menimbulkan masalah berantai di kalangan anak-anak lainnya.
Seminar dan Diskusi Buku Sehimpun Puisi "Bukan Dongeng untuk Anakku" ini, akan menampilkan dua narasumber, yakni Rusdin Tompo (penulis) dan Yudhistira Sukatanya (seniman), dengan moderator Rifa Madjid dari INews TV.
Kegiatan ini akan diadakan mulai pukul 08.30 - 12.00 Wita, bertempat di Hotel Aerotel Smile, Jl. Mochtar Lutfi 38, Makassar.
"Sebagai bentuk apresiasi, akan ada sejumlah penyair membacakan puisi-puisi dalam buku ini," pungkasnya.